Share

Bab 2

Ia mengambil potongan Pizza itu. Dibawanya ke ruang kerja tanpa mempedulikan obrolan di depan sana. Terlalu banyak hal yang harus ia pikirkan. Seseorang mengetuk pintu ruangannya. 

“Kenapa gak gabung sama yang lain? Orang akan mengira kau sedang ada masalah.”kata Lilis sambil menaruh Milo dinginnya di atas meja.

“Pada dasarnya semua orang punya masalah.”

“Tentang apalagi? Anak-anak lagi ngomongin outbound ke Bandung. Semua excited kecuali kamu.”

“Lis, itu gak penting. Aku butuh bicara dengan seseorang mengenai pernikahan. Apa kau punya saran?”

Lilis membawa Deisy bertemu dengan Rahma, seseorang yang mungkin bisa memberi solusi untuk keresahan hatinya. Sebab Lilis tidak akan bisa melakukannya. Dia masih muda dan belum menikah. Saran yang dia berikan hanya sebatas teori. Dan teori sangat berbeda dengan prakteknya.

“Gak salah sih. Tapi itu juga bukan jaminan. Bersabarlah menunggu. Anak itu datang pada waktu yang tepat. Manusia gak bisa ikut campur. Kecuali kamu mau bayi tabung.”ucap Rahma sambil menyeruput kopi susunya. 

“Ah, begitu ya.”

“Kalau saranku, kamu ikuti kata hati. Tapi kalau dipikir-pikir, tidak masalah untukmu resign. Selagi suami bisa memenuhi kebutuhan, itu bukan masalah.”

“Gak juga mbak. Masa depan gak ada yang tahu. Makanya cewek dianjurkan untuk mandiri.”seru Lilis.

“Iya, Lis. Itu juga gak salah. Terkadang, pekerjaan bisa jadi prahara baru di rumah tangga. Takut suami tiba-tiba berubah dan menyalahkan istri ketika terjadi sesuatu. Tapi untuk kasus Deisy, aku rasa itu gak akan terjadi. Suaminya pewaris Prasesa Group.”balas Rahma membeberkan fakta. 

Kali ini bukan soal uang. Deisy mencintai pekerjaannya. Dia adalah wanita yang berambisi di masa muda. Makanya di usia 30 tahun, ia bisa mencapai posisi tinggi di perusahaan. Dan kalau ia resign, ia harus rela meninggalkan itu semua. Akan sulit mengejar ketertinggalan jika ia ingin kembali.

Saat pulang, ia tak menemukan Leo di rumah. Ya, pria itu memang sering lembur di kantor. Ada saja hal yang bikin dia menghabiskan waktu lebih lama disana. Ia segera turun untuk makan malam. Di meja makan itu, ada Bu Risa dan Icha. Mbak Gina sudah menyiapkan makan malam sedari tadi.

“Ayo, Kak. Biar kita makan.”ajak Icha sambil merangkul tangannya. Deisy duduk sambil menyendok nasi dan lauk. Menu hari ini aneka ikan. Dibuat dengan begitu bervariasi. Mbak Gina juga menambahkan sayuran yang banyak. Ya, sesuai saran yang dibuat oleh Bu Risa. 

Deisy sudah sangat bosan dengan menu itu. Tapi dia gak punya nyali untuk komplain. Bu Risa bisa semakin marah dan menggunjingnya.

“Bagaimana pekerjaan hari ini?”Tanya Bu Risa sambil menikmati makan malamnya. 

“Baik, Ma. Semua berjalan lancar.”

“Mama senang kamu bekerja dengan baik. Tapi selalu ingat keinginan mama. Ada baiknya kamu resign biar cepat hamil.”ucapnya blak-blakan. Semua orang di rumah ini tak lagi diberi privasi. Bahkan Mbak Gina bisa mendengar semua percakapan itu. 

“Mama, jangan gitu ah. Kita disini mau makan. Ngomongin itu lagi.”protes Icha.

“Lah, mama cuma ngasih solusi, Cha. Kalau kakak iparmu gak mau dengar, artinya dia budeg. Telinganya perlu di cek THT.”

Deisy sungguh sakit hati. Perasaannya seperti tercabik-cabik. Ia tahu keinginan wanita itu, tapi gak begini caranya. Dia seperti wanita yang tidak berperasaan. “Mama, aku janji akan memikirkannya. Tapi kasih aku waktu.”tegas Deisy sambil menarik nafas panjang.

“Ya, bagus. Sudah seharusnya kamu memikirkannya.”

“Iya, Kak. Dan kakak jangan lagi makan makanan seperti kemarin. Itu bisa mengganggu hormon kakak. Baiknya itu makan susu, ikan,.,,,,”ucap Icha menjelaskan. Seakan dia paling paham soal kehamilan. Sok tahu. Padahal dia saja belum pernah hamil. Dia sama saja dengan Bu Risa. Menjadikan Deisy pelampiasan. Sebab dalam kenyataannya, dunia ini keras bagi wanita.

Mereka lanjut menghabiskan makanan itu. Setelahnya, mereka pamit lebih dulu. Sedang Deisy masih tetap berada disana. Ia tidak berselera, jadinya lambat menghabiskan makanan itu. 

“Argh, saya gak habis pikir sama nyonya. Segitunya menyakiti hati ibu. Jangan diambil hati ya?”seru Mbak Gina memberikan hiburan.

“Tidak apa, Mbak. Mungkin itu juga demi kebaikan bersama.”

“Tetap saja. Padahal biar cepat hamil, harusnya mereka ngasih dukungan moril sama ibu. Menghibur biar pikiran ibu gak kemana-mana. Itu yang paling penting.”ucapnya dengan penuh penyesalan. Siapapun akan kesal jika ditanyain pertanyaan keramat itu. Ayolah, bukannya tidak mau hamil, tapi apa mau dikata jika Tuhan belum berkehendak?

“Jadi, ibu beneran ada rencana resign?”

“Yah, sepertinya. Mungkin itu bisa bikin mama dan Icha tidak terlalu marah.”

“Sesungguhnya, saya ingin ibu tetap bekerja.”

“Lah, kenapa mbak?”tanya Deisy penasaran. 

“Pada dasarnya, pekerjaan adalah tameng terbaik seorang wanita. Saya yakin Pak Leo sangat mencintai ibu.”balas Mbak Gina singkat. Seakan dia ngasih tahu kalau wanita butuh sesuatu untuk mempertahankan posisinya. Di rumah itu, hanya Deisy yang merupakan orang asing. 

“Iya, Mbak. Saya juga yakin kalau Mas Leo mencintai saya. Dia mengorbankan segalanya untuk menikahi saya.”

Leonardi Prasesa, pria yang ia kenal sebagai kakak tingkat di kampus. Pertemuan mereka benar-benar tak disengaja. Tapi Leo berhasil membuat Deisy jatuh cinta. Semua sikapnya membuat Deisy luluh. Fakta bahwa pria itu romantis, perhatian, tidak banyak menuntut. Satu-satunya hal buruk dari Leo adalah punya keluarga yang seperti ini. Keluarga yang membuat Deisy tertekan sebab belum bisa mengandung. 

Sudah pukul 11.30 malam. Deisy menunggu di ruang tamu sambil menyalakan televisi dengan volume minimum. Ia mendengar suara pintu terbuka dan langsung menyambut pria itu. Memeluknya dengan hangat.

“Sibuk ya, Mas? Pasti kamu capek banget.”ucapnya sambil menaruh kemeja Leo di lemari.

“Iya, sayang. Tadi sibuk banget makanya aku lembur.”

“Jangan bekerja sampai diforsir gitu. Aku akan sedih kalau kamu sakit.”

Leo memeluknya erat. Seakan memberi Deisy nafas baru. Cuma dia yang tetap disisinya. Dan Deisy tidak masalah jika harus menderita. Asal jangan Leo yang membuatnya begitu. 

“Oh, ya sayang. Aku harus ngomong sesuatu.”ucap Deisy sambil menatap mata Leo dalam. Leo menyanggupi sambil duduk di atas kasur. Mereka berdua duduk dengan saling memandang satu sama lain. Deisy menggenggam tangannya. Dia menarik nafas panjang sebelum bicara.

“Mas, aku memutuskan untuk resign.”

“Dei, jangan begini. Pasti gara-gara mama khan? Aku gak mau kamu berkorban sampai sejauh itu. Aku akan bicara sama mama. Dia gak berhak mengatur kita.”

“Mas–bukan gara-gara mereka.”seru Deisy sambil menggigit bibirnya. “Aku sudah membuat keputusan. Ini akan jadi yang terbaik untuk kita. Aku beneran mau fokus sama program kehamilan.”

“Kamu yakin?”tanya Leo memastikan.

Deisy mengangguk. Pria itu memeluknya erat. Ya, ini adalah pilihan yang terbaik. Selagi untuk kebahagiaan suaminya, Deisy akan melakukan apa saja. Ia benar-benar akan fokus pada hal itu.



Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status