Cassie baru saja merebahkan bokong di kursi kerjanya, panggilan dari ruangan si bos membuatnya tak berkutik. Tidak mungkin untuk tidak memenuhi apa yang diinginkan lelaki itu, karena Bisma sekarang punya dua kedudukan dalam hidup Cassie.
Sebagai bos sekaligus calon suami.Cassie bangkit lalu dengan malas melangkah menuju ke ruang keramat tersebut. Bagaimana tidak malas, melihat wajah ganteng Bisma mungkin bisa menyegarkan otak, tetapi kalau kumat galaknya itu yang mana tahan.Ia mengetuk tiga kali, lalu masuk saat suara bariton itu memerintahkannya untuk masuk.“Duduk, Cassie!” perintah Bisma, tanpa melihat ke arah gadis di hadapannya.“Ada apa, Pak?” tanya Cassie yang kemudian harus menunggu sampai lelaki perfeksionis itu menyelesaikan pekerjaan yang ada di hadapannya. Baru beberapa hari Cassie menjadi pegawai magang di sana, lalu dua hari menyandang status calon istri Bisma, ia sudah hafal kelakuan lelaki itu.Bisma tidak akan pernah menunda atau meninggalkan pekerjaan yang sudah ia kerjakan. Sekali ia lakukan, maka harus sampai tuntas.Cassie nyaris kehilangan kesabaran saat akhirnya Bisma selesai dengan berkas-berkas yang harus ia tanda tangani. Lelaki itu menyingkirkan kertas dan map dari hadapannya, lalu mulai menyibukkan diri dengan gadis yang dalam waktu dekat akan menjadi istrinya.“Oke, jadi gini, Cassie.” Lelaki itu menjeda kalimatnya, membuat Cassie makin tak sabar. “Mama kamu sudah bilang sama kamu?”Cassie menggeleng.Memangnya tentang apa dan ke mana arah pembicaraan mereka? Cassie bahkan belum bicara dengan ayah dan ibunya. Biasa, lah ... ini dalam rangka ngambek karena keputusan sepihak dari kedua orang tuanya.“Memangnya ada apa, Pak? Apa ada masalah?” tanya Cassie, memastikan kalau semua baik-baik saja. Ia mau saja berharap kalau perjodohan mereka dibatalkan karena alasan pribadi kedua orang tua mereka, tetapi bukan itu yang terjadi dan harus didengar olehnya.“Saya harap kamu bisa kooperatif dan bekerja sama dengan saya,” ucapnya, membuat Cassie makin bingung. Namun, ia tak ingin menginterupsi lelaki itu. “Orang tua kita sudah mengatur acara pertunangannya. Mulai hari, tanggal, bahkan tema seperti apa yang mereka mau.”Cassie tak tahu harus memberi respon yang bagaimana, tetapi Bisma kembali melanjutkan kalimatnya.“Mereka mau kita tinggal terima jadi. Bahkan cincin dan semua sudah ready.”“Wow! Gercep banget, ya! Terus kooperatif yang seperti apa yang bapak mau?” tanya Cassie, yang masih belum paham dengan kemauan bos galak yang perfeksionis ini.“Saya sudah bilang sama mereka untuk nentukan sendiri untuk pernikahan kita nanti hari dan tanggalnya, apa-apa aja yang harus disiapkan, dan di mana kita tinggal setelahnya. Dan saya mau kamu nanti ikut saya sepulang kerja,” terangnya.“Ke mana?”“Meriksa kondisi rumah. Kalau perlu sekalian mencicil memindahkan barang-barang dari apartemen,” jawab Bisma.Mendengar penjelasan Bisma yang hanya menjawab sesuai yang ditanyakan, ingin rasanya Cassie melontarkan pertanyaan untuk lelaki itu. Apartemen siapa yang dimaksud? Kalau apartemen miliknya, mengapa harus pindah ke rumah?Cassie tak akan masalah tinggal di mana pun, tak harus besar atau megah, yang terpenting sebenarnya kehidupan pernikahan itu sendiri nantinya.Pernikahan? Membayangkan kata itu saja rasanya Cassie sudah putus asa duluan.Dan untuk masalah tempat tinggal, Cassie menahan diri agar tidak bertanya. Jadi istri saja belum, masak sudah kepo!?“Lain-lainnya nanti bisa sambil jalan. Nanti saya gak mau kamu lelet lagi! Sekarang kamu bisa balik kerja!” titah Bisma, sembari bangkit dari kursinya untuk mengambil berkas lain di dalam lemari kabinet di ruangannya.Cassie manut saja, lalu mengangguk dan keluar dari ruangan Bisma setelah seluruh mandat diterima dan diingatnya dengan baik.***Cassie sudah tiba di rumah yang katanya akan mereka tempati nanti setelah menikah. Bangunan megah yang ada di sebuah perumahan elite itu sudah separuh terisi. Hanya kamar dan beberapa perlengkapan rumah tangga yang harus mereka tambahkan.Hari ini, Cassie menolak memindahkan barang-barangnya. Mereka belum resmi menikah, bukan? Ia juga masih berharap kalau perjodohan itu akan gagal atau dibatalkan.Ia sedang mencari tahu bagaimana caranya.Sang ibu dan keluarga Bisma tampaknya sangat bersikeras menikahkan mereka, dan tidak menerima penolakan dalam bentuk apa pun. Itu sebabnya hingga kini, Cassie masih belum bisa menemukan cara untuk menghindar.Semua mungkin akan bilang ‘kenapa harus ditolak? Bisma ganteng, mapan, kaya, apa sih yang gak dia punya?’, tetapi kalau sudah bicara perasaan memang susah. Apa lagi mereka tidak tahu seperti apa keanehan sikap dan jalan pikiran Bisma.Bukankah aneh kalau ada lelaki yang dijodohkan, terlihat menerima, tetapi malah membuat Cassie menanda tangani surat kontrak pranikah?“Kamu kenapa tadi gak mau bawa barang kamu sekalian? Kalau seperti ini kan jadi dua kali kerja nantinya!” gerutu Bisma. Bukan, itu bukan gerutuan, melainkan omelan yang sudah terbiasa Cassie dengar.Kalau pun tiodak tahan, ya tetap harus dibiasakan untuk terbiasa.“Gak usah, Pak. Saya nanti akan cicil sendiri kalau kita sudah resmi aja,” tolak Cassie, tegas. Jangan dikira Cassie akan takut dengan omelan dia. Patuh mungkin ia, tapi kalau tidak sesuai juga dengan kemauan dan prinsip hidupnya, Cassie tak akan segan membantah.“Kemu itu keras kepala, tahu? Padahal saya juga puny alasan kenapa ngajak kamu mindahin barang lebih awal.”“Apa alasannya?” todong Cassie.“Supaya kelihatan kalau kita mengusahakan hubungan ini juga. Lagi pula, akan memudahkan kamu nantinya, jadi gak usah mindahin barang sendiri. Tapi terserah!” Lelaki itu kemudian memutar tubuh dan keluar dari ruangan yang katanya akan menjadi kamar Cassie nantinya.Cassie tidak antusias.Orang-orang benar. Secara tampilan fisik, memang menyenangkan melihat Bisma dari ujung kaki sampai rambut, tetapi Cassie nyatanya gelisah terus-terusan sejak dirinya dan Bisma resmi dijodohkan.Bahkan kedua orang tua mereka telah mengatur pertunangan. Dalam dua hari ini, katanya.“Kalau begitu kita ke apartemen saya untuk ambil beberapa barang. Saya gak mau nunda pekerjaan,”Cassie mengangguk. Kemudian mengekor langkahnya meninggalkan rumah yang sedang dibersihkan oleh beberapa cleaning service yang Bisma pesan.Setelah menempuh perjalanan yang hanya memakan waktu sekitar sepuluh menit, bos dan pegawai magang yang sebentar lagi akan bertambah status menjadi suami-istri itu tiba di apartemen Bisma.Cassie memutuskan untuk ikut dengan lelaki itu ke kamar miliknya untuk membantu membawa beberapa barang dari sana ke mobil.“Nanti kamu bawa barang yang ringan-ringan saja. Jangan pegang apa pun yang ada di kamar saya. Itu biar saya yang bawa!” titah Bisma pada sang calon istri tercinta. Cassie hanya mengangguk, sembari tetap mengekor langkah lelaki itu.Tiba di apartemen, Bisma membuka kunci dan mempersilakan Cassie untuk masuk. Cassie langsung menuju ke kamar-kamar lain untuk mengambil beberapa barang yang sudah dimasukkan ke dalam kardus, seperti instruksi Bisma.Namun, tiba di sebuah ruangan, Cassie bingung karena tak ada satu kardus pun yang berisikan barang-barang milik lelaki itu.“Pak ... di sini gak ada barang apa-apa!” teriak Cassie yang langsung keluar dan mencari Bisma.Cassie tidak menemukan Bisma di mana pun. Tidak juga ada jawaban dari lelaki itu ketika Cassie memanggilnya berulang kali. Ia akhirnya memutuskan untuk langsung menuju ke kamar lelaki itu dan terkejut saat tanpa sengaja menemukan Bisma tengah berciuman dengan seorang perempuan.Ia tak ingin tahu siapa perempuan itu. Namun, jika perempuan itu ada di apartemen Bisma, berarti mereka tinggal bersama. Atau bisa jadi perempuan itu adalah mantan istri Bisma.Tanpa banyak bicara, Cassie memutuskan untuk pergi dari tempat itu.Persetan dengan perjodohan maupun pernikahan! Ia akan bicara pada kedua orang tuanya agar membatalkan semuanya!“Hey, Bisma, Cassie. Kita ketemu lagi. Gimana kabar kalian?” sapa Rindi yang langsung memandang kedua sejoli di hadapannya dengan tatapan tak suka, seketika ekspresinya berubah dan Cassie tidak bisa pastikan apa yang sedang dipikirkan perempuan itu. “Kalian berdua ....”“Apa? Mbak Rindi mau ngomong apa?” tanya Cassie dengan raut wajah tenang. Ia sepertinya tahu apa yang sedang mengganggu pikiran Rindi, dan itu membuat Cassie makin semringah. Kemalasannya untuk mengeringkan rambut hari ini ternyata membawa hikmah. Terlebih Bisma juga lupa memakai gel rambutnya. “Mau makan bareng, Mbak? Aku sama Mas Bisma pengen sarapan nasi campur.”“Ehm ... boleh. Mau makan di mana?”Belum sempat Cassie menjawab pertanyaan Rindi, Bisma sudah menyenggol lengan Cassie. Gadis itu sontak mendekatkan kepalanya ke arah Bisma.“Kamu kenapa sih, Cas? Hobi banget ngajakin dia makan. Kenapa kita gak makan sendiri aja?” omel Bisma setengah berbisik.“Emang kenapa? Kamu terganggu, ya? Kalau gak ada hubungan atau
Cassie tahu, dirinya tidak mungkin menolak keinginan Bisma. Mereka sudah menikah cukup lama, tetapi baru kali ini ia melihat kilat berbeda di mata sang suami. Cassie bisa melihat bahwa Bisma sangat menginginkannya malam ini. Bukankah ia juga menantikan momen ini? Terlebih ketika mendengar perkataan Rindi yang seolah memperoloknya karena belum melakukan hubungan ranjang dengan Bisma, seolah Bisma tidak menginginkannya sama sekali. Padahal tidak seperti itu kenyataannya.“Mas Bisma yakin?” tanya gadis itu, memastikan. “Kan Mas Bisma bilang gak mau nyentuh aku karena aku belum cukup umur.”“Saya tarik kata-kata saya. Saya mau kamu dan gak bisa nahan lagi,” jawab lelaki yang masih berada di atas tubuh Cassie.“Apa ini karena perkataan Rindi?” tembaknya.“Saya gak peduli dia mau ngomong apa. Saya Cuma mau mengambil dan menikmati apa yang jadi milik saya. Bukannya kamu juga gak sabar kita ngelakukan ini?”Perkataan Bisma membuat Cassie menelan saliva yang tercekat di batang tenggorokan yan
Cassie dan Bisma berjalan memasuki aula dengan bergandengan. Cassie semula menggamit lengan Bisma, tetapi dengan cepat lelaki itu menarik tangan Cassie dan menggenggam tangannya. Meski bukan hal yang aneh bagi Cassie, tetap saja gadis itu memerhatikan sang suami dengan tatapan penuh tanya.“Kenapa liatin saya kayak gitu?” tanya Bisma. “Jangan ngerasa aneh kalau saya genggam kayak gini. Ini supaya kamu gak kabur.”“Aku gak pernah kabur dari kamu!” jawab Cassie ketus.Bisma mengangguk. Ia tahu, sang istri masih marah atas kejadian pertemuan mereka dengan Rindi, bahkan tak percaya kalau dirinya tidak memiliki hubungan dengan perempuan itu selain status sebagai mantan suami-istri. Namun, memang suli8t untuk menjelaskan semua itu pada Cassie kalau ngambeknya mulai kumat.“Duduk di sini dulu, saya ambilkan minum,” ujar Bisma yang kemudian hendak pergi setelah menarik kursi untuk Cassie. Namun, baru memutar tubuh, ia sudah mengalami hal yang bisa menjadi masalah baru kalau Cassie kumat sikap
Bisma melepaskan kecupannya yang mulai memanas. Ia tahu dan sadar bahwa dirinya menginginkan gadis itu sekarang., tetapi sisi lain dirinya yang masih berpegang teguh pada prinsip, akhirnya memilih untuk menyudahinya hari ini. Menyakitkan, pasti. Namun, ia masih punya stok kesabaran dan ketahanan setidaknya untuk hari ini, karena mereka punya jadwal yang padat.Cassie sendiri sesungguhnya kecewa karena Bisma masih bertahan dengan prinsip konyolnya dan memilih untuk menghentikan aktivitas mereka. Namun, ia tak ingin larut pada rasa kecewa, karena mereka ada di tempat ini bukan dalam rangka untuk berbulan madu, melainkan perjalanan bisnis. Ia masih punya lain waktu untuk berjuang lagi meruntuhkan dinding prinsip Bisma yang sejauh ini susah untuk dirobohkan.“Kamu sudah siap, kan? Kita berangkat sekarang, yuk.” Bisma mengulurkan tangan agar Cassie meraihnya dan bergandengan, tetapi gadis itu justru cemberut dan enggan beranjak dari ranjang. “Kenapa lagi?”“Mas Bisma bohong. Katanya sayang
Bisma tidak memikirkan perkataan Rindi. Baginya hanyalah angin lalu. Ia memang pernah mencintai perempuan itu, meski kadarnya hanya sedikit. Kala itu, ia sudah memupuskan harapan terhadap Cassie karena berbagai pertimbangan. Dan pada akhirnya bertemulah ia dengan model papan atas itu di sebuah pesta yang diadakan oleh perusahaan. Rindi diundang karena menanamkan saham di perusahaan kolega bisnis Bisma. Dari sanalah keduanya berkenalan hingga menjalin hubungan. Dan seperti yang Rindi katakan, tidak semudah itu ia menerima lamaran Bisma. Itu memang benar. “Kamu ngapain beres-beres pakaian, Mas?” tanya Cassie yang tiba-tiba masuk ke kamar sang suami. “Kamu mau pergi ke mana?” “Bukan Cuma saya, tapi kamu juga. Bereskan pakaian kamu, karena minggu depan kita berangkat ke Lombok,” ucap Bisma sembari membereskan beberapa barang. “Honeymoon lagi?” tanya Cassie sembari merebahkan bokongnya di kasur. “Kamu tuh, pikirannya kenapa ke situ terus, sih? Bukan honeymoon, melainkan untuk pesta y
“Mas, Mas Bisma harus bilang donk sama mama kalau aku tuh Cuma sakit biasa!” omel Cassie yang kini berada di kamar Bisma. Karena sang ibu mertua tak juga pulang, maka ia memutuskan untuk memindahkan barang-barangnya ke kamar sang suami. “Kasian kan kalau mama salah paham gitu.”“Iya saya tahu. Tapi gimana cara jelasin ke mama? Tetap aja nanti mama kecewa kalau tahu ternyata kamu gak hamil,” jawab Bisma. “Intinya kita serba salah. Maju kena, mundur kena.”“Ya udah maju aja kalo gitu!” rengek Cassie tanpa merasa berdosa.“Apa maksudnya?” tanya Bisma dengan alis berkerut, tanda bahwa ia tidak memahami maksud perkataan sang istri. Wajar saja, secara zaman, keduanya berbeda terlalu jauh. Jadi bisa saja perkataan Cassie itu mwmiliki arti lain. Bisma tak ingin salah menafsirkan yang membuat dia malu sendiri nantinya.“Ya gimana caranya Mas Bisma buat aku hamil, lah!”Bisma terbelalak mendengar ucapan Cassie yang tidak pakai rem. Sejak awal menikah, Cassie memang selalu menggodanya dengan hal