Tuhan, tolong bantu aku melupakan Moses, pintanya dalam hati. Aku sudah memilih Tommy dan akan teguh pada pilihanku sampai akhir….
Ketika ciuman itu berakhir, Tommy tersenyum bahagia. Dia dapat merasakan gadis ini telah memilihnya. Diraihnya jari tangan Jessica yang telah mengenakan cincin berlian pemberiannya. Diciuminya jari-jemari lentik itu lalu disentuhkannya ke pipinya sendiri.
“Sica, mulai sekarang kita tak terpisahkan lagi, ya,” ucapnya lirih. Gadis di depannya tersenyum dan mengangguk. Dia lalu duduk di pangkuan pemuda itu. Mulai sekarang aku akan mendekatkan diriku padamu, Tom, putusnya dalam hati. Akan kuselami perasaanmu padaku sehingga aku bisa mencintaimu kembali seperti dulu. Akan kupersembahkan hatiku ini hanya untukmu….
“Jadi kita nanti ketemu di mana, Sica? Sekitar jam setengah satu siang, ya?”“Iya. Apa kamu tahu restoran…?” tanya Jessica sembari menyebutkan nama tempat yang dimaksud.“Aku tahu tempat itu. Tapi biasanya ramai kalau jam makan siang,” sahut Melani kuatir. Ini pembicaraan yang penting dan sensitif. Masa enak membahasnya di tempat yang ada banyak orang? pikir gadis itu cemas. Takut juga kalau nanti ada orang yang mengenalnya mendengar tentang kehamilannya. Mau ditaruh di mana mukanya nanti!“Tommy sudah memesan tempat VIP di sana. Jadi jangan kuatir ada yang mendengar pembicaraan kita,” tandas Jessica tegas. Dia mengerti masalah yang akan mereka diskusikan ini sensitif sekali, terutama bagi si ibu
“Dia membenciku,” kata Melani setelah Tommy sudah tak kelihatan. Gadis itu merasa sedikit bersalah. Bagaimanapun juga kehamilannya ini adalah akibat perbuatannya sendiri. Meskipun ada unsur campur tangan mendiang Wanda, namun kalau dia tidak setuju melakukannya maka ibunda Tommy itu juga tak kuasa memaksanya. “Sudahlah, jangan pedulikan Tommy. Sikapnya memang begitu kalau sedang tak senang hati. Tapi percayalah, dia takkan ingkar janji. Sekarang kita makan, yuk,” ajak Jessica ramah. Diisinya piring kosong Melani dengan nasi, lauk, dan sayuran yang terhidang di meja. “Makan yang banyak ya, Mel. Karena sekarang asupanmu untuk dua orang, kan?” Melani mengangguk. Dia senang diperhatikan seperti ini. “Terima kasih, Sica,” ucapnya tulus. Lalu kedua gadis itu mulai menyantap hidangan dengan lahap.
Jessica tak mampu berkata-kata. Hatinya tertusuk oleh kata-kata tajam wanita di depannya. Sarah yang melihat gadis yang disukai Moses itu diam saja akhirnya melanjutkan ucapannya dengan nada lebih lunak, “Aku menguatirkan Moses, Jess. Dua hari ini dia tak bisa kuhubungi. Ponselnya tidak aktif. Kutelepon kantornya juga tak ada yang tahu dia berada di mana. Seakan-akan lenyap ditelan bumi. Padahal aku punya klien penting yang ingin melihat beberapa ruko yang dipasarkannya. Apa kamu tahu nomor ponselnya yang lain?”Lawan bicaranya tersentak. Moses menghilang? Sejak dua hari yang lalu? Bukankah itu hari terakhir mereka bertemu di rumah barunya? Rumah baru…. Oh, jangan-jangan….“Setahuku dia tidak punya nomor lain, Sar. Tapi akan kucoba membantumu. Aku akan mencarinya,” jawab Jessica.
Apa mungkin dia stres, ya? pikirnya galau. Tapi Moses kan sudah berpengalaman dalam hal hubungan asmara. Masa sampai frustasi gara-gara aku tidak memilihnya? Lagipula secara status, kami belum resmi berpacaran. Hanya…yah…teman yang sangat dekat dan istimewa….“Tom, sori aku nggak bisa ikut ke rumahmu. Cape banget badanku ini rasanya. Tolong kamu antar aku pulang aja, ya. Mau istirahat. Nggak apa-apa, kan?”Tommy menatap Jessica lekat-lekat. Ada sebuah firasat tidak enak yang dirasakannya sejak gadis itu berbicara serius dengan Sarah tadi pagi di depan kantor pengacara. Pun pemuda itu tak berani menanyakan apa yang diperbincangkan sampai kekasihnya itu memintanya menyingkir. Takut gadis yang dicintainya tersebut merasa tersinggung.
Hatinya ragu-ragu untuk masuk. Ini kamar laksana surga yang disiapkan Moses bagi mereka berdua. Gadis itu menutup mata dan menghela napas panjang. Dikuatkannya hatinya untuk membuka pintu.Jantungnya berdegup kencang. Lampu kamar menyala. AC-nya juga. Tercium bau kurang sedap yang campur aduk. Pandangannya lalu beralih pada lantai yang berantakan oleh kantung-kantung kresek, kotak-kotak makanan, dan berkaleng-kaleng bir di sana-sini. Di bagian tengah kamar tampak sesosok tubuh yang tidur meringkuk di atas sebuah kasur lipat berukuran 120x200 cm.Moses…, batin Jessica sedih. Dia masih memakai baju yang sama dengan dua hari yang lalu. Gadis itu melepaskan sepatu sandal yang dikenakannya dan diletakkannya di luar kamar. Kemudian dia melangkah masuk dan mendekati Moses. Sambil membungkuk, disentuhnya punggung
Sang gadis ragu-ragu sejenak. Dia akan segera menikah dengan Tommy dalam hitungan minggu. Masa pantas sekarang dia duduk di pangkuan laki-laki lain? “Sudahlah, nggak usah mikir macam-macam. Aku nggak akan ngapa-ngapain kamu, kok. Moses yang patah hati cuma ingin berdekatan dengan gadis yang menolak cintanya sebelum dia pergi meninggalkan kota ini.” Jessica ternganga. “Apa kamu bilang? Mau pergi ke mana?!” tanyanya histeris. Tiba-tiba ulu hatinya terasa sakit sekali. Separuh jiwanya seakan hilang. “Nanti kuberitahu,” jawab laki-laki itu penuh teka-teki. “Sekarang ayo duduk sini dan ceritakan semuanya. Aku tahu kamu menyimpan beban yang besar dalam hatimu. Luapkan saja sekarang. Nangis sampai air matamu habis juga nggak apa-apa.
Malam harinya Tommy berperang dengan perasaannya sendiri. Bingung akan menelepon kekasihnya atau tidak. Kalau menelepon dan diangkat, dia takut mendengar kebohongan dari mulut Jessica. Sebaliknya kalau tidak diangkat, hatinya akan semakin penasaran apa yang tengah dilakukan calon istrinya.Kalau dia memang menaruh hati pada Moses, kenapa bersedia menikah denganku? pikirnya tak terima. Apakah karena merasa kasihan padaku? Atau pada janin yang dikandung Melani? Atau karena sudah telanjur berjanji pada Mama untuk menjagaku?Berbagai prasangka berkecamuk dalam benak pemuda itu. Kepalanya terasa sakit sekali seperti mau pecah. Diambilnya obat sakit kepala yang biasa diminumnya. Ditelannya sebutir tablet dengan air putih. Biasanya hanya dalam waktu lima belas menit sakit kepalanya hilang. Pemuda itu lalu berbaring di atas tempat
Diletakkannya surat itu di atas lantai. Lalu dirapikannya seprai pada kasur lipat. “Selamat tinggal, Moses,” ucapnya lembut. Hatinya terasa ringan. Ditaruhnya surat di atas kasur.Gadis itu lalu bangkit berdiri. Pandangannya menerawang ke segenap penjuru ruangan. Menikmati surga untuk terakhir kalinya. “Selamat tinggal, Surga. Terima kasih buat momen yang indah semalam. Sekarang aku akan menjalani hidup pilihanku dan menciptakan surga yang baru.”Dengan hati lapang Jessica melangkah meninggalkan kamar tanpa menoleh lagi. Waktu sampai di teras rumah, dilihatnya carport sudah kosong. Tak terlihat mobil Moses. Setelah menghela napas panjang sejenak, gadis itu lalu membuka pagar dan melangkah masuk ke dalam mobilnya sendiri. Dinyalakannya mesin mobil. Beberapa saat kemudian Sigra putih itu