공유

Bab 5 Semakin Benci

작가: A mum to be
last update 최신 업데이트: 2022-10-01 16:17:09

Fina langsung tergelak saat mendengar penuturan dari sang sahabat. Ternyata usaha Rena untuk kabur dari masalah benar-benar bukan pilihan yang tepat.

“Kamu yang sabar ya, Ren. Mau resign juga nggak bisa. Aku harus bantu apa?” Fina mengeratkan genggamannya pada tangan Rena.

Hanya helaan napas dan senyuman tipis sebagai jawaban dari pertanyaan tadi.

Gadis itu sebenarnya tak ingin meminta bantuan apapun. Dia hanya ingin sahabat lamanya mendengar isi hati yang takkan pernah ia sampaikan pada orang lain. Bahkan memang hanya Fina yang tahu kondisi dirinya hingga saat ini.

Rena menyeka air matanya, “Oh ya gimana persiapan pernikahan kamu? Ada yang kurang nggak? Kali aja aku bisa bantu. Maaf ya aku harus ke sini nyamperin kamu. Untung kamunya enggak sibuk.”

“Ih, kamu ini ya. Semua udah kuserahin ke WO. Kamu tinggal datang aja. By the way, Mas Arlan bilang kalo dia kenalan lama kak Bara loh. Mereka pernah terlibat kerja sama gitu.”

“Terus hubungannya sama aku apa?” tanya Rena acuh tak acuh.

Dia menyeruput kopi yang disuguhkan oleh karyawan Fina beberapa saat lalu.

“Pusing ‘kan sama masalah aku? Makanya enggak usah dipikirin. Aku cuma pengen cerita aja. Enggak lebih,” kata Rena saat melihat kerutan di dahi teman bicaranya.

Fina bergumam sesaat, “Kamu kapan ada niatan ke dokter lagi? Sampek sekarang kamu enggak pernah bahas MRI atau semacam terapi lain.”

“No, for what? Kayak ini lebih aman. Enggak akan ada yang bisa nyentuh aku walau naked sekalian. Bebas mau pake baju seminim apa, toh pas senjata mereka masuk bakalan kehalang sama segel permanen tubuh aku. Enggak bakalan dikerjain akunya,” kata Rena sambil tersenyum lirih.

“Ren, kamu —”

“It’s okay, Fin. Aku cuma cari kesenangan sendiri aja.” Rena beranjak ingin pamit undur diri.

“Jangan bilang kamu mau clubbing lagi,” ujar Fina seolah bisa menebak bagaimana situasi hati sang sahabat.

Rena hanya menjiwil hidung Fina dan berlalu begitu saja.

Jarak antara butik milik Fina dan Laura Club yang terlampau jauh tak membuat Rena mengurungkan niatnya. Kini gadis dengan rambut yang dibiarkan terurai itu sudah tiba di depan meja bar. Menyulutkan sebatang rokok lalu menghisapnya sedalam mungkin.

“Udah hampir sebulan enggak nongol, lagi ada masalah?” tanya seorang bartender yang sepertinya kenal betul watak sang pelanggan.

Gadis itu tak langsung menjawab, dia memilih untuk menikmati aroma nikotin dengan mata yang terpejam.

“Beer or cocktail may be?” tawar sang bartender saat melihat Rena memainkan kepulan asap dari rokoknya.

“No, besok pagi aku harus ngebabu. Long Island Iced Tea Mocktail,” katanya sambil tersenyum manis.

“Sweet banget,” decak sang bartender.

Rena hanya bergumam lalu mengerucutkan bibirnya. Selang beberapa saat kemudian sekawanan gadis menyapanya. Hah, baru saja dia duduk dan ingin menenangkan pikiran. Ada saja yang mengusik ketenangannya.

“Udah lama nggak ngedance bareng kita, Kak. Mumpung ada party si Deni nih,” cetuk salah satu di antara mereka.

Awalnya Rena menolak. Dia hanya meneguk minuman yang sudah disuguhkan oleh si bartender. Menyebalkan sekali para gadis remaja tanggung itu. Mereka terus saja merengek bagaikan bayi jika tak diangguki oleh Rena.

“Well,kasih kode gih ke DJ-nya,” titah Rena sambil meneguk habis sisa minumannya.

“Bill-nya kasih ke bokap Deni ya,” ujarnya lagi yang langsung diangguki oleh sang bartender.

Baru saja dia melangkah, tubuhnya langsung berbalik lagi. Beberapa lembar uang kertas kini sudah mendarat ke meja sebagai bayaran atas minumannya, “Just kidding, nih.”

Di sisi lain tampak Bara yang sedang duduk bersandar di balkon kamar. Pria itu tak menyangka jika sang mantan akan memiliki keberanian seperti sore tadi. Ada rasa senang karena berhasil menunjukkan kekuasaannya, namun di lain hal ada perasaan tak rela jika Rena menerbitkan senyum tak pantas pada pria yang sekarang berstatus investor tadi.

Sesaat kemudian ponselnya berdenting. Video dengan durasi singkat muncul dari tampilan pop-up layarnya.

[Saya nggak sengaja lihat Nona Rena di club ini, Pak.]

Bara mengerutkan dahinya usai menerima pesan dari David. Ternyata sang asisten yang tengah bersama dengan teman kencan wanitanya melihat keberadaan Rena dan segera melaporkan hal itu pada sang atasan. Entah mengapa dia ingin mengetahui reaksi Bara atas laporan barusan.

Rena terlihat santai tanpa beban saat meliuk-liukan tubuhnya bersama kawanan pelanggan yang ada di club itu. Sesekali dia mengibaskan rambut panjangnya hingga terlihat begitu menggoda.

“Dasar jalang. Aku semakin membencimu,” decak Bara dengan geramnya.

Keyakinannya untuk membalas kekecewaan pada Rena semakin kuat. Bahkan setelah isu negatif tentang Rena pun sudah didengar. Bara semakin kesal saat membayangkan bagaimana tubuh seksi Rena berada di bawah kungkungan manajer dan direktur yang katanya pernah menghabiskan malam bersama dengan mantannya. Semakin besar rasa benci yang tertanam di hati seorang Bara.

***

“Bacakan jadwal saya hari ini,” titah Bara tanpa melihat wajah Rena.

“Hari ini ada jadwal kunjungan ke Rossy Hotel. Membahas kerja sama untuk menjadi penyandang dana di acara santunan pekan depan. Selebihnya bertemu klien di kantor, Pak. Ada juga berkas yang harus ditandatangani. Sebentar, saya akan segera hadirkan ke hadapan Bapak,” terang Rena sembari terus menatap buku catatan kerjanya.

Sang GM mengangguk, “Tunda semuanya. Atur pertemuannya setelah makan siang. Saya ingin ke Rossy Hotel sekarang juga.”

Tak lupa Bara menerbitkan senyuman tipisnya karena berhasil mengubah air muka sang sekretaris.

“Kenapa?”

“Tapi, Pak. Kenapa Bapak tidak bilang kalau —”

Ucapan Rena terjeda saat sang GM otoriter itu tak menghiraukan kata-katanya. Menjadi bawahan tentu saja tidaklah menyenangkan kalau bekerja di bawah pimpinan orang seperti Bara. Apalagi ada maksud untuk membalaskan dendam. Sayangnya memang itulah yang dirasakan oleh Rena saat ini.

“Setengah jam lagi kalian akan ke Rossy Hotel, siapin berkas,” ketus Jenny usai menerima telepon di meja kerjanya.

Rena mendengus kesal, “Ih, ngeselin ya. Aku ‘kan masih atur jadwal meeting lagi. Semua jadinya berantakan.”

“Emang aku peduli. Nikmati aja kepusingan yang pernah aku rasain,” timpal Jenny sambil melanjutkan laporan kerjanya.

Benar kata Rena. Tugasnya memang terasa semakin berat. Bahkan berkali lipat menjenuhkan dari sepak terjangnya yang memulai karir dari seorang waitress.

Bara sudah bergumam di depan pintu ruangannya. Sang sekretaris belum lagi sempat menyeka peluhnya, namun sang GM sudah berjalan menuju pintu lift.

“Rasain,” cibir Jenny saat Rena menyambar tasnya.

Dengan napas yang terengah-engah gadis itu berhasil membuat pintu lift tak jadi tertutup. Dia berusaha menyungging senyuman untuk membuat sang GM kalah dengan akal bulusnya. Sengaja memang Bara memporak-porandakan jadwal hari ini. Apalagi kalau bukan untuk membuat Rena kewalahan.

Tak ada satu katapun yang keluar dari sang atasan maupun sekretarisnya. Hingga mobil hitam mewah itu berhenti di depan lobi hotel. Bara segera turun tanpa menunggu Rena yang sibuk menjinjing keperluan meeting mereka. Bahkan sekalipun pria pemilik tanda dimples di pipinya itu tak menoleh ke arah sekretaris.

“Rena, kamu ternyata.”

“Eh, ketemu Kakak lagi,” cengir gadis itu sambil mengulum senyumnya.

‘Kakak?’ tanya Bara dalam hatinya.

Pria yang disapa Rena tersenyum dengan manis. Membuat Bara mengerutkan dahinya dalam sekejap. Ada hubungan apa mereka? Apa pernah tidur bersama juga?

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 109 Tujuan Pernikahan (Tamat)

    Rena tampak begitu anggun mengenakan kebaya putih dengan desain yang terlihat elegan membungkus tubuhnya. Sang Mami menuntunnya berjalan menuruni gundukan anak tangga tanpa melepas tangannya sama sekali. Gugup. Itulah yang tengah dirasakan oleh gadis cantik tersebut. Dirinya didudukkan tak jauh dari sang pria yang sebentar lagi akan melaksanakan ijab kabul dalam hitungan menit. Tak ubahnya dengan Rena, Bara bahkan tak berani menatap sang calon istrinya itu karena sibuk mengingat lafal yang dikatakan Pak Penghulu tadi. Jelas dia tak mau mengulang kesalahan saat melangsungkan ikrar suci pernikahannya nanti. Jadilah sang GM Erlangga Hotel tersebut memilih untuk menundukkan pandangan.“Bagaimana? Apa ada lagi yang mau ditunggu?” tanya Pak Penghulu. Kedua pihak calon mempelai pengantin sepakat untuk memulai proses akad nikah. Karena tak ada keluarga dari pihak sang Papi yang tersisa, jadilah wali hakim ditunjuk untuk menjadi perantaranya.

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 108 Harus Dipercepat

    Singkat, padat dan jelas. Itulah yang diutarakan Tita barusan. Istri Tora yang semula bersifat kasar dan egois itu menggenggam tangan Rena lalu membawanya menyentuh perut yang sedikit membuncit. “Kita besarkan anak ini sama-sama ya, Ren.” Rena masih bergeming. Kedua matanya berkaca-kaca karena tak tahu harus mengatakan apa untuk membalas permintaan sang calon Kakak Iparnya. “Kamu mau ‘kan? Anak ini akan punya dua orang ibu dan ayah. Dia pasti senang sekali,” gumam Tita. “I-iya, Kak,” jawab Rena akhirnya. Lantas keduanya saling berpelukan untuk menyalurkan perasaan kasih antar sesama wanita. Tak berapa lama Bara pun datang untuk memisahkan mereka. “Cepatlah, Sayang. Nanti kamu akan terlambat,” bisik Bara kemudian. Rena mengangguk pelan. Senyumnya mengembang sempurna ketika menuruni eskalator yang menjadi fasilitas menuju langkahnya ke arah gate maskapai penerbangan. Sang Mami mengusap pelan lengannya untuk memberikan ketenangan. *** [“Lihat nih! Kakak udah bisa main

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 107 Mari Menabung Rindu

    “Aku percayakan semua sama Kakak aja ya.” “Enggak. Pokoknya Kakak mau kita yang urus sendiri untuk itu,” putus Bara yang sama sekali tak ingin mendengar adanya bantahan. “Please, Sayang!” Wajah puppy eyes dan penuh harap dari seorang Adibara Erlangga membuat Rena mengangguk sambil mengulum senyum. Tak pelak dia bergerak untuk melepaskan sabuk pengaman yang masih melekat di tubuh sang tunangan. CUP! “Makasih, Sayang,” gumam Bara tepat setelah gadisnya hendak beringsut mundur. “Enggak mau balas hemm?” “Enggak,” tolak Rena cepat. “Yang ada nanti kita enggak masuk-masuk. Tuh lihat Papa udah berdiri di balkon sana!” “Alasan saja,” cibir Bara. Rena seolah menulikan indera pendengarannya. Lantas membuka pintu mobilnya dengan segera. Pemandangan yang pertama kali dilihat membuatnya mengerling malas. Ada Tita yang tengah duduk bersantai di ruang tamu sembari menikmati susu hamilnya. “Jangan hiraukan dia. Ayo masuk!” “Enggak, Kak. Aku pulang saja ya.

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 106 Hari Nostalgia

    Pemandangan hijau nan asri membuat senyum Rena merekah sempurna. Gadis itu memapah sang tunangan dengan tangan kiri yang menenteng sebuah keranjang berisi kotak bekal yang dibawanya dari rumah. Parfum dengan aroma citrus blossom yang menguar dari tubuh tunangan Bara tersebut seolah menyatu dengan alam. Segar dan membuat perasaan yang menghidunya jadi menumbuhkan kesan positif. “Anaknya Tante Cintya itu emang top kasih terapi ke Kakak. Buktinya bisa terapi,” gumam Rena sambil tersenyum. “Suaranya mirip nyamuk. Melengking dan menyebalkan. Makanya mau tak mau Kakak terpaksa menurut saja,” kekeh Bara yang kini sedang menaik-turunkan pergelangan tangan kanannya. “Kalau enggak kayak gitu aku yakin Kakak pasti sembuhnya lama. Entar kalau kita nikah mana bisa gendong aku untuk photo shoot,” kata Rena sambil menahan tawanya. “Bisa. Harus bisa dong,” kata Bara dengan penuh keyakinan tingkat tinggi. “Dalam waktu dua bulan ke depan kamu akan lihat Kakak bisa kembali seperti dulu

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 105 Persiapan LDR

    Istri Tora yang merasa tersinggung itu hendak maju untuk menyerang Sandra, akan tetapi langkahnya terhenti ketika mengingat pengalaman pahit kehilangan bayinya beberapa bulan yang lalu.“Lebih baik Kakak fokus pada kehamilan saja. Sudah mau jadi ibu tetapi kelakuannya sama sekali tak berubah,” ketus Sandra yang segera menghilang dari pandangan Tita. Napasnya masih memburu hingga kembali menghampiri Jason yang masih tetap dalam posisi semula. Bahkan saking kesalnya dia merebut gelas pria itu dan menenggak isinya hingga tak bersisa.“Kenapa?” tanya sandra begitu melihat tatapan sinis Jason.“Kau mengambil gelasku,” cibir sang pria.Sandra langsung mengerjap cepat. Lantas memandang gelas kaca miliknya yang masih bersisi setengah. Jelas dia merasa malu bukan main. “Maaf. Aku akan gantikan gelasmu yang lain.”“Tak usah,” ketus Jason segera. Tak pelak dia menatap Sandra yang tampak seperti kehabisan tenaga. “Kau habis cakar-cakaran?” tanyanya kemudian. Sa

  • Jodoh Untuk Wanita Tanpa Rahim   Bab 104- Selangkah Lagi

    Rena segera menoleh ketika mendengar suara ketukan dari arah luar. Lantas dia pun mengangguk seolah memberikan kode pada tim penatas rias yang baru saja memperindah penampilannya.“Kau cantik,” gumam Jason sambil tersenyum. “Papi pasti senang kalau dia berada di sini sekarang.”“Ya. Mungkin saja dia akan menghentikan acara ini. Apalagi kalau Papi tahu akan menikah dengan anak musuh bebuyutannya.”Ucapan barusan membuat Jason terkekeh. “Kau memang sok tahu. Papi mana begitu. Dia akan melakukan apa saja untuk membuatmu bahagia. Bahkan ketika tahu bahwa kau pacaran dengan Bara waktu itu.”Alis Rena langsung naik sebelah. Merasa heran dengan penuturan Jason beberapa detik yang lalu. Lantas Abang angkatnya tersebut menarik kursi agar bisa berbicara lebih lama lagi. Tak pelak

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status