Share

5. Beri aku saran

Penulis: IR Windy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-29 13:50:43

"Tuan! Ada kabar buruk!" ujar Rhodes sesaat setelah Darren mempersilakannya untuk masuk ke dalam ruang kerjanya.

Dia datang dengan masih memegangi ponsel di tangannya. Napasnya terengah-engah serta raut wajahnya begitu khawatir, sontak saja hal itu membuat konsentrasi Darren terganggu dan bergantikan menjadi rasa penasaran.

"Ck! Kau menggangguku, Rhodes. Tenanglah, ada apa?" tanya pria itu berusaha menenangkan asistennya.

"Maaf, Tuan. Tetapi ini tentang klien yang kemarin anda tinggalkan di tengah-tengah rapat. Beliau marah besar dan akan membatalkan kerja samanya dengan perusahaan kita," tuturnya dengan suara bergetar.

"Apa!?" Darren sontak terkesiap sampai-sampai bangkit dari duduknya lalu berusaha memikirkan jalan keluar dari masalah yang tengah dihadapi.

"Ya sudah, aku akan menemui mereka dan minta maaf secara langsung. Aku tidak ingin perusahaanku merugi karena hal kecil," jelasnya, "Kau juga harus bersiap dan temani aku."

Tanpa berpikir panjang lelaki itu segera merapikan meja kerja dan beranjak hendak bersiap menemui klien saat itu juga, namun gerakannya tiba-tiba terhenti saat melihat raut wajah Rhodes yang penuh dengan keraguan.

"Tapi, Tuan-"

Darren pun menatap Rhodes dengan kening lantas, "Ada apa lagi? Kita tidak punya banyak waktu."

"Mereka menolak bertemu lagi dengan kita, Tuan. Karena mereka menganggap kita sudah meremehkan mereka."

"Sial!" Darren pun bertolak pinggang merasa begitu frustasi dengan situasi tersebut, "Ini semua karena wanita itu, kalau saja dia menurut padaku dan tidak membuat masalah. Aku tidak akan mengalami hal seperti ini."

Seketika saja dadanya bergemuruh merasakan amarah yang cukup besar menguasai dirinya hingga tidak bisa berpikir jernih bahkan untuk menemukan solusi dari permasalahan perusahaan saat ini.

"Ck! Kupikir semuanya akan berjalan dengan mudah, aku tinggal menikahi wanita itu dan membuatnya patuh padaku saja sampai dia bisa mengurus diri sendiri. Tapi nyatanya?" Darren berkacak pinggang seraya menggeleng-gelengkan kepala merasa tak habis pikir, "Dia benar-benar membuat ketenangan hidupku terganggu!"

Bagaimana tidak? Mulanya hidup pria itu terasa sangat tenang bahkan berjalan dengan semestinya, namun semenjak kehadiran Anna dalam hidupnya, tidak sedetikpun dia merasakan ketenangan.

Tanpa sadar Darren terus merutuki nasibnya tanpa menghiraukan keberadan Rhodes yang masih berada di dalam ruangan tersebut dan turut menyaksikan amarah atasannya yang meledak begitu saja.

Darren lantas mendelik ke arah asistennya, "Apa yang harus aku lakukan, Rhodes? Apa kau hanya akan menyaksikan kesengsaraanku tanpa membantuku berpikir!?"

Rhodes pun mengerjap, dia tampak terkejut melihat amukan Darren yang bahkan bukan karena dirinya.

"M-maaf, Tuan. Saya hanya-"

"Apa aku harus berbuat kasar padanya agar dia patuh!?" tanya Darren pada dirinya sendiri.

Akan tetapi hal itu membuat Rhodes kembali terkesiap.

"Sepertinya itu bukan cara yang tepat, Tuan," tanggap Rhodes tiba-tiba.

"Apa maksudmu?" Darren menatap Rhodes seraya menaikkan kedua alisnya yang terangkat.

Rhodes pun membungkukkan tubuhnya, "Maaf, Tuan. Saya tidak bermaksud menggurui tetapi jika Tuan mmemikirkan cara itu sepertinya tidak akan berhasil."

Darren terdiam seketika saat mendengar penuturan asistennta, dia berusaha mengatur pernapasannya yang terasa menyesakkan. Pria itu kembali menatap Rhodes dengan lekat seolah menanti penjelasan dari penuturannya.

"Apa kamu punya cara?" tanyanya pada Rhodes dengan datar.

Mulanya Rhodes masih terdiam seolah ragu untuk mengungkapkan pendapatnya, namun tatapan tajam atasannya kembali membuat Rhodes merasa terintimidasi hingga akhirnya dia pun berkata, "Mungkin Tuan harus membuat nyonya merasa nyaman terlebih dahulu."

Darren kembali mengerutkan kening, sedikit belum mengerti dengan perkataan asistennya. Rhodes pun mengerti dengan kebingungan itu, dia lantas tersenyum dan kembali menjelaskan beberapa cara yang bisa dipilih. Meski hal itu sedikit membuat Darren terkejut karena saran yang Rhodes sebutkan terdengar asing baginya

Dengan mata menyipit Darren kembali berkata, "Bunga? Ck! Kau pikir dia orang mati?"

Akan tetapi Rhodes seketika terkekeh, "Astaga! Kenapa Tuan bisa berpikir seperti itu? Wanita mana di dunia ini yang tidak menyukai bunga?"

"Atau Tuan bisa membelikannya makanan kesukaan nyonya, atau bisa juga perhiasan?" ucapnya kembali menyarankan.

Darren pun terdiam, jujur saja dia tidak terlalu paham dengan beberapa hal mengenai wanita karena lelaki itu terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak punya waktu untuk mengenal wanita dan semua tentangnya. Terlebih Anna? Dia sungguh belum memahami wanita itu sebab mereja belum sempat mengenal satu sama lain sebelum menikah.

"Bagaimana, Tuan? Apa saran saya masih kurang?" Suara Rhodes kembali membuyarkan lamunan sang CEO yang tengah tenggelam dalam pikirannya sendiri.

"Ah! Ya, terima kasih atas saranmu ... aku akan kembali memikirkannya," ucapnya.

Rhodes pun mengangguk, "Sama-sama, Tuan." Dia tersenyum mendengar respon Darren dan cukup memahami keadaannya yang tidak terlalu memahami wanita karena dia merupakan saksi perjalanan hidup Darren yang hanya dipenuhi urusan mengenai perusahaan.

Darren juga tidak terlalu terkejut mendengar pemahaman Rhodes tentang wanita, karena di balik pengabdiannya, Rhodes tetaplah seorang lelaki yang cukup handal dalam urusan mengenai wanita. Dia selalu berhasil membuat wanita terpesona dengan paras tampan yang dimilikinya.

Sedangkan Darren? Selama ini dua selalu acuh terhadap makhluk bernamakan wanita meski beberapa wanita selalu mengejarnya tanpa harus berusaha keras, namun kini keadaan rasanya berbalik. Dia harus mulai berjuang untuk meluluhkan hari wanita keras kepala yang tinggal satu atap dengannya.

Setelah Rhodes pamit meninggalkan ruangan, Darren kembali dengan kesibukkannya sembari memikirkan saran dari Rhodes. Tak dapat disangka hal itu membuatnya cukup pusing hingga tak bisa fokus dengan pekerjaan yang sedang dia kerjakan.

"Apakah bunga dan coklat bisa membuatnya merasa lebih baik?" lirihnya saat sedanf melamun sembari duduk memutar kursi kerja memandangi pemandangan kota melalui jendela ruangan tersebut.

"Sepertinya itu ide bagus, Tuan. Bunga akan membuatnya merasa tersanjung sedangkan coklat akan membuat suasana hatinya merasa lebih baik."

"Benarkah? Lalu-" Ucapannta seketika terhenti saat mendengar suara aneh dari arah belakang, Darren pun sontak berbalik, "Kau!"

Betapa terkejutnya aku saat menyadari Rhodes yang tiba-tiba berada di ruanganku dan menyahutiku.

"Sejak kapan kau disini!?"

Rhodes menundukkan kepalanya sembari tersenyum, "Maaf karena saya sudah lancang, Tuan. Saya sudah mengetuk pintu terlebih dahulu tapi Tuan tidak menjawab, saya khawatir takut terjadi sesuatu jadi saya masuk untuk memastikan keadaan Tuan," tuturnya.

Seketika saja Darren menghela napas panjang merasa malu dengan sikapnya yang tak biasa bahkan di hadapan asistennya.

"Ya sudah, setelah ini tolong carikan buket bunga dan satu kotak coklat yang bagus," titahnya pada Rhodes, "Pastikan kau membungkusnya sebagus mungkin."

"Baik, Tuan!" Rhodes menyeringai dan segera berlalu dengan penuh semangat.

Sementara CEO itu kembali menyandarkan punggung memikirkan keputusan yang baru saja dia ambil, yaitu dengan memberi Anna hadiah meski dia sendiri ragu wanita itu akan menerimanya atau bahkan akan menolaknya mentah-mentah.

"Yah, anggap saja ini sebagai hadiah perdamaian."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jodoh Wasiat Ayah   22. Hari tanpa Darren

    Hari-hari Anna tanpa Darren berjalan seperti yang ia bayangkan. Ia menikmati kebebasan yang baru, menjalani setiap momen tanpa perlu merasa terkekang. Tidak ada lagi Darren yang menegurnya karena pulang larut, tidak ada lagi perdebatan panjang tentang siapa yang ditemuinya, atau mengapa ia mengenakan pakaian tertentu. Anna merasa ringan, seperti beban yang selama ini menahannya telah terangkat.Seperti saat ini, wanita itu telah siap dengan pakaian ternyamannya dan menuruni tangga menuju ruang makan."Selamat pagi, Nyonya. Anda terlihat bersemangat sekali," sapa bu Ratna.Dengan mengembangkan senyumnya, Anna menjawab. "Apakah jelas terlihat? Aku hanya merasa kembali seperti dulu, menikmati waktu-waktu kesendirianku."Bu Ratna pun mengangguk pelan. "Saya turut senang melihatnya."Anna lalu memulai sarapannya dengan lahap, dengan asyik memainkan tab di sampingnya melihat beberapa tempat menyenangkan yang hendak ia kunjungi."Sepertinya tempat ini menyenangkan," gumamnya membayangkan. "

  • Jodoh Wasiat Ayah   21. Aku bebas!

    "Nyonya??"Terdengar suara Jason dari balik pintu berusaha membangunkan Anna sembari mengetuk pintu beberapa kali. Anna lalu mengerjap-ngerjapkan matanya, tubuhnya menggeliat di atas kasur besar."Ya, ya ... aku sudah bangun.""Baiklah. Sarapan juga sudah siap, sebentar lagi bu Lasmi juga izin masuk ke dalam untuk membersihkan kamar Nyonya."Anna lalu berdecih. "Ya, ya, ya ... aku mengerti.""Baiklah, saya pamit menunggu di bawah, Nyonya."Anna hanua berdeham, mengiyakan pernyataan Jason.Suasana pun hening mendandakan bahwa Jason sudah tidak ada di balik pintu itu lagi. Sedangkan Anna tidak langsung bangkit dari tempat tidurnya. Begitu Anna tersadar dari tidurnya yang tak nyenyak, hal pertama yang terlintas di benaknya adalah sosok Darren yang tiba-tiba menghilang tanpa pamit. Rasa marahnya masih tersisa, tetapi rasa penasaran yang lebih besar mendorongnya untuk segera mencari tahu lebih banyak. Ia berjalan cepat ke arah pintu, keluar dari kamar dan menuruni tangga menuju ruang depan

  • Jodoh Wasiat Ayah   20. Hari tanpa Darren

    "Dia belum turun? Tumben sekali," gumam Anna, sembari mengunyah sarapannya.Wanita itu seketika menyapukan pandangannya ke seluruh ruang makan bahkan sesekali melirik ke arah pintu masuk ruang makan tersebut. Namun, ia tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Darren."Apa dia berangkat pagi-pagi sekali?" terkanya lagi, kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, "kalau benar, aku tidak peduli."Ya, Anna akhirnya tidak terlalu mempedulikan keberadaan suaminya. Ia malah segera menyelesaikan sarapannya dan bergegas pergi bersama Jason karena hari ini ia akan mendatangi makam mendiang kedua orang tuanya. Di dalam mobil, Anna melihat ke arah luar jendela, entah mengapa perasaannya sedikit tak menentu. Ia pun melihat ke arah Jason yang tengah fokus di balik kemudinya."Jason?""Ya, Nyonya?" sahut Jason, sekilas melirik majikannya melalui kaca spion tengah."Kau tahu kemana Darren? Aku belum melihatnya pagi ini, apakah dia berangkat sejak pagi buta?" tanya Anna, tanpa sadar memberondingi Jas

  • Jodoh Wasiat Ayah   19. Jagalah dirimu, kumohon!

    "Ah! T-tidak apa-apa, Nyonga." Jason berusaha menutupi raut wajahnya setelah berbincang dengan Darren, "apakah anda sudah siap?"Anna mengangguk pelan, meski masih merasa penasaran dengan apa yang terjadi pada Jason.Ya, setiap pagi, Jason sudah menunggu Anna di depan pintu, siap mengantarnya ke berbagai tempat. Bagi Anna, kehadiran Jason adalah semacam pelarian, seseorang yang bisa ia ajak bicara tanpa perlu merasakan tekanan atau pengawasan yang selalu ia rasakan dari Darren. Meski Jason tetap menjaga profesionalisme sebagai pengawal, Anna mulai merasa lebih nyaman bersamanya, dan bahkan mulai menyadari betapa pentingnya Jason dalam rutinitas barunya."Jason, apakah Darren tidak bicara apapun padamu?" tanya Anna, setelah berada di dalam mobil.Ia masih merasa penasaran dengan sikap Jason yang tiba-tiba terlihat canggung bahkan cenderung tertekan. Walaupun Anna sudah menahan dan berusaha untuk tidak membahasnya, tetapi sikap Jason terlalu kentara untuk dilewatkan.Jason sejak tadi me

  • Jodoh Wasiat Ayah   18. Kau kupecat!

    "Aku pergi dulu," ucap Darren, pamit setelah selesai menyantap sarapannya.Anna hanya diam tanpa menanggapi, lalu melihat sekilas kepergian suaminya yang langsung menghilang dari balik pintu.Betapa tidak? Setelah malam perdebatan keduanya malam itu, suasana di rumah tampak berbeda dari biasanya. Ada ketegangan yang terasa di antara mereka, seakan keduanya berada dalam dunia masing-masing tanpa saling menyapa. Darren yang akhir-akhir ini menghabiskan waktu di ruang kerjanya, sibuk dengan tumpukan dokumen dan menerima panggilan telepon, seolah-olah tidak ada waktu atau perhatian yang tersisa untuk Anna. Sebaliknya, Anna sibuk dengan kegiatannya sendiri, menghabiskan waktu di luar rumah, sering kali ditemani oleh Jason, pengawal yang kini lebih banyak mengisi kekosongan di hidupnya daripada suaminya sendiri.Sedangkan di luar rumah, begitu Darren muncul dari balik pintu dengan memasang wajah dinginnya, Rhodes dan Jason yang tengah asyik berbincang sambil duduk pun segera bangkit dan men

  • Jodoh Wasiat Ayah   17. Pesta selesai, Tuan Putri!

    "Pesta sudah selesai, Tuan Putri." Darren berdiri dengan tatapan tegas di hadapan Anna."K-kau??" Anna terkejut bukan main seraya mengemhentikan gerakkan badannya yang sebelumnya meliuk-liuk menikmati musik.Suasana di sekeliling mereka mulai berubah tegang. Anna yang tadinya tersenyum dan menikmati waktunya, mendadak merasa terganggu oleh kehadiran suaminya yang tiba-tiba muncul di klub malam ini tanpa peringatan. Tatapan Darren tak lepas darinya, sorot matanya penuh dengan ketidaksetujuan yang tak tertutupi. Ia bahkan tak perlu bicara banyak, satu pandangannya saja cukup untuk menyingkirkan pria-pria yang mengelilingi Anna, membuat mereka pergi dengan wajah ragu-ragu."Kita pulang sekarang," ujar Darren, suaranya terdengar tegas tetapi rendah, lebih seperti perintah daripada ajakan.Anna yang sudah setengah mabuk dan dikuasai suasana malam yang menyenangkan, menatap Darren dengan wajah kesal dan menolak mentah-mentah. "Tidak. Aku belum ingin pulang. Aku sedang bersenang-senang, tol

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status