Share

Bab 3

Masih pagi, Bu Risa sudah marah-marah. Ia berhasil membuat rumah ini seperti neraka. Ia melampiaskan kemarahan kepada semua orang. Baik Deisy, Icha maupun Mbak Gina ikut kena getahnya. 

“Cha, mama kenapa sih? Cuma gara-gara udang, dia marah sampai segitunya.”ucap Deisy mendengus kesal. Ia sibuk merangkai bunga untuk ditaruh di tiap ruangan.

“Kemarin dia menjenguk papa. Papa marah gara-gara dia beli mobil baru.”ucap Icha menjelaskan. Oh, jadi ini masalah dengan Pak Amran. Pak Amran sudah lama sakit. Ia tak bisa keluar dari rumah sakit. Ya, dia memutuskan tetap disana untuk memperpanjang usianya. 

Tiba-tiba Bu Risa keluar dari kamarnya. Membuat suasana menjadi suram kembali. Ia mencari seseorang tapi tak menemukannya. “Mbak Gina mana?”

“Ah, lagi pergi belanja, ma. Mama butuh apa?”tanya Deisy ramah.

“Ya, kamu saja Deisy. Mama lagi pengen makan Soto Makassar. Tolong kamu masakin ya.”

“Ah, baik, ma.”

Deisy gak nyangka kalau itu awal dari petaka. Sejak saat itu, Bu Risa sering menyuruhnya melakukan ini dan itu. Sebab ingin jadi menantu yang baik, Deisy melakukannya. Berkali-kali Mbak Gina merasa tidak enak hati, tapi Deisy mengatakan tidak masalah. 

Sampai suatu ketika, ia mendengar percakapan Bu Risa dan Icha. Ia menguping saat sedang memberikan kopi hangat beserta goreng pisang untuk mereka berdua. 

“Ma, apa gak salah nyuruh Kak Deisy ngerjain ini dan itu? Kalau Mas Leo tahu, dia bisa marah.”

“Ya kamu gak usah ngomong. Mama kesal sama dia. Walau sudah resign, dia tetap sok hebat. Padahal belum bisa mengandung. Apa dia mandul?”

“Hush, enggak dong ma. Mereka sudah ke dokter, katanya gak ada masalah kok.”

“Baguslah. Tapi mama pengen ngasih dia pelajaran. Sudah dua tahun lebih mama suruh dia resign, tapi baru sekarang dia melakukannya. Dia hanya menyusahkan.”

“Iya sih, Ma. Icha juga merasa gitu. Padahal kalau resign dari dua tahun lalu, mereka pasti sudah punya anak.”

“Betul. Makanya mama mau balas dendam. Biar dia tahu rasa.”

“Hahahaha…..”

Kian hari, semakin besar rasa sakit di hati Deisy. Ia menarik nafas beberapa kali dan menghembuskannya. Ia kembali ke kamar dan menangis dengan terisak-isak. Hatinya hancur dibuat keluarganya sendiri. Kenapa mereka begitu kejam? 

Deisy gak pernah membayangkan kalau pernikahan akan sebegininya. Tapi dia selalu mendapat petuah dari orang disekitarnya kalau kekejaman ibu mertua adalah hal yang wajar. Bahwa bukan dirinya saja yang mengalami itu. Bahkan Rahma pernah berpesan kalau menikah artinya siap menerima resiko itu.

Ia mengusap air matanya saat teriakan dari Bu Risa terdengar sampai ke kamarnya. Ia turun ke lantai 1 untuk menemui wanita itu. 

“Deisy! Kamu beneran udah gila? Tadi kan mama bilang bawain ke kamar. Kenapa ditaruh disini? Buburnya sudah keburu dingin.”omelnya melihat makanan itu ditaruh di meja makan. 

“Astaga, Ma. Aku beneran lupa. Aku panasin bentar ya ma.”

“Gak usah. Mama udah gak berselera. Kamu kerjaannya gak becus. Kamu sebegitunya bekerja di luar sana sampai pekerjaan rumah tangga aja bikin kamu kagok.”ucap Bu Risa marah. “Icha, temenin mama makan diluar. Rumah ini benar-benar bikin sesak.”

“Ah, iya, Ma.”

Bu Risa dan Icha pergi dengan wajah sinis kepada Deisy. Deisy menarik nafas panjang. Ia merapikan dapur bekas membuat bubur. Padahal bubur itu dibuat untuk Bu Risa. Tapi dia seakan tidak menghargainya. 

“Astaga, Ibu. Biar saya saja.”

“Enggak apa-apa, Mbak. Saya bantu sedikit.”tolak Deisy.

“Ah, sifat Bu Risa gak pernah berubah. Padahal Bu Deisy menantunya sendiri. Saya benar-benar gak habis pikir. Pokoknya, Bu Deisy harus sabar.”

“Iya, Mbak. Terima kasih.”

Setelah selesai dengan dapur, Deisy merebahkan badannya di kasur. Apa ini efek yang harus diterima setelah resign? Semua orang jadi menyepelekannya? Betapa menyesalnya Deisy mau tinggal di rumah ini. Harusnya dia menolak waktu Leo mengajaknya untuk pertama kali. Ya, seharusnya dia bisa membujuk pria itu untuk tinggal terpisah. 

Ia kepikiran untuk menelpon Lilis. Sepertinya, Lilis satu-satunya tempat untuk mengadu. Setidaknya perempuan itu bisa membuatnya lupa sejenak dengan kejadian tadi.

“Dei, ini gak bisa dibiarkan. Kamu harus ngomong sama Mas Leo. Meskipun itu keluarganya, tapi mereka sudah keterlaluan.”seru Lilis setelah Deisy menceritakan semua yang dialaminya. Tentu bikin Lilis kaget. Bukannya bahagia, pernikahan itu justru menjerumuskan Deisy kepada hidup yang penuh penderitaan.

“Apa iya? Atau aku saja yang terlalu manja?”

“Nggak. Itu sudah keterlaluan, Dei. Kamu ngomong sekarang aja. Jangan di rumah karena itu bisa bikin tambah rumit. Kamu mending ke kantornya. Ceritain semuanya.”

Deisy memutuskan untuk mengikuti saran Lilis. Ya, sudah hampir sebulan ia merasa sangat tersiksa. Diperlakukan seperti pembantu di rumah ini. Masih mending kalau cuma itu, mereka juga bergunjing diam-diam. Kalau dipikir-pikir, kelakuan mereka sangat kejam. 

“Mbak Gina, tolong bungkus makanan ya. Saya mau ke kantornya Mas Leo.”ucap Deisy. Mbak Gina segera membungkus makanan itu. Menu makan siang yang tentu  saja enak. 

Tiba di kantornya Leo, ia langsung ke ruangan direktur. Tapi ia tak menemukan siapa-siapa disana. 

“Ada apa Bu Deisy?”tanya sekretarisnya yang terlihat sangat sibuk. Bahkan perempuan itu gak menyadari kedatangan Deisy. 

“Suami saya dimana ya?”

“Ah, sebentar ya.”ucap perempuan itu ramah. Setelah mengecek di bukunya, ia memberikan jawaban. Leo sedang pertemuan dengan klien di Hotel Sinar Bintang. Lokasinya tidak jauh dari kantor. 

“Ah, terima kasih. Saya akan langsung pulang karena memang tadinya mau nganter makan siang.”

“Baik, Bu Deisy.”

Niat hati Deisy mau pulang, tapi ia berubah pikiran. Siapa tahu bisa ketemu Leo. Ia memutuskan untuk ke Hotel Sinar Bintang. Hanya dengan jalan kaki, ia sudah sampai di tempat itu. Ia mencari sosok Leo tapi tak kunjung menemukannya. Sampai saat lift itu berhenti, ia melihat Leo bersama seorang wanita. Awalnya, ia mengira itu hanya kolega di tempat kerja. Tapi mereka terlalu mencurigakan. Wanita itu tersenyum pada Leo dengan cara yang berbeda. Seakan hubungan di antara mereka begitu spesial. Mereka keluar dari Hotel Sinar Bintang. Dan Deisy mengikutinya. 

Ah, tidak seharusnya begini. Deisy sangat yakin kalau Leo bukan pria yang seperti itu. Gak mungkin dia berani bermain di belakangnya. Tapi naluri memaksa Deisy untuk terus mengikuti. Mereka berjalan ke sebuah restoran. 

“Ya, mereka hanya makan siang. Tapi bagaimana kalau tidak?”pikir Deisy dengan pikirannya yang kemana-mana. Ia memutuskan untuk masuk ke restoran itu. Duduk di tempat yang masih bisa mengawasi mereka. Deisy membelakangi mereka tapi masih bisa mendengar perkataannya dengan baik.

“Sayang, kamu mau makan apa?”

Kalimat yang terdengar begitu menusuk. Seperti sebilah pisau yang menghunus jantung. Deisy seketika gemetar. 

“Hmm, aku akan makan yang kamu makan.”

“Serius? Nanti kamu nyesel loh.”

“Gak bakal. Aku suka apa yang kamu suka.”

“Kalau gitu, kita pesan makanan kesukaanku. Rib Eye Steak.”kata Leo. Wanita itu mengangguk sambil tersenyum lebar. Deisy melihat dengan jelas bagaimana Leo memperlakukannya seperti ratu. Bagaimana bisa itu terjadi? Bukankah Deisy seorang yang dicintai Leo? Lalu kenapa ada wanita itu?

Deisy memukul dadanya yang semakin sesak. Ia memutuskan untuk keluar dari restoran itu. Ia tidak akan kuat melihatnya. Melihat Leo menikmati makanan kesukaannya dengan wanita lain. Bahkan Leo mengusap wajah wanita itu biar tidak berkeringat. Pemandangan itu seperti mimpi buruk bagi Deisy. Dan akan lebih baik jika itu memang mimpi buruk.



Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status