Masih pagi, Bu Risa sudah marah-marah. Ia berhasil membuat rumah ini seperti neraka. Ia melampiaskan kemarahan kepada semua orang. Baik Deisy, Icha maupun Mbak Gina ikut kena getahnya.
“Cha, mama kenapa sih? Cuma gara-gara udang, dia marah sampai segitunya.”ucap Deisy mendengus kesal. Ia sibuk merangkai bunga untuk ditaruh di tiap ruangan.
“Kemarin dia menjenguk papa. Papa marah gara-gara dia beli mobil baru.”ucap Icha menjelaskan. Oh, jadi ini masalah dengan Pak Amran. Pak Amran sudah lama sakit. Ia tak bisa keluar dari rumah sakit. Ya, dia memutuskan tetap disana untuk memperpanjang usianya.
Tiba-tiba Bu Risa keluar dari kamarnya. Membuat suasana menjadi suram kembali. Ia mencari seseorang tapi tak menemukannya. “Mbak Gina mana?”
“Ah, lagi pergi belanja, ma. Mama butuh apa?”tanya Deisy ramah.
“Ya, kamu saja Deisy. Mama lagi pengen makan Soto Makassar. Tolong kamu masakin ya.”
“Ah, baik, ma.”
Deisy gak nyangka kalau itu awal dari petaka. Sejak saat itu, Bu Risa sering menyuruhnya melakukan ini dan itu. Sebab ingin jadi menantu yang baik, Deisy melakukannya. Berkali-kali Mbak Gina merasa tidak enak hati, tapi Deisy mengatakan tidak masalah.
Sampai suatu ketika, ia mendengar percakapan Bu Risa dan Icha. Ia menguping saat sedang memberikan kopi hangat beserta goreng pisang untuk mereka berdua.
“Ma, apa gak salah nyuruh Kak Deisy ngerjain ini dan itu? Kalau Mas Leo tahu, dia bisa marah.”“Ya kamu gak usah ngomong. Mama kesal sama dia. Walau sudah resign, dia tetap sok hebat. Padahal belum bisa mengandung. Apa dia mandul?”
“Hush, enggak dong ma. Mereka sudah ke dokter, katanya gak ada masalah kok.”
“Baguslah. Tapi mama pengen ngasih dia pelajaran. Sudah dua tahun lebih mama suruh dia resign, tapi baru sekarang dia melakukannya. Dia hanya menyusahkan.”
“Iya sih, Ma. Icha juga merasa gitu. Padahal kalau resign dari dua tahun lalu, mereka pasti sudah punya anak.”
“Betul. Makanya mama mau balas dendam. Biar dia tahu rasa.”“Hahahaha…..”
Kian hari, semakin besar rasa sakit di hati Deisy. Ia menarik nafas beberapa kali dan menghembuskannya. Ia kembali ke kamar dan menangis dengan terisak-isak. Hatinya hancur dibuat keluarganya sendiri. Kenapa mereka begitu kejam?
Deisy gak pernah membayangkan kalau pernikahan akan sebegininya. Tapi dia selalu mendapat petuah dari orang disekitarnya kalau kekejaman ibu mertua adalah hal yang wajar. Bahwa bukan dirinya saja yang mengalami itu. Bahkan Rahma pernah berpesan kalau menikah artinya siap menerima resiko itu.
Ia mengusap air matanya saat teriakan dari Bu Risa terdengar sampai ke kamarnya. Ia turun ke lantai 1 untuk menemui wanita itu.
“Deisy! Kamu beneran udah gila? Tadi kan mama bilang bawain ke kamar. Kenapa ditaruh disini? Buburnya sudah keburu dingin.”omelnya melihat makanan itu ditaruh di meja makan.
“Astaga, Ma. Aku beneran lupa. Aku panasin bentar ya ma.”
“Gak usah. Mama udah gak berselera. Kamu kerjaannya gak becus. Kamu sebegitunya bekerja di luar sana sampai pekerjaan rumah tangga aja bikin kamu kagok.”ucap Bu Risa marah. “Icha, temenin mama makan diluar. Rumah ini benar-benar bikin sesak.”“Ah, iya, Ma.”
Bu Risa dan Icha pergi dengan wajah sinis kepada Deisy. Deisy menarik nafas panjang. Ia merapikan dapur bekas membuat bubur. Padahal bubur itu dibuat untuk Bu Risa. Tapi dia seakan tidak menghargainya.
“Astaga, Ibu. Biar saya saja.”
“Enggak apa-apa, Mbak. Saya bantu sedikit.”tolak Deisy.“Ah, sifat Bu Risa gak pernah berubah. Padahal Bu Deisy menantunya sendiri. Saya benar-benar gak habis pikir. Pokoknya, Bu Deisy harus sabar.”
“Iya, Mbak. Terima kasih.”
Setelah selesai dengan dapur, Deisy merebahkan badannya di kasur. Apa ini efek yang harus diterima setelah resign? Semua orang jadi menyepelekannya? Betapa menyesalnya Deisy mau tinggal di rumah ini. Harusnya dia menolak waktu Leo mengajaknya untuk pertama kali. Ya, seharusnya dia bisa membujuk pria itu untuk tinggal terpisah.Ia kepikiran untuk menelpon Lilis. Sepertinya, Lilis satu-satunya tempat untuk mengadu. Setidaknya perempuan itu bisa membuatnya lupa sejenak dengan kejadian tadi.
“Dei, ini gak bisa dibiarkan. Kamu harus ngomong sama Mas Leo. Meskipun itu keluarganya, tapi mereka sudah keterlaluan.”seru Lilis setelah Deisy menceritakan semua yang dialaminya. Tentu bikin Lilis kaget. Bukannya bahagia, pernikahan itu justru menjerumuskan Deisy kepada hidup yang penuh penderitaan.
“Apa iya? Atau aku saja yang terlalu manja?”
“Nggak. Itu sudah keterlaluan, Dei. Kamu ngomong sekarang aja. Jangan di rumah karena itu bisa bikin tambah rumit. Kamu mending ke kantornya. Ceritain semuanya.”
Deisy memutuskan untuk mengikuti saran Lilis. Ya, sudah hampir sebulan ia merasa sangat tersiksa. Diperlakukan seperti pembantu di rumah ini. Masih mending kalau cuma itu, mereka juga bergunjing diam-diam. Kalau dipikir-pikir, kelakuan mereka sangat kejam.
“Mbak Gina, tolong bungkus makanan ya. Saya mau ke kantornya Mas Leo.”ucap Deisy. Mbak Gina segera membungkus makanan itu. Menu makan siang yang tentu saja enak.
Tiba di kantornya Leo, ia langsung ke ruangan direktur. Tapi ia tak menemukan siapa-siapa disana.
“Ada apa Bu Deisy?”tanya sekretarisnya yang terlihat sangat sibuk. Bahkan perempuan itu gak menyadari kedatangan Deisy.
“Suami saya dimana ya?”
“Ah, sebentar ya.”ucap perempuan itu ramah. Setelah mengecek di bukunya, ia memberikan jawaban. Leo sedang pertemuan dengan klien di Hotel Sinar Bintang. Lokasinya tidak jauh dari kantor.“Ah, terima kasih. Saya akan langsung pulang karena memang tadinya mau nganter makan siang.”
“Baik, Bu Deisy.”
Niat hati Deisy mau pulang, tapi ia berubah pikiran. Siapa tahu bisa ketemu Leo. Ia memutuskan untuk ke Hotel Sinar Bintang. Hanya dengan jalan kaki, ia sudah sampai di tempat itu. Ia mencari sosok Leo tapi tak kunjung menemukannya. Sampai saat lift itu berhenti, ia melihat Leo bersama seorang wanita. Awalnya, ia mengira itu hanya kolega di tempat kerja. Tapi mereka terlalu mencurigakan. Wanita itu tersenyum pada Leo dengan cara yang berbeda. Seakan hubungan di antara mereka begitu spesial. Mereka keluar dari Hotel Sinar Bintang. Dan Deisy mengikutinya.
Ah, tidak seharusnya begini. Deisy sangat yakin kalau Leo bukan pria yang seperti itu. Gak mungkin dia berani bermain di belakangnya. Tapi naluri memaksa Deisy untuk terus mengikuti. Mereka berjalan ke sebuah restoran.
“Ya, mereka hanya makan siang. Tapi bagaimana kalau tidak?”pikir Deisy dengan pikirannya yang kemana-mana. Ia memutuskan untuk masuk ke restoran itu. Duduk di tempat yang masih bisa mengawasi mereka. Deisy membelakangi mereka tapi masih bisa mendengar perkataannya dengan baik.
“Sayang, kamu mau makan apa?”
Kalimat yang terdengar begitu menusuk. Seperti sebilah pisau yang menghunus jantung. Deisy seketika gemetar.
“Hmm, aku akan makan yang kamu makan.”
“Serius? Nanti kamu nyesel loh.”
“Gak bakal. Aku suka apa yang kamu suka.”
“Kalau gitu, kita pesan makanan kesukaanku. Rib Eye Steak.”kata Leo. Wanita itu mengangguk sambil tersenyum lebar. Deisy melihat dengan jelas bagaimana Leo memperlakukannya seperti ratu. Bagaimana bisa itu terjadi? Bukankah Deisy seorang yang dicintai Leo? Lalu kenapa ada wanita itu?
Deisy memukul dadanya yang semakin sesak. Ia memutuskan untuk keluar dari restoran itu. Ia tidak akan kuat melihatnya. Melihat Leo menikmati makanan kesukaannya dengan wanita lain. Bahkan Leo mengusap wajah wanita itu biar tidak berkeringat. Pemandangan itu seperti mimpi buruk bagi Deisy. Dan akan lebih baik jika itu memang mimpi buruk.
Waktu berjalan begitu cepat. Banyak masalah yang terjadi di Kediaman Prasesa. Dengan konkret, wanita itu menunjukkan kecemburuannya kepada Deisy. Meski awalnya ditutupi, dia semakin jelas menyatakan hal itu. Berbeda dengan Rindi, Deisy melakukan banyak hal yang lebih bermanfaat. Ia sering ikut acara kantor untuk menunjukkan eksistensinya. Dia juga sering mengunjungi Pak Amran di rumah sakit. Deisy semakin hari semakin percaya diri. Dia seperti wanita independen yang ada di sisi Leonardi Prasesa.Semua berlalu seperti hembusan angin. Sampai pada kelahiran dua anak di Keluarga Prasesa. Deisy melahirkan anak laki-laki, sedangkan Rindi melahirkan anak perempuan. Secara tersirat, Deisy lebih diuntungkan dalam hal ini. Anak laki-laki nantinya akan jadi pewaris Prasesa Group. Anak laki-laki Deisy diberi nama Alkan Prasesa. Sedang anak perempuan Rindi diberi nama Mutiara Senja Pradina. Secara kekeluargaan, anak itu tidak akan masuk ke dalam kartu keluarga. Dan hal itu memicu permasalahan lag
Bu Risa merasakan ketegangan di lehernya. Melihat dua wanita hamil di rumah ini berhasil bikin dia stress. Sebab sudah terbiasa dengan Rindi, ia harus beradaptasi lagi dengan kehadiran Deisy. “Ini wedang jahe nya, Bu.”ucap Mbak Gina sambil menaruh minuman itu di atas meja makan. Bu Risa duduk dengan wajah lesu.“Mbak, saya pusing sekali. Harus bagaimana dengan Deisy dan Rindi. Kata Deisy, saya harus hati-hati kalau pergi sama Rindi. Takut ada yang lihat dan berpikir saya punya menantu lagi.”ujar Bu Risa.“Benar kata Bu Deisy. Bu Deisy pasti gak mau ibu kena marah sama Pak Amran. Kalau ada berita di media, Pak Amran pasti langsung tahu.”balas Mbak Gina.Setelah dipikir-pikir, benar juga kata Gina. Dunia tahu kalau Bu Risa hanya punya satu menantu. Mengantar wanita asing ke rumah sakit sama saja dengan bunuh diri. Argh, mulai sekarang, Bu Risa harus berhenti mengantar wanita itu. Dia tidak mau mengambil resiko.“Kamu benar juga, Mbak.”“Selamat siang semuanya!”sapa Deisy yang baru saja
Satu bulan berlalu. Banyak yang berubah dengan rumah itu. Beberapa lukisan di pindahkan bahkan diganti. Di halaman depan, banyak jenis bunga baru yang ditanam. Bahkan dibuat taman kecil khusus untuk anak-anak. Wah, begitu banyak yang berubah. Sebelum ke rumah, ia melipir ke Kebun Strawberry. Selain strawberry, ada beberapa buah yang ditanam disana. Ternyata wanita itu membuat perubahan besar dalam satu bulan. Dia begitu hebat sampai bikin Deisy kelu. Sangat luar biasa.Lalu ia berjalan menuju rumah. Ia tersenyum saat melihat perempuan itu berjalan ke arahnya. Mbak Gina.“Ibu, saya kira kemana. Kata Pak Tino sudah sampai, tapi kok gak masuk rumah. Ibu sehat kan?”tanya Mbak Gina bersemangat.“Sehat, Mbak. Mbak Gina sehat juga kan?”“Iya, Bu. Tapi beneran, ibu makin cantik.”godanya sambil tertawa. Deisy senang menerima pujian itu. Dalam satu bulan itu, ia melakukan banyak hal. Menata hatinya sedemikian rupa. Biar cinta tak membunuhnya perlahan. Perutnya yang membesar membuatnya selalu
Tidak tahan lagi. Beberapa kali Deisy menyadari kepergian Leo. Pria itu lebih memilih tidur bersama wanita itu. Meski perhatiannya belum luntur, ia tetaplah seorang pengkhianat. Dia membuat Deisy menangis di balik selimutnya. Sungguh, ia tidak tahan dengan semua ini. Lebih baik pisah daripada menahan sakit. Apa ini balasan untuk perbuatannya? Apa ini balasan untuk kebohongannya? Untuk bayi yang ia sebut sebagai anak Leo padahal tidak? Dalam waktu-waktu yang dilewatinya, dia makin putus asa. Menyalahkan diri sendiri untuk tiap hal yang terjadi. Tidak. Dia tidak boleh menyalahkan diri sendiri. Bagaimanapun juga, Leo selingkuh sebelum ia tidur dengan pria asing itu. Ia melakukan kesalahan itu karena Leo. Leo adalah pihak yang harus disalahkan. Sebab tak bisa tidur, ia turun ke lantai 1. Sekedar minum atau menikmati buah yang ada di kulkas. Saat hendak naik ke lantai 2, ia mendengar suara tawa dari kamar itu. Kamar tempat Leo dan Rindi sedang bersama. Demi Tuhan, ia tak bisa menahan t
Mungkinkah langit punya dua matahari? Jawabannya tidak mungkin. Tapi ketidakmungkinan itu kini terjadi. Wanita bernama Rindi itu menjadi bagian dari keluarga Prasesa. Meski cuma sebagai wanita simpanan, ia terlihat sangat bahagia. Mungkin karena lepas dari kemiskinan dan kemalangan. Atau karena berhasil masuk ke rumah ini? Hanya dia dan Tuhan yang tahu. Hari itu, Deisy dan Rindi berkenalan secara langsung. Masih dengan wajah penuh penyesalan, Leo begitu memohon kepada Deisy. Memohon agar bisa menerima semua ini. Rindi diberikan kamar yang berada di lantai 1. Tentu saja, dia tidak sekamar dengan Leo. Tapi Leo selalu mengambil kesempatan untuk bertemu dengannya. Secara sembunyi-sembunyi, Leo menunjukkan kedekatannya kepada wanita itu. Membuat Deisy makin memanas. Ia masih memendam semua itu, sampai suatu hari, Rindi menunjukkan kelasnya. Saat wanita itu sedang berkutat di Kebun Strawberry. Dan kebetulan, Deisy hendak mengambil buahnya untuk dibuat selai oleh Mbak Gina. “Saya masih g
Mereka tiba di tempat itu. Bu Risa membawa buket bunga untuk Pak Amran. Sedang Leo sibuk dalam kecemasan sambil menarik nafas panjang. Ia mengetuk pintu lalu masuk. Pak Amran sudah menunggu sambil duduk di sofa. Tentu dengan tangan yang masih terhubung dengan infus. Bu Risa dan Leo duduk dengan rasa cemas yang berkepanjangan. Dalam waktu singkat, Leo menerima lemparan kotak tisu yang terbuat dari besi ringan. Dan itu membuat pelipisnya berdarah. “Pa, udah gila atau gimana?”teriak Bu Risa marah. “Aku gak apa-apa, Ma.”ucap Leo sambil mengusap darah itu. Dia menahan rasa sakit itu. Pak Amran memang luar biasa kalau sedang marah. Tapi kalau berada di mood yang baik, dia bisa melakukan hal yang tak diduga. Semacam membelikan apartemen untuk anaknya dan lain sebagainya. “Aku tahu papa marah. Aku juga pantas menerima hukuman yang papa kasih barusan. Aku minta maaf, pa.” “Kamu mau apa sekarang? Kamu punya anak bersama wanita lain dan Deisy juga lagi hamil. Kamu benar-benar gila. Papa j