Nico berjalan mengitari ruang keluarga mansion keluarga Adhinata. Setapak demi setapak kakinya melangkah, pandangannya menatap tiap foto-foto yang menghiasi dinding ruangan itu. Pertama, ia melihat foto Barack remaja yang merangkul seorang gadis kecil yang Nico tahu persis bahwa gadis itu adalah adik Barack, dia cinta masa kecil Nico.Nico menatap raut wajah gadis itu, tak ada sedikit pun kesamaan dengan wajah Raihan. Tapi, bukankah banyak orang yang mengalami perubahan yang signifikan ketika ia beranjak dewasa? Nico terus mengamati foto-foto di dinding itu. Ada foto Barack semasa ia kuliah bersama gadis cantik yang juga beranjak remaja dan juga orang tua Barack Adhinata. Tapi, jika diperhatikan dengan seksama, gadis itu bukanlah Raihan. Nico mengalihkan pandangannya ke foto keluarga yang paling besar terpampang di sana, foto Barack Adinata bersama istrinya, Raihan dan ada gadis cantik yang Nico tak kenal siapa gadis itu. Tapi, gadis itu berdiri di samping Barack sementara Raihan dan
"Kakak!" seorang gadis cantik dengan rambut pendek model wolf cut-nya berlari-lari sambil menarik kopernya untuk menghampiri Barack, matanya bulat dengan softlens berwarna kelabu. Tubuh langsingnya yang tinggi langsung memeluk Barack dengan hebohnya. Barack pun tersenyum dan membalas pelukan gadis itu."Kangennya sama Kak Barack," kata gadis itu, "kenapa Kak Barack tidak mengabariku kalau Kakak sakit?" protesnya dengan bibir yang dimanyunin, "aku bahkan tahu dari salah satu asisten rumah tangga." "Siapa itu?" tanya Barack. "Secret," jawab sang gadis sambil menempelkan jari telunjuknya di bibirnya, "ia lalu mengedarkan pandangannya seperti mencari-cari seseorang. "Dimana ya dia?" "Kau mencari siapa, Shiena?" tanya Barack pada adiknya yang bernama Shiena."Raihan," sahut Shiena, "kudengar dia sempat pulang dan tidak lama itu dia menikah." Barack terdiam sejenak, agak kaget darimana Shiena tahu bahwa Raihan sudah menikah. "Siapa yang memberitahumu?" tanya Barack. "Kak Ginanjar," j
Lima tahun sudah berlalu ketika Raihan meninggalkan rumah mewah milik keluarga Adhinata dan kini kakinya menginjak kembali rumah yang penuh kenangan itu. Masih teringat sangat jelas pertama kali ia menginjakkan kaki di sana, bersama kakaknya, Maria, ketika Maria mengajak tinggal bersamanya yang telah menikah dengan seorang pria bangsawan, Barack Adhinata. Katanya, mereka akan bebas dari kehidupan yang penuh kesedihan setelah menjadi anggota keluarga bangsawan Adhinata. Namun, lima tahun yang lalu, Maria meninggal karena penyakit jantung yang dideritanya sejak kecil.Barack Adhinata, pria berkharisma tinggi yang kini duduk di hadapan Raihan, dia adalah ipar sekaligus kakak yang mengangkatnya sebagai adik ketika menikahi Maria. Namun, semuanya telah usai setelah Maria meninggalkan mereka berdua. Raihan merasa bukan lagi bagian dari keluarga itu. Tanpa Maria, Raihan merasa bukanlah seorang Adhinata.“Akhirnya kau mau kembali ke rumah ini, Raihan…” ujar
“Ingat, ya! Kau jangan kabur di pernikahanmu besok!” David memperingati Nico ketika Nico mencoba mengenakan baju pengantinnya untuk besok. “Iya Iya…” sahut Nico yang sudah malas berdebat, ia sudah cukup mengerti untuk mengalah. Ayahnya, David, adalah komisaris utama di perusahan keluarga mereka tentunya mudah baginya melenyapkan Nico, yang notabene putranya sendiri, untuk melepaskan jabatan CEO. “Lalu, di mana calon pengantinku?” tanyanya kemudian. “Siapa suruh kau telat!” kata David sinis, “tadi pagi dia datang bersama kakaknya mengambil gaunnya.” “Kak Nico… Kak Raihan benar-benar cantik!” seru Hasya tiba-tiba. “Benarkah?” raut wajah Nico semakin penasaran. “Tadi pagi dia datang? Seperti apa dia?” tanya Nico tak sabaran ingin mendengar lebih banyak mengenai calon istrinya. “Dia cantik, ayu, cute…” “Sudah, sudah!” potong David, “besok juga kamu ketemu dengannya.” “Iya, tapi setidaknya aku tahu seperti apa calon istriku!” balas
Sedari tadi Nico hanya bisa terdiam memandang gadis yang kini duduk di hadapannya dengan lingerie yang sangat menggoda. Tidak bisa ia pungkiri, ia begitu terpesona akan wujud gadis yang kini telah menjadi istrinya. Ia memandang lagi dari ujung kepala hingga ke ujung kuku kaki gadis itu, benar benar cantik, itulah yang ada di benak Nico. Ia tak menyangka adik Barack Adhinata secantik itu. Ya, memang Nico pernah bertemu dengannya saat mereka masih kecil dan adik Barack memang sangatlah cantik tapi ini benar-benar di luar ekspektasi Nico. Kini pandangan Nico fokus ke wajah Raihan, di telusurinya wajah jelita tanpa cacat sedikit pun. Mata, jidat, alis, hidung, terutama bibir seksinya yang merona, Nico bisa membayangkan bagaimana nikmatnya menyantap bibir bawah sintal milik gadis yang duduk di hadapannya saat ini. Raihan menaikan sebelah alisnya. “Kenapa kau diam saja?” tanyanya, memecah keheningan di ruangan itu dan menyadarkan Nico dari kekagumannya. “Aku… “ Nic
Nico terbangun dari tidurnya ketika sinar matahari pagi menembus masuk saat Raihan membuka dan mengikat gorden ke samping. Nico mengerjap-ngerjapkan matanya, berupaya beradaptasi dengan cahaya matahari yang menyorot matanya lalu dipandanginya istrinya yang sudah bersiap-siap. Dress cheongsam berwarna hitam dengan motif bunga yang membalut tubuh istrinya membuatnya terlihat sangat elegan ditambah rambut sebahu yang disanggul sehingga menampilkan leher jenjangnya yang putih. “Oh, kau terbangun? Maaf, ya!” kata Raihan saat ia menoleh ke arah Nico yang kini duduk di ranjang. Nico masih mengumpulkan nyawanya. Sebenarnya, ia masih mengantuk karena ia baru bisa tidur saat menjelang subuh. Ya, lelaki siapa yang bisa menahan hasratnya ketika tidur bersampingan bersama gadis cantik yang mengenakan lingerie seksi? “Kau mau kopi atau teh?” tanya Raihan. “Um… kopi…” “Baiklah, akan kubuatkan.” Raihan lalu meninggalkan kamar itu dan menuju dapur. Nic
Nico yang sedari tadi mencari Raihan, melangkah keluar karena melihat pintu menuju balkon terbuka. Di sana ia menemukan Raihan yang kini berdiri di balkon, menyandarkan tangannya di pembatas balkon seraya melihat pemandangan pantai. Suara ombak terdengar menderu namun menenangkan hatinya yang sendu. Hawa malam yang dingin menyengat tubuh mungil yang hanya berbalut lingerie namun ia tetap bergeming di sana seakan tak merasakannya. Nico melingkarkan tangannya ke pinggang Raihan dari belakang, menyandarkan dagunya ke bahu istrinya. “Apa yang kau pikirkan…?” bisiknya. Raihan menghela napas. “Nico… menurutmu, bagaimana dengan pernikahan kita?” “Bagaimana kenapa?” “Yah… tiba-tiba kita dijodohkan seperti ini… Apa kau bahagia? Apa kita bisa menjalaninya?” Nico tersenyum, sesekali ia menghirup
Raihan menggeleng lagi, ia menatap mata Nico yang tak tega melihat ia kesakitan. Ia lalu melumat bibir Nico dengan lembut. Beberapa saat Nico hanya diam merasakan lumatan lembut bibir Raihan lalu ia membalasnya dengan lumatan yang lebih bergairah, seakan memberi jawaban bahwa ia mengerti maksud istrinya. Perlahan Nico menyatukan tubuhnya dengan tubuh Raihan semakin dalam. Raihan memejamkan matanya, air matanya spontan menetes bukan hanya karena menahan sakit namun ia kini menyerahkan kesuciannya pada orang yang sebenarnya tidak ia cintai. Tapi, pria itu adalah suaminya dan ia pun harus mengikuti alur pernikahan senormal mungkin termasuk menyerahkan tubuhnya untuk Nico. Raihan hanya bisa merintih kesakitan saat milik Nico menggesek tiap inci dinding dari liang milik Raihan di bawah sana dengan tempo yang semakin cepat. Tubuhnya menegang dan tidak bisa menikmati percintaan mereka walaupun