Beranda / Lainnya / Jeruji Tanah Anarki / 4. Sedekat itukah?

Share

4. Sedekat itukah?

Penulis: Maula Faza
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-22 15:52:15

“Hukum Zanwan memang tegas. Namun, juga keterlaluan!” Seseorang dari jeruji lain menimpali.

Bailey terus berjalan tanpa menoleh ke kanan kiri.

“Mau bagaimana lagi? Memasukkan toleransi dan sedikit hati ke dalam hukum Zanwan bagaikan mengharap oasis di padang pasir.” Lagi, seorang pria bersua dari balik jeruji yang baru saja dilalui Bailey, Shaw, Kakek, dan Nenek.

“Benar. Itu pun jika mungkin. Para cecunguk itu tentu tidak akan tinggal diam,” sahut tahanan yang lain.

Semua tahanan di lorong ini adalah lelaki. Sel tahanan bagi perempuan terpisah guna mencegah hal yang tidak diinginkan. Ada juga penjaga dan pengawal wanita, tetapi jumlahnya masih sebatas hitungan jari. Sedikit sekali.

Bailey mengeratkan pegangan tangannya, menaiki tangga dengan hati-hati. Kakek Shaw kembali berjalan ke depan, membukakan pintu. Mereka melewati lusinan sel yang berjajar di kanan kiri sampai di ujung pintu utama dungeon.

“Pergilah ke tempat Dokter Edvard. Katakan padanya untuk datang ke rumah Tuan Spencer Porter saat ini juga!” titah Bailey pada prajurit penjaga di luar pintu dungeon yang kemudian mengangguk dan salah satunya bergegas pergi.

Bailey melanjutkan langkah, menuju rumah Spencer. Ia tidak bisa membawa Shaw ke tempat tinggalnya, khawatir akan mendatangkan amukan ayahnya. Maka dari itu, Bailey memilih membawa Shaw ke rumah Spencer yang juga merupakan tempat tinggal Shaw. Meski akan lebih lama untuk Shaw mendapat pengobatan, tetapi setidaknya lebih aman daripada membawa Shaw ke tempat tinggalnya.

Mereka melewati jalanan setapak hutan rindang, cukup jauh untuk sampai ke perumahan penduduk, tetapi tidak terlalu jauh ke rumah Spencer karena rumah mereka terletak di pedalaman hutan; memisahkan diri dari keramaian.

“Bertahanlah, Shaw! Tetaplah bernapas! Tetaplah bersama suaraku!” Bailey gusar, mempercepat langkah.

Di mansion Hunt, Ascal sedang di teras, memandang hamparan rumput dan bunga-bunga.

“Jadi, putraku membebaskan Shaw?” ucap Ascal, berdiri dengan setelan jas hitam, menautkan kedua tangan di belakang. Ia sudah mendengar perihal kepergian Bailey pagi buta tadi.

Di belakang samping kiri Ascal, berdiri Alton dan tiga anak buahnya.

“Benar, Tuan,” sahut Alton.

“Bailey nampaknya semakin menunjukkan posisi dan kuasanya.” Ascal tidak menunjukkan ekspresi, bahkan dalam nada suaranya.

Alton mengangguk kecil. “Bukankah itu sesuatu yang bagus?”

“Tapi ....” Seseorang yang berdiri di belakang samping kanan Ascal membuka suara. Itu Dokter Edvard Eidem. “Tuan Muda masih terlalu belia untuk bersikap seperti itu. Perkembangannya terlalu pesat. Dia menguasai semua yang dipelajari dalam waktu singkat. Saya khawatir akan bagaimana dirinya saat dewasa nanti jika di usia sebelia itu pun sudah bersikap demikian.”

Ascal masih dengan tenangnya memandang halaman di depan mata. Benaknya tertuju pada Bailey yang menjadi pusat perhatian para petinggi desa akhir-akhir ini.

Benar, Bailey masih muda. Ada banyak hal yang terlewat oleh Ascal mengenai pertumbuhan dan perkembangan putranya itu. Satu atap tidak menjadikan mereka dekat selayaknya ayah dan anak.

Sesaat kemudian, perhatian Ascal teralih pada derap langkah cepat dari arah kiri. Langkah sang prajurit dungeon. Walau begitu, pandangan Ascal tetap lurus ke depan.

“Saya membawa pesan Tuan Muda Bailey untuk Dokter Edvard,” ujar sang prajurit dungeon seraya menundukkan kepala. Ia dari klinik Edvard. Asisten Edvard mengatakan Edvard pergi ke mansion Hunt untuk jadwal periksa rutin kesehatan Ascal.

Singkat ucapan mengundang tanya hingga semua menoleh pada sang prajurit termasuk Ascal.

Edvard mengernyit. “Katakan!”

“Katakan pada Dokter Edvard untuk datang ke rumah Tuan Spencer Porter saat ini juga. Itu adalah pesannya.”

Usai menyampaikan pesan, sang prajurit berkomat-kamit dalam hati, berharap tidak akan mendapat masalah atas pesan yang ia bawa.

Lagi, Edvard mengernyit, menatap tanya akan gerangan apa yang membuat Tuan Muda memangganggilnya ke kediaman Spencer. Namun, ia segera teringat perihal Shaw yang dibicarakan barusan. Ia pun pamit undur diri.

“Semoga tidak ada masalah setelah ini,” gumam Edvard, menunggangi kuda dan memacunya keluar pekarangan mansion Hunt, melaju cepat melewati jalanan hingga perbatasan distrik Aloclya.

Di tempat lain, Bailey, Shaw, Kakek, dan Nenek baru tiba di halaman rumah.

“Silakan masuk, Tuan Muda.” Spencer menyingkir setelah membuka pintu rumah, membiarkan Bailey dan istrinya masuk terlebih dahulu.

Gracie Baker, nenek Shaw, langsung menuntun Bailey ke dapur. Ia menunjuk sebuah ranjang kayu di sana.

“Baring di sana dahulu, Tuan Muda.”

Gracie mengambil sebaskom kecil air dan handuk kecil untuk membersihkan luka Shaw sementara Spencer membantu Bailey membaringkan Shaw dengan posisi telungkup.

Kembali Gracie, pelan menggerakkan jemarinya, membersihkan darah di punggung Shaw. Tangannya gemetar. Matanya yang sudah berhenti meneteskan air mata pun kembali berembun, meringis melihat luka yang banyak dan dalam di punggung Shaw. Suaminya, Spencer, memperhatikan dalam duka, bergetar hati melihat Shaw terkulai dengan luka separah itu.

Bailey mundur beberapa langkah ke belakang. Tangannya mengepal mencengkeram ujung pakaian sembari menggigit sedikit bibir bawahnya, menahan diri agar tidak menangis. Sesekali ia menengok ke arah ruang depan, menggerutu dalam hati karena Edvard tidak kunjung datang.

Shaw yang terkejut menunjukkan tanda-tanda sadar. Tubuhnya berulang kali bergetar dan menegang, matanya terpejam erat. Sentuhan kecil pada kulitnya saja terasa menyakitkan, ditambah sapuan air pada luka-lukanya. Berulang kali ia mengerang dalam hati akan perih luar biasa yang dirasakannya.

Suara kuda terdengar dari luar rumah. Edvard akhirnya tiba.

“Baiklah, sampai.” Edvard turun dari kudanya.

Spencer pergi ke depan untuk membuka pintu, mendapati seorang pria muda mengenakan mantel abu-abu gelap sedang menalikan tali kuda pada tiang kecil di depan samping rumah. Spencer tersenyum ramah, membuka pintu lebar-lebar; mempersilakan Edvard masuk dan menuntunnya ke dapur.

“Oh, astaga!” Edvard memekik setibanya ia di dapur.

Gracie menoleh, lalu berdiri setelah selesai membersihkan luka Shaw; berlalu ke belakang. Sekarang terlihat jelas garis-garis cambuk di sana, merah menghitam terbuka. Beberapa memperlihatkan tulang punggung Shaw yang putih. Edvard sigap mendudukkan diri di samping Shaw, membuka kotak obat yang ia bawa. Tangannya lihai mengobati Shaw sepelan mungkin.

Hening, tidak ada lagi yang bersuara setelahnya.

Waktu terasa berjalan lambat sampai Edvard selesai mengobati Shaw.

“Lukanya harus dibersihkan dua kali sehari, jangan sampai terkena angin secara langsung terlebih dahulu, dan Shaw harus istirahat total.” Edvard memecah keheningan yang sempat menyelimuti mereka, menutup kotak obatnya, lalu berdiri.

“Mari minum, Dokter.” Gracie membawa nampan berisi beberapa gelas minum dan camilan ke ruang tamu.

Spencer pergi ke kamarnya, mengambil sesuatu. 

“Terima kasih, Nyonya, tetapi sepertinya saya akan langsung kembali ke klinik.

“Dokter ….” Spencer kembali dari kamarnya, membawa kantung berwarna krem berukuran sedang. Ia sodorkan kantung itu kepada Edvard. “Ini semua uang yang saya punya. Terima kasih telah mengobati Shaw. Kalau boleh tahu, berapa harga untuk mengobati Shaw? Kekurangannya akan saya usahakan bayar segera.”

Edvard bergeming, mematung sesaat menatap Spencer dan kantung yang disodorkan padanya. Terdengar olehnya gemerincing uang logam di dalam sana. Terenyuh ia oleh penuturan Spencer. Bagaimanapun, uang itu bahkan masih jauh dari kata cukup untuk membayar jasanya sekadar mengecek kondisi Shaw.

Sebagai seorang dokter lulusan universitas terkemuka di negeri luar, Edvard menjadi dokter elite di Zanwan. Pasiennya adalah para petinggi Zanwan beserta kerabat-kerabatnya. Hal itu pulalah yang menjadi satu dari sekian alasan Edvard direkrut sebagai dokter pribadi keluarga Hunt, pemimpin Zanwan.

Tidak seperti kebanyakan orang lain yang tinggal di kawasan elite di Zanwan, Edvard memiliki pola pikir yang berbeda semenjak ia melancong ke negeri jauh untuk belajar. Dari pengalamannya selama belajar di negeri lain, Edvard belajar tentang banyak hal yang tidak didapatkannya di Zanwan. Pola pikir dan perasaannya pun berubah seiring ilmu dan pengetahuan yang ia dapatkan.

Baru saja Edvard hendak membuka mulutnya, Bailey sudah bersuara.

“Tidak perlu, Kakek. Bayaran Dokter Edvard dan obatnya, aku yang menanggungnya.”

Bailey tersenyum hangat pada Spencer, lalu sekali lagi, untuk sesaat Edvard mematung. Amat jarang Edvard melihat Bailey tersenyum serekah itu dan mendengar bagaimana Bailey memanggil Spencer membuat Edvard tertegun.

“Sedekat itukah Tuan Muda dengan keluarga ini?” tanya Edvard dalam hati.

“Tapi ....” Spencer meragu, tidak enak hati pada Bailey, pun tidak ingin ada masalah apa pun yang menghampiri keluarganya di masa depan.

Raut muka Bailey berubah. Ia memasang wajah cemberut.

“Aku punya uang, Kakek, dan bukankah Kakek bilang kalau Kakek menganggapku seperti cucu sendiri? Biasanya Shaw yang membantu kalian, bekerja dan menghasilkan uang untuk kebutuhan sehari-hari. Nah, berhubung sekarang Shaw sedang terluka, biarkan aku menggantikannya.” Bailey melipat tangan dan menggelembungkan pipi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jeruji Tanah Anarki   104. Bailey dalam pengejaran

    Bailey tiba di bagian hutan dengan dominasi pepohonan berbatang putih yang ramping serta bertutul hitam. Jejak haki Shaw makin kuat, tetapi yang Bailey temukan sesampainya ia di pohon tujuan hanyalah kekosongan.Bailey turun dari kuda, memperhatikan tanah di sekitar pohon. Tapak yang bercetak di sana segera dikenalinya, hanya beberapa tapak, yang kemudian berakhir sekitar dua meter dari pohon.“Kau di mana, Shaw?” Bailey mendesis.Tiga orang misterius yang mengejar Bailey segera hadir dalam pikirannya, lalu kekhawatiran menyeruak. Sejenak Bailey mendongak dan memejam, melangitkan harap akan keadaan Shaw.Tugas adalah tugas. Bailey tahu Shaw akan menuntaskannya bagaimanapun jalannya, betapa sulit pun prosesnya. Satu-satunya yang kini tersisa pada terkaan Bailey hanyalah Shaw meneruskan perjalanan. Tentu ada pikiran lain, tetapi Bailey tidak memberinya panggung barang sedikit―terlalu buruk terkaan itu untuk ia pedulikan. Di atas semua itu, paling tidak perasaannya telah lapang, lepas da

  • Jeruji Tanah Anarki   103. Hutan seribu warna

    “Kalau aku meladeni mereka, ada kemungkinan orang-orang di dalam akan terpancing dan keluar. Aku belum tentu mampu hadapi mereka semua.” Bailey mulai berpikir. Atensinya terbagi banyak: pada sesosok di sisi kirinya yang menggenggam pedang, pada dua sosok di sisi kanan yang juga siap menerkamnya.Untuk sesaat, Bailey dan tiga sosok tidak bergerak; mereka saling menunggu pergerakan lawan.Dari balik topeng, mata Bailey melirik dedaunan di tanah, kemudian pepohonan di sekitar. Bailey ingat betapa rimbun pepohonan di kawasan tersebut. Dalam hitungan detik, Bailey mengaktifkan haki dengan cepat, membuka kaki untuk memasang kuda-kuda, dan mengangkat tangan seiring ia menyalurkan haki ke tanah yang menyebabkan dedaunan, butiran tanah, serta batu kerikil terangkat, beterbangan membentuk layaknya topan. Segera setelah itu Bailey membuka tangan ke arah berlawanan, kanan dan kiri. Dedaunan menerpa tiga sosok dalam sekejap, melahap mereka seperti badai ganas yang menggilas apa pun dengan rakus. P

  • Jeruji Tanah Anarki   102. Markas naga hibrid

    Kilau cahaya pohon dan jalan memandu Bailey ke kaki gunung sisi utara, melewati area yang Bailey datangi tempo lalu bersama Shaw dan yang lain pada malam operasi penambangan ilegal. Semak belukar lebih tinggi, lalu ketika Bailey sampai di timur, menuju belokan ke tenggara, kilau cahaya kemerahan berkelap-kelip di depan.Bailey segera menghentikan laju kudanya.“Profesor bilang warna lain selain hitam dan putih akan cenderung samar, tapi merah itu terlalu jelas,” gumam Bailey.Menggeser fokus tatapannya, Bailey menemukan lebih banyak siluet merah dengan haki yang menguar di dalam sebuah gua. Bailey mengamati sekitar lebih jeli. Terlihat oleh matanya dinding seperti kubah di atas.Bailey menyalurkan hakinya ke kuda, tetapi tetap menyamarkannya, kemudian membuat kuda berderap pelan dan santai. Sang kuda bagai berjalan di atas angin; tidak ada suara yang terdengar tiap kali kakinya memijak.Mendekati gua, Bailey turun dari kuda. Ia ikatkan tali kuda ke sebuah pohon, kemudian melanjutkan d

  • Jeruji Tanah Anarki   101. Monokrom

    Aaban mengangguk, kemudian beralih tatap pada prajurit yang tadi membawakan kuda.“Buka gerbangnya.”Sang prajurit mengangguk patuh, kemudian berlari menuju pos jaga di sisi salah satu gerbang. Model pos agak tinggi dari permukaan tanah, jadi, ia mendongak dan berseru pada prajurit yang berada di pos.“Buka gerbangnyaaaa!”Prajurit di pos segera menjalankan perintah. Engsel gerbang segera berbunyi, lalu gerbang berderit, perlahan terbuka seiring Bailey menunggangi kuda.“Hati-hati, Tuan Muda!” kata Aaban.Bailey mengangguk. “Aku pergi.”Prajurit yang berseru pada prajurit di gerbang menyingkir, kembali ke sisi Aaban. Bailey menghentak tali kuda, melewati gerbang begitu gerbang terbuka lebar.“Tuan Muda sangat berani dan cerdik,” celetuk prajurit di sisi Aaban. Ia memandangi kepergian Bailey dengan binar takjub di matanya.“Dia putra pemimpin Zanwan. Keberanian dan kecerdikan akan bagus untuk menjadi bagian dari dirinya,” kata Aaban sambil memandangi Bailey yang menjauh, membelah padan

  • Jeruji Tanah Anarki   100. Ancaman Jillian

    Matahari telah terbenam di ufuk barat. Malam telah bertakhta. Dinginnya udara menerpa Zanwan sedingin suasana di meja makan mansion Hunt.“Wilton, di mana Bailey?” Jillian bertanya.Piring-piring masih terisi, belum habis setengah hidangan di atasnya. Satu kursi di meja makan, kursi yang biasa diduduki Bailey, kini kosong. Wilton berdiri di belakang samping kursi tersebut.Pelayan mengatakan Bailey tidak ada di kamarnya beberapa saat lalu. Sebentar sebelum duduk ke kursinya, Jillian pun mengecek kamar Bailey, hanya menemukan ruangan kosong. Sampai Ascal tiba, Bailey belum juga muncul. Tak ayal Ascal memanggil Wilton.“Tuan Muda ….” Wilton bicara serupa suara bisikan di keramaian, nyaris tidak terdengar saking lirihnya.Jillian mengerjap. Ia melirik Wilton sambil makan. Wilton terus menunduk, bahkan tidak kunjung menyelesaikan bicaranya. Ascal berganti melontarkan tanya tanpa menoleh.“Wilton, di mana Bailey?”“Tuan Muda pergi ….” Wilton masih serupa anak kecil yang bersembunyi.“Wilto

  • Jeruji Tanah Anarki   99. Jawaban Bailey

    Bailey manggut-manggut. “Aku tidak mengira kalian akan mengajukan pertanyaan semacam itu, bahkan tidak mengira kalian akan pernah menghiraukan hal semacam itu. Terima kasih, kurasa.”Senyum terukir di hati Bailey. Sebuah kabar gembira bagai menggema di dalam dirinya. Begitu pula yang dirasakan Otto dan Milo. Bailey menyambut baik, tentu itu kabar besar yang membahagiakan. Sekali lagi, perkiraan mereka salah. Sepertinya Bailey tidak mendengar pembicaraan mereka di kelas atau mungkin mendengar, tetapi tidak mempermasalahkan, dan itu membuat kegembiraan mereka kian bertambah.“Sanjungan lebih pantas untukmu,” kata Milo.Bailey merespon itu dengan senyum kecil. Otto dan Milo mengerjap, segera berpikir apakah mereka salah lihat. Namun, mereka dapati bahwa mereka tidak salah lihat. Bailey memang tersenyum. Senyum itu, Bailey tujukan kepada mereka.“Aku mulai dari pertanyaan pertama, ya,” kata Bailey, kemudian menghirup udara sejenak.Otto dan Milo mengangguk dan memasang telinga baik-baik.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status