Share

04. Pernikahan

Penulis: LOVAYU
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-06 16:20:02

Ekspresi bahagia terpancar di wajah Diana dan Lucas. Sementara itu Luna duduk tidak jauh dari pelaminan, menatap sang ibu yang kini menggandeng tangan suami barunya.

“Kau baik-baik saja?” bisik Flora, sahabat Luna yang terus merangkul lengan Luna dan berada di sampingnya.

Luna menoleh dan tersenyum tipis. “Ya, tentu saja.” Dia terlihat sangat baik diluar, tapi hancur di dalam.

Flora tahu soal itu. Hubungan rumit sekaligus takdir tragis yang dialami Luna. Dalam sebulan lebih ini selain ibunya, Flora adalah tempat Luna mencurahkan segala isi hatinya, terlebih setelah malam pertemuan itu, hanya Flora yang bisa menjadi pendengar setia Luna.

Akhirnya hari yang sangat tidak diinginkan Luna datang. Ibunya telah resmi menikah dengan Lucas dan dia telah resmi menjadi adik Reno. Bukan berarti Luna tidak bisa ikut bahagia dengan pernikahan ibunya. Tapi, harusnya bukan Reno yang menjadi kakaknya, karena pria itu seharusnya menjadi kekasihnya.

Luna kembali menundukkan kepala saat mata Reno tertuju padanya. Pria itu tengah bersama dua orang teman laki-laki dan satu orang wanita yang sejak tadi terus menempel di sisi Reno, membuat hati Luna rasanya semakin sesak.

“Tidak masalah jika kau merasa sedih sekarang, itu sangat wajar.” Hibur Flora seraya mengusap lengan Luna.

Luna menghela napas lemah. “Aku tidak bisa bersedih, Flo. Terutama di pernikahan Ibuku. Mungkin sekarang aku hanya butuh sedikit pengalihan.”

Flora menaikkan sebelah alisnya ketika melihat Luna mengedipkan sebelah mata dan menarik tangannya. “Temani aku minum.”

Luna bersama Flora sekarang berada di barisan minuman. Pernikahan orang tuanya memang diadakan secara sederhana, tapi ‘sederhana’ dalam keluarga Peterson jelas berbeda. Kesan mewah dan kalangan kelas atas tak bisa hilang dari gambaran pesta pernikahan itu. Di sana juga tersedia berbagai macam makanan dari berbagai negara termasuk minuman yang beralkohol sekalipun.

Segelas, dua gelas wine, Luna seolah tak bisa berhenti. Dia memang tidak akan menangis dan bersedih di pesta pernikahan ibunya, tapi mabuk sedikit mungkin bisa membuat otak cantiknya berhenti meratapi nasib tragis percintaannya.

“Luna, serius? Kau ingin mabuk sekarang?” Flora menggelengkan kepala melihat sahabatnya seolah kehilangan akal sehat. Dia mengerti Luna mungkin ingin sedikit melupakan rasa sakitnya. Tapi, Flora khawatir sahabatnya itu akan kebablasan.

“Tidak perlu khawatir. Kau tahu aku peminum yang handal.” Luna tersenyum miring, dia tahu batasan, selain itu toleransi Luna terhadap alkohol lumayan tinggi.

Ya, Luna sering minum sejak ia duduk di bangku SMA, meski begitu dia pintar menjaga diri dan prestasinya. Menurut Luna ‘minum’ adalah salah satu caranya menghilangkan penat.

Luna hampir meneguk gelas ketiganya, tapi tiba-tiba tangan lain menahan tangannya dan mengambil alih gelas wine itu.

“Cukup, Luna! Apa kau sudah gila?!” bentak Reno, ternyata pria itu memperhatikan Luna sejak tadi.

Luna memutar bola matanya. “Bukan urusanmu, tidak usah ikut campur!”

“Aku Kakakmu jika kau lupa, mulai sekarang kau tanggung jawabku juga!” Meski Reno membenci menyebut dirinya kakak, gelar itu ada sedikit gunanya. Dia lalu menarik tangan Luna pergi.

“Lepas! Lepaskan aku!” Luna berdecak kesal, ia sempat menoleh ke belakang meminta pertolongan Flora, tapi sahabatnya itu hanya mengangkat bahu seolah tidak mau ikut campur dengan urusan mereka.

“Reno, lepaskan aku!” Setelah berhasil menarik Luna keluar dari venue dan berada di lorong yang cukup sepi, Reno melepaskan tangan Luna.

“Ada apa denganmu, Luna? Kau sengaja ingin mabuk di acara pernikahan orang tua kita? Setelah melihat pernikahan orang tua kita, apa kau sadar dan menyesal sekarang?!” Reno mengeraskan rahangnya. Dia sungguh kesal melihat tingkah Luna malam ini.

“Melihat ekspresiku… bagaimana menurutmu?” Luna menghela napas lelah sementara perlahan emosi Reno menurun saat menatap dalam mata hazel Luna yang penuh kesedihan dan tak bisa ia ungkapkan.

“Kita memang tidak bisa berpura-pura bahagia, tapi Luna please… jangan terus membuatku khawatir.”

Luna terkekeh sinis mendengar ucapan lirih Reno. “Aku membuatmu khawatir, benarkah? Setidaknya aku tidak seperti seseorang yang dua minggu lalu bilang mencintaiku dan hari ini menggandeng wanita lain!” sindir Luna.

Reno mengerutkan keningnya tak mengerti. “Apa maksudmu?”

“Aku rasa aku tidak perlu menjelaskan,” ucap Luna lalu gadis itu berbalik untuk pergi, tapi Reno dengan sigap menahan lengannya.

“Apa kau sedang cemburu sekarang?”

“Aku tidak punya hak untuk itu, kan?”

Reno baru saja hendak menjawab, tapi tiba-tiba seorang pelayan yang tengah mendorong troli lewat dan tidak sengaja menyenggol tubuh ramping Luna, untungnya Reno berhasil meraih pinggang Luna hingga gadis itu berada dalam dekapannya sekarang.

Mereka diam beberapa saat dengan jantung yang sama-sama berdebar kencang. Tanpa jarak membuat Luna bisa menghirup aroma parfum di ceruk leher Reno yang memabukkan dan tak sengaja bibirnya pun menempel di sana, sementara Reno semakin dibuat merinding dengan posisi mereka sekarang.

“Ya Tuhan, bisakah kau minggir?” desis Reno sambil memejamkan mata frustasi.

Mata Luna mengerjap, ia tersadar lalu mundur dari tubuh Reno.

“Kau tidak sedang menggodaku, kan?” Pertanyaan itu membuat pipi Luna memerah.

Luna tercengang. Tidak, kan? Dia bahkan tidak bisa menggoda. Dan lagi Reno yang duluan menarik tubuhnya. Tapi, Luna juga terkejut dengan apa yang terjadi baru saja.

“M-maaf.” Luna memalingkan wajahnya dari Reno. “Aku tidak berniat seperti itu.”

“Ya, lebih baik jangan menggodaku. Karena kau akan membuatku lebih sulit.” Reno menghela napas sejenak kemudian membenahi kemejanya yang sedikit berantakan. “Sebaiknya kita kembali ke dalam, sebentar lagi sesi foto dan tidak ada minum alkohol lagi, Luna. Kau sudah banyak minum.” Suara tegas Reno membuat Luna hanya bisa mengangguk lalu mengikuti pria itu yang sudah berjalan lebih dulu.

Lucas segera memanggil anak-anaknya begitu mereka berjalan mendekat. “Kalian dari mana saja? Kita akan foto keluarga,” cecar Lucas.

“Maaf, Ayah. Tadi Kak Reno mengajakku berkenalan dengan teman-temannya,” ujar Luna berbohong.

Reno sedikit melebarkan mata mendengar Luna memanggil ayahnya dengan sebutan yang sama dan apa itu? Luna bahkan menyebutnya kakak sekarang. Itu membuatnya merasa terpukul. Dia tahu Luna berpura-pura turut bahagia, tapi apakah semudah itu bagi Luna menerima semuanya?

“Benarkah, Reno? Terimakasih, nak. Aku senang melihat kalian berdua cepat akrab seperti ini.” Diana tersenyum melihat kedekatan Reno dan Luna.

“Ya, Bu. Luna adik-ku sekarang.” Reno sengaja menekan kata adik saat matanya menyorot tajam pada Luna.

“Benar. Awalnya aku ragu kalian tidak bisa dekat karena Reno sangat dingin pada orang yang baru dikenalnya. Tapi, aku senang melihat kalian bersama, tolong jaga dan sayangi adikmu, ya?”

Reno menatap Luna, memberi tatapan yang diam-diam mengungkapkan kasih sayang yang tentunya berbeda artian. “Tentu saja. Aku menyayanginya, Ayah.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jeratan Cinta Kakak Tiri   88. Terselamatkan

    Luna terus duduk di tepi sungai hingga menjelang sore. Beberapa hal yang terjadi antara ia dan Reno terus mengusiknya. Sesekali Luna memainkan cincin berlian di jari manis. Luna merasa cincin mahal itu semakin tak pantas dia miliki. Ia telah mengkhianati Brian sedemikian buruk. Sungguh pria itu tidak pantas menerima perlakuan seburuk ini darinya. Brian pantas mendapatkan wanita yang terbaik, dan itu bukan dia. Luna menarik napas panjang. ‘Tuhan, aku tidak ingin menyakiti hatinya lebih dalam lagi …’Dalam hati Luna berjanji pada dirinya sendiri, jika dia berhasil selamat dari hutan ini, ia akan bicara dengan Brian dan menyelesaikan hubungan mereka secara baik-baik. Luna tidak mau terus berpura-pura dan membohongi perasaannya. Seberapapun dia memaksa untuk mencintai Brian, nyatanya dia tidak pantas bersanding dengan pria itu. Dia akan jujur dan melepas Brian untuk menemukan wanita yang lebih baik darinya. Tiba-tiba Luna merasa seseorang duduk di sampingnya. Dan tanpa melihat, tentu

  • Jeratan Cinta Kakak Tiri   87. Obat Ternikmat Di Air Terjun

    Luna masih terengah dengan rasa panas di sekujur tubuhnya. Pertanyaan Reno sejujurnya sangat mudah untuk ia jawab, tapi mengapa lidahnya terasa sangat kelu sekarang. Akhirnya tanpa memberi jawaban, Luna mendekatkan wajahnya ke wajah Reno untuk berciuman kembali karena itulah yang saat ini benar-benar ia inginkan. Luna melingkarkan lengannya di leher Reno dan hanya mengangguk saat Reno kembali menatapnya untuk menuntut jawaban. Bibir Reno melengkung ke atas setelah mendapat persetujuan dari Luna. Lalu dengan perlahan dia melepas seluruh benang yang melekat di tubuh Luna, hingga kini wanita itu telanjang di bawah kungkungannya. “Aku sangat merindukan ini.” Tatapan memuja Reno padanya membuat gairah Luna semakin meningkat. Dia juga ingin melihat tubuh telanjang Reno, jadi Luna segera bergerak menarik dua tepi kaos lengan pendek Reno ke atas kepala, setelah itu ia menghela napas dalam-dalam saat Reno melepas celananya juga, hingga akhirnya Luna bisa mengagumi tubuh atletis Reno seutu

  • Jeratan Cinta Kakak Tiri   86. Saling Menginginkan

    “Reno, tolong ada ular. Aku takut!” Mendengar jeritan Luna, Reno tidak berpikir dua kali untuk mendekat. Tak peduli wanita itu hanya mengenakan tanktop dan celana dalam. Keselamatan Luna nomor satu untuknya. “Dimana ularnya, Luna?!” Luna dengan mata terpejam ketakutan, menunjuk ke arah sesuatu yang mengambang di atas air. Reno melihat ke arah yang sama dan keningnya mengernyit. Dengan perlahan ia masuk ke dalam air lalu mendekat untuk memastikannya. Dan seutas senyum terbit di bibir kala ia sadar bahwa sesuatu yang mengambang di atas air itu hanyalah seutas tali. Reno mengambil tali panjang berwarna hitam kemudian membuangnya ke pinggir dan mendekat ke arah Luna. “Luna, tidak apa-apa, buka matamu.” Luna membuka mata perlahan. Tubuhnya gemetar, bahkan matanya berkaca-kaca karena saking takutnya. “Tidak apa-apa. Itu bukan ular hanya seutas tali. Tidak ada yang berbahaya. Kau aman,” ucap Reno dengan lembut, berusaha menenangkan. “Aku takut, Reno. Itu seperti ular sun

  • Jeratan Cinta Kakak Tiri   85. Perhatian Kecil

    Luna hampir frustasi karena tak kunjung melihat Reno, dia ingin menyusuri hutan untuk menemukan Reno, tapi ia takut kemungkinan dia pun akan ikut menghilang karena tersesat di hutan. Luna benar-benar tidak ingin hal buruk terjadi pada Reno karena ia yakin tanpa Reno, dia tidak akan bisa bertahan di sana sendirian. Namun, jantung Luna yang sejak tadi berdegup kencang itu seketika berhenti berdetak saat ia mendengar langkah kaki di belakang. Luna dengan cepat berbalik dan detik itu dia langsung berhadapan dengan Reno. Tangisan Luna pecah saat itu juga bersamaan dengan perasaannya yang begitu lega melihat Reno kembali dalam keadaan hidup. “Hei, kenapa kau menangis? Apa kau mencariku?” Reno terkejut saat melihat Luna menangis histeris dan lebih terkejut lagi ketika dalam hitungan detik Luna memeluk tubuhnya dengan sangat erat. “Kau benar-benar gila, Reno! Kau membuatku ketakutan setengah mati!” Kening Reno mengernyit. “Ketakutan karena apa?” Dia juga memeluk Luna, berusaha memenangk

  • Jeratan Cinta Kakak Tiri   84. Ucapan Terima Kasih

    Hari telah beranjak malam. Beruntung dingin yang kian menusuk kulit sedikit terhalau dengan hangatnya api. Reno menatap pancaran wajah cantik Luna yang diterangi api unggun di hadapannya. “Maaf, aku janji besok akan mendapatkan ikan lebih banyak untuk kita makan,” ujar Reno, sedikit merasa bersalah karena Luna terlihat sangat lapar dan dia hanya bisa menangkap satu ekor ikan untuk mereka makan berdua. “Tidak apa, tubuhmu masih lemas. Setidaknya perut kita tidak kosong lagi.” Luna mengangguk, lalu dia menguap. “Sepertinya kita harus tidur karena aku merasa lelah dan seluruh tubuhku benar-benar sakit.”“Ya, aku juga merasakannya … kita memang perlu tidur. Aku sudah menyiapkan beberapa lembar daun besar di atas rumput. Tidak empuk, tapi semoga saja kita bisa tidur,” ujar Reno. Reno kemudian berbaring lebih dulu di atas rerumputan yang telah ia lapis daun pisang yang ditumpuk menjadi lebih lebar dan tebal.Kemudian dia mengambil

  • Jeratan Cinta Kakak Tiri   83. Terdampar Berdua

    “Sshhttt … aw …”Luna tidak berhenti meringis sejak tadi. Akibat gengsinya yang terlalu tinggi dan tak mau menerima uluran tangan Reno, kaki Luna tidak sengaja terkilir saat berjalan. Jalan hutan yang curam membuat langkahnya tidak seimbang dan akhirnya kaki sebelah kiri Luna yang menjadi korbannya. “Apa kau bisa berdiri?” tanya Reno dengan khawatir. “Kakiku sakit sekali.” Luna mengeluh kesakitan dan Reno tak punya pilihan selain menggendong tubuh Luna. “Ayo, naik ke punggungku,” ucap Reno sambil berjongkok memunggungi Luna. “T-tapi lenganmu?”Reno menghela napas kasar. “Cepatlah naik, lebih baik kita kembali ke mobil sebelum hari mulai gelap.”Tak memiliki pilihan lain membuat Luna menerima tawaran Reno dan kini ia berada di atas punggung pria itu. “Kenapa kita kembali?” tanya Luna ketika Reno berbalik arah. Tidak menuju ujung tebing lagi. “Kita tidak bisa memanjat tebing dalam keadaan seperti ini, Luna. Kakimu terkilir, dan kondisiku juga tidak sefit itu untuk memanjat tebing

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status