Selamat membaca. Semoga suka dengan bagian ini. Oh iya, kalau kalian berkenan silakan mampir ke Instagram aku ya @_mochallate See you di bagian selanjutnya!❤️
Sepanjang perjalanan menuju villa milik Damian, pria itu lebih banyak mengunci mulutnya. Ia menyetir dengan tenang, sesekali merespon kalimat Adinda dengan anggukan atau gumaman singkat, dan setelah sampai ke villa pun ia hanya mempersilakan Adinda masuk sebelum akhirnya menghilang terlalu lama di kamar mandi. Melihat semua keanehan itu, Adinda tidak bisa untuk diam saja, ia penasaran. Maka begitu Damian keluar dari kamar mandi, Adinda langsung menyerangnya dengan pertanyaan. "Kamu kenapa sih, Mas, kok daritadi diem aja? Aku ada buat salah, ya?" tanya Adinda kepo. Damian menggeleng, tapi tetap enggan membuka suara. Membuat Adinda semakin penasaran dengan sikapnya. Wanita itu mengikuti kemanapun Damian pergi, bahkan saat pria itu berganti pakaian. Tidak perduli bahwa wajahnya memerah karena melihat tubuh polos suaminya. Adinda mengikuti Damian ke atas ranjang, ikut duduk di tempat empuk itu. Damian meliriknya. "Nggak mandi?" tanyanya risih. Damian tahu kalau sikapnya ini membu
"Dasar laki-laki, pikirannya cuma dada sama selangkangan!"°°°"Ahh...."Damian langsung menyingkir dari atas wanita yang baru selesai dipakainya untuk memenuhi kebutuhan biologis. Pria itu melepas karet pembungkus senjatanya, membuangnya ke tong sampah terdekat sembari beranjak.Memungut kembali celana jins yang dipakainya kemudian merapikan baju yang tadi sempat ditarik-tarik oleh wanita sewaannya.Senyumnya tertarik sedikit saat melihat betapa kacaunya penampilan wanita dibalik selimut itu. Wanita itu juga memandangi Damian, pria yang bercinta dengan memakai topeng di kepalanya. Wanita itu penasaran pria seperti apa yang baru saja menggagahinya dengan liar. Kalau dilihat bentuk badannya sangat bagus, tapi wanita itu tidak bisa menebak bagaimana rupanya. Apakah tampan atau tidak. Tapi, terlepas dari itu yang terpenting dia puas, apalagi uang yang d
"Di satu sisi ingin menolak, sisi yang lain memaksa untuk menerima."°°°"Berisik banget sih lo semua!" pekik Angel di tengah kantin kampus yang memang tidak pernah hening.Pekikannya hanya sebagai pelampiasan atas kekesalan yang dialaminya. Ia pikir setelah mengikuti magang masalah hidupnya akan sedikit berkurang, tapi ternyata tidak semudah itu. Banyak sekali output tambahan yang diminta dosen pembimbing lapangan pada kelompok mereka.Angel kembali mengerang sebelum menjatuhkan wajahnya ke atas meja kantin, menghentak-hentakkan kakinya kesal.Adinda menatapnya khawatir, takut temannya gila hanya karena disuruh mengerjakan output dari dosen pembimbing lapangannya. Angel itu sulit sekali menahan emosinya, dia bisa memaki secara gamblang. Tidak pandang bulu siapa yang sedang dimaki atau diumpatinya."Temenmu 'kan tetap
"Garis takdir memang tidak pernah bisa ditebak, sebagai manusia biasa kita hanya bisa mengusahakan yang terbaik."°°°Adinda tersenyum ketika melihat Bunda Amira—ibu Damian—masuk bersama Mama ke ruang inap Papa. Dia mendekati wanita itu dan Mama kemudian menyalim tangannya.Sementara Mama mendekati Papa dan bertanya keperluan suaminya, Adinda dan Amira memilih sofa panjang di dekat pintu masuk. Keduanya diam dalam kebisuan. Adinda yang masih memperhatikan interaksi kedua orang tuanya, sedangkan Amira melihat wajah gadis yang digadang-gadang akan menjadi menantunya itu."Gimana pertemuan kamu sama Damian kemarin?" tanya Bunda Amira yang kalau dihitung menjadi pertanyaan ketiga yang ditanyakan orang berbeda hari ini.Adinda memilin ujung kemeja tuniknya, sedang memilih jawaban yang kira-kira tidak membuat senyum di wajah Bunda Amira luntur.
"Meskipun bukan pertama kali bertemu tapi tatapannya tetap membuat salah tingkah."°°°Awalnya Damian menolak ketika disuruh Gilsa-manajernya-untuk ikut bersama Dedi Kuncoro-sutradara film terbarunya-mengisi kelas sebagai dosen tamu, tapi begitu Gilsa menyebutkan nama Universitas tujuan mereka jawabannya langsung berubah. IKJ, tempat Adinda menimba ilmu.Mungkinkah dia akan bertemu dengan gadis itu? Kira-kira bagaimana reaksinya saat melihat Damian? Terkejutkah atau senang?"Lo kenapa tiba-tiba berubah pikiran?" tanya Dedi kepada artisnya itu.Damian diam seketika, senyum yang semula terkulum tipis mendadak lenyap tak berjejak. Masalahnya dia tidak mungkin mengatakan bahwa ada gadis yang ingin dijumpainya. Mau ditaruh kemana wajah tampannya jika orang lain tahu Damian sedang tergila-gila pada seorang gadis. Gadis yang bahkan jauh sekali dari kriteria idama
"Kadang bukan cewek doang yang susah ditebak, cowok juga bisa punya sifat kayak gitu."°°°Adinda berpamitan terlebih dahulu meninggalkan kantin, dia tidak tahan kalau harus berlama-lama di sana. Dedi mengiyakan, lagipula sejak tadi Adinda memang lebih banyak diam dan terlihat tidak nyaman, jadi daripada menahan-nahan gadis itu, Dedi memilih membiarkannya pergi.Dia melangkah agak tergesa menuju parkiran mobil, hari ini Papa mengizinkannya membawa mobil dengan alasan dirinya harus membawa beberapa barang untuk kegiatan pelantikan kepengurusan BEM baru.Pintu mobil yang sudah dibuka kembali tertutup saat lengan kokoh seseorang menahannya. Adinda berbalik untuk melihat siapa yang berani melakukan hal kurang ajar tersebut. Napasnya tercekat saat matanya berhadapan dengan dada seseorang yang terlapisi kaus warna putih.Dia ... Damian.
"Haruskah menyetujui opini yang tidak kita sukai?"°°°Damian senyum-senyum sendiri sejak tadi, membuat beberapa orang di sekitarnya bergidik ngeri. Bertanya-tanya alasan yang membuat pria itu tidak berhenti melengkungkan garis di bibirnya.Adriana—salah satu rekan artis—menyenggol lengan Damian, gadis itu mengambil duduk di kursinya sendiri. "Lo kenapa nyengir-nyengir mulu dari tadi? Kerasukan?" tanyanya kepo."Enak aja!" bantah Damian tidak terima. Dia sedang merasakan senang, bukan kerasukan. "Gue lagi bahagia, enak aja dibilang kerasukan!" sengitnya.Gadis itu semakin kepo saat mendengar jawaban Damian, pria yang selalu cuek menanggapi rumor baik itu merasakan bahagia? Memang hal apa yang mampu membuat Damian seolah berubah jadi sosok lain? Dapat proyek besar? Keluar negeri? Atau orang tuanya bagi-bagi warisan?Adriana
"Bisa tidak sih pinjam kantong Doraemon supaya mengecil atau bahkan lenyap sejenak dari bumi?"°°°Adinda membantu Papa untuk turun dari ranjang dan beralih pada kursi roda yang diberikan. Hari ini beliau sudah membaik, Mama meminta pada pihak rumah sakit untuk mengizinkan Papa pulang untuk dirawat di rumah."Hati-hati, Pa." Adinda kembali memperingati Papanya yang bergerak terlalu cepat. Dia khawatir Papanya akan terjatuh karena Adinda tidak bisa menahan seluruh berat badannya."Iya, Sayang."Mama masih membereskan baju-baju Papa di dekat lemari. Adinda memilih duduk di sofa menunggunya, membuka ponsel untuk memastikan jika hari ini dosennya tidak meminta kuliah dadakan.Setelah Mama selesai membereskan baju-baju Papa, Adinda mendorong kursi roda Papa keluar dari ruang inapnya. Mereka berjalan beriringan menuju lobby rumah sakit