Share

Bab 6

Penulis: Ana Merwin
Ruang-ruang VIP di tempat lelang itu dipisahkan oleh sekat yang bisa dipindahkan.

Orang-orang yang datang ke tempat lelang adalah mereka yang kaya raya atau memiliki status tinggi. Meski begitu, tidak sedikit juga yang datang dengan mengeluarkan sejumlah dana demi mencari peluang.

Pihak penyelenggara pun dengan senang hati memberikan kesempatan seperti itu kepada mereka.

Oleh karena itu, selama kedua belah pihak setuju, kunci pada sekat bisa dibuka dan sekatnya dapat dipindahkan.

Setelah hening sejenak, terdengar ketukan pada sekat dari ruang sebelah.

Lintang tidak berniat untuk mengurusnya.

Namun, Feby justru bangkit dan membuka kunci pada sekat. Kemudian, Feby menggeser sekat itu sedikit hingga terbuka celah kecil.

Lintang mengangkat alis dan menoleh. Tatapannya langsung bersirobok dengan tatapan Bagas yang dalam, yang tengah berdiri di depan sekat tersebut.

Raut wajah Bagas yang muram itu menyembunyikan rasa kesal.

Lintang mengangkat alis sedikit, tanpa menunjukkan banyak emosi, seakan sedang melihat orang asing. Kemudian, Lintang dengan tenang mengalihkan pandangannya dan berkata kepada Feby.

"Kenapa nggak kembali duduk dan melihat barang lelangnya?"

Feby tersenyum lebar, suasana hatinya sangat baik.

"Aku cuma penasaran. Sebenarnya, aib macam apa yang masih jadi rebutan orang untuk menikmatinya?"

Feby dan Lintang tumbuh besar bersama sejak kecil. Beberapa tahun lalu, saat mengetahui Lintang rela tidak kembali ke ibu kota demi seorang pria, Feby menjadi marah dan memutuskan hubungan dengan Lintang.

Namun, setelah mereka berdamai, Feby sama sekali tidak tertarik untuk bertemu dengan Bagas.

Ini pertama kalinya Feby bertemu dengan Bagas.

Lintang tidak mampu berkata-kata.

Ucapan Feby barusan, sepertinya juga sekaligus memarahi dirinya.

Wajah Bagas tampak muram. Sorot matanya begitu tajam saat menatap Lintang. Bagas pun melangkah maju, ingin menghampiri Lintang.

Feby menyeringai dingin sambil mengulurkan tangan untuk menghalangi. Pengawal yang berdiri di sudut gelap ruangan segera maju berdiri di samping Feby untuk melindunginya.

"Ruang VIP yang aku sewa ini, bukan tempat di mana makhluk kotor bisa masuk seenaknya."

Wajah Bagas langsung menjadi muram. Pandangannya tertuju pada sosok anggun yang duduk di kursi.

"Lintang, ke sini."

Lintang tersenyum tipis dan berkata pelan.

"Kalau aku ke sana, selingkuhanmu itu jadi nggak bisa bersenang-senang lagi. Jadi, sebaiknya aku nggak merusak kesenangan kalian.”

Wajah Jeny langsung memucat dan tubuhnya juga menegang.

Wajah Bagas juga tampak kesal. Dia menatap Lintang dengan ekspresi serius.

Feby memberi isyarat kepada pengawal untuk menutup sekat. Namun, Bagas mengangkat tangannya dan mencegahnya dengan wajah dingin.

Suasana pun langsung menjadi tegang.

Bagas menatap Lintang dengan tajam. "Kamu yakin nggak mau ke sini?"

Itu adalah pertanda jika Bagas mulai marah.

Lintang mengangguk. "Yakin."

Sebelumnya, Lintang rela membujuk Bagas dan berusaha keras agar Bagas tidak marah dan merusak hubungan mereka. Sekarang, meski Bagas mati karena marah di hadapannya, Lintang tidak akan peduli.

"Bu Lintang, barusan kami cuma bercanda. Pak Bagas dan kamu akan segera menikah. Mana mungkin..."

Pria yang sebelumnya merendahkan diri untuk bertanya pada Bagas, bagaimana cara membuat dua wanita bisa rukun, sekarang malah mulai membela Bagas.

Begitu pria itu mulai berbicara, Feby langsung memotong kata-katanya.

"Tutup mulut kotormu dan hentikan omong kosongmu itu. Lintang belum menikah. Jangan kaitkan dia dengan bajingan itu!"

Suara Feby begitu nyaring, sehingga membuat semua ruang VIP di sekitar menjadi hening.

Raut wajah pria itu langsung menjadi kaku. Namun, karena adanya para pengawal di sisi Feby, pria itu pun tidak berani angkat bicara.

Barusan, pria itu langsung mengenali lambang di seragam para pengawal tersebut. Para pengawal itu berasal dari tim keamanan terbaik di negara ini.

Biaya untuk mempekerjakan mereka bahkan mencapai tujuh digit. Tanpa latar belakang keluarga yang sangat kuat, mustahil bisa membayar jasa keamanan semahal itu.

Bukankah Lintang berasal dari keluarga biasa, yang dahulu membangun segalanya dari nol bersama Bagas?

Bagaimana mungkin Lintang bisa mengenal orang-orang dari keluarga yang sangat berpengaruh seperti itu? Selain itu, hubungan mereka juga tampaknya cukup dekat.

Beberapa orang yang tadinya ingin ikut campur, akhirnya memilih diam karena tahu situasi.

Jeny bangkit dari kursinya dengan mata memerah. Raut wajahnya menunjukkan seakan baru saja mendapat penghinaan besar.

"Pak Bagas, jangan bertengkar dengan Kak Lintang gara-gara aku. Nanti orang-orang malah akan mentertawakan kita. Semua ini salahku. Harusnya aku nggak muncul di sini. Aku akan pergi sekarang."

Bagas mengerutkan kening. Tangannya yang menahan sekat sedikit mengendur.

Lintang juga berdiri dari kursinya.

Ekspresi Bagas yang tadinya sempat melunak langsung kembali tegas. Bagas tahu jika Lintang tidak akan membiarkannya kehilangan muka di depan umum. Demi tidak membuat Lintang merasa tersakiti, tentu saja Bagas harus menyuruh Jeny pergi.

Namun, Lintang hanya berjalan ke arah Bagas. Lintang mengulurkan tangan, dengan cepat menarik sekat, lalu menguncinya dengan rapat dan langsung menghalangi pandangan Bagas.

"Lintang!"

Suara marah pria itu menggema dari ruangan sebelah.

Ekspresi Lintang tetap tenang saat dia kembali duduk di kursinya.

Feby mengikutinya dengan wajah puas dan duduk di samping Lintang.

"Aku sempat mengira kamu bakal ikut dia ke sana."

Ekspresi Lintang tetap tenang. Matanya menatap ke arah panggung lelang. "Menurutmu, aku ini wanita murahan, ya?"

Feby yang menyadari kesedihan hati Lintang langsung mendekat, merangkulnya, lalu menempelkan wajahnya ke pipi Lintang.

"Tentu saja nggak. Paling-paling kamu cuma buta selama beberapa tahun."

Lintang tidak mampu berkata-kata.

Lelang akan segera dimulai dalam beberapa menit. Namun, keributan dari ruang sebelah masih belum mereda.

Jeny terisak pelan.

"Semua ini salahku. Akulah yang menyebabkan Pak Bagas dan Bu Lintang bertengkar. Aku harus minta maaf secara langsung pada Bu Lintang dan menjelaskan kalau Pak Bagas dan aku nggak ada hubungan apa-apa."

Tidak ada yang berani bicara. Hanya Bagas yang berkata dengan dingin.

"Nggak perlu."

Acara lelang memasuki tahap memperkenalkan barang-barang yang akan dilelang.

Suara isak tangis Jeny yang pelan masih terdengar sesekali.

Akhirnya, panitia acara mengetuk pintu ruang VIP milik Bagas.

"Pak Bagas, beberapa tamu mengeluhkan kalau ruangan Anda terlalu berisik, sehingga mengganggu mereka dalam melihat barang lelang. Mohon Anda dan rekan-rekan Anda dapat menjaga ketenangan. Semoga kalian semua mendapatkan barang yang diinginkan."

Wajah Bagas langsung menjadi pucat pasi.

Tubuh Jeny langsung menegang. Setelah tadi dipermalukan oleh Lintang, dia tidak berani bersuara. Namun, kini bahkan seorang pelayan biasa sekalipun berani datang untuk menegurnya. Hal tersebut membuat Jeny langsung naik pitam.

"Yang berisik bukan cuma ruangan kami, 'kan?"

Seseorang ikut menimpali.

"Jangan-jangan orang itu cuma ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekati Pak Bagas? Kita kasih saja dia kesempatan itu. Bilang padanya, kalau biaya ruangan dia sudah dibayarkan oleh Pak Bagas. Asal dia mau datang minta maaf secara langsung, anggap saja masalah ini selesai."

Keributan itu juga sampai ke telinga Lintang. Lintang pun tidak bisa menahan diri untuk tidak mengerutkan kening.

Bagas tetap diam.

Sejak saham Lintama masuk bursa efek, Bagas banyak dikelilingi oleh para penjilat seperti itu.

Kesombongan dan keangkuhan pada akhirnya hanya akan menimbulkan malapetaka.

Pihak penyelenggara sempat memberi beberapa nasihat sebelum akhirnya pergi.

Untungnya Bagas masih cukup rasional. Tidak ada lagi keributan yang terdengar dari dalam ruangannya.

Hanya saja, sekarang Bagas mengganti taktiknya. Dia sengaja mengincar Lintang dan Feby. Setiap kali mereka berdua mengangkat papan untuk menawar, pihak Bagas pasti ikut menawar dan menaikkan harganya.

Beberapa barang yang sempat ditawar Lintang, akhirnya berhasil didapatkan oleh Bagas.

Bagas tampaknya sangat menikmati hal tersebut. Dia bahkan mengirim pesan pada Lintang untuk memancing emosi Lintang.

[Masih ada yang kamu suka? Semuanya akan kudapatkan dan kuberikan padamu.]

Lintang membalas: [Rongsokan-rongsokan yang tadi kamu dapatkan, nggak ada satu pun yang aku suka.]

Bagas menjawab: [Kamu sengaja, ya?]

Lintang melirik ponselnya dan tidak lagi membalasnya. Kemudian, Lintang kembali mengangkat papan tawarannya.

Kali ini, Bagas tidak ikut menawar. Lintang pun berhasil mendapatkan barang yang dia sukai.

Gelang tangan itu sangat cocok untuk kakaknya. Jadi, gelang itu akan jadi hadiah yang dibawa Lintang untuk kakaknya, saat kembali ke ibu kota nanti.

Bagas mengirim pesan: [Kamu pikir, aku bakal ikut menawar, ya?]

Lintang membalas: [Terima kasih Pak Bagas sudah nggak ikut menawar. Jadinya, aku bisa mendapatkan barang lelang yang kuinginkan dengan harga murah.]

Kali ini, Bagas tidak membalas.

Lintang sudah bisa membayangkan wajah Bagas yang dingin, tetapi tampak bingung dan marah.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jodoh dari Masa Lalu   Bab 100

    Lintang membalas:[Apakah aku puas atau nggak, itu nggak penting. Yang penting adalah apakah Pak Indra puas.]Orang itu tidak membalas.Pak Indra kemungkinan tidak puas. Bagaimanapun, putri tunggalnya sudah sangat menderita oleh kejadian ini selama tiga tahun terakhir.Gilang kemungkinan besar tidak akan bisa menghadiri pernikahan Bagas besok.Bagaimana kelanjutan malam ini, Lintang tidak ingin mengurusi, karena besok dia masih harus menghadapi pertarungan lain yang lebih berat.Setelah selesai mandi, Lintang berbaring di tempat tidur. Pikirannya kacau, tetapi kesadarannya sangat jernih.Hingga malam di luar jendela perlahan berubah menjadi abu-abu samar dan sampai penata rias datang mengetuk pintunya, Lintang sama sekali tidak merasa mengantuk.Bagas semalam mabuk. Pak Ardi mengaturnya untuk menginap di kamar lantai bawah.Bagas juga sudah dibangunkan oleh penata rias pagi-pagi sekali. Hal pertama yang dilakukan Bagas setelah terbangun adalah menelepon Lintang. Bagas menyadari jika ke

  • Jodoh dari Masa Lalu   Bab 99

    Lintang mengakui jika memilih Bagas dan baru melihat sifat aslinya setelah tujuh tahun, adalah keputusan yang bodoh."Meski bodoh, itu tetap kebodohan yang berani! Lebih baik dari pada beberapa orang yang merangkak di sudut gelap, nggak berani menghadapi hati mereka sendiri, nggak berani mencintai wanita yang mereka cintai."Faris menatap Lintang dengan wajah serius. Suasana langsung menjadi dingin mencekam.Lintang tahu, dia sudah menyentuh titik kelemahan Faris.Lintang bahkan berilusi jika pria ini akan bergegas mencekiknya.Ketika dua orang saling menatap, salah satu dari mereka pasti akan kalah.Sejujurnya, Lintang merasa sangat rapuh sekarang.Namun, Lintang tidak ingin kalah.Akhirnya, Faris-lah yang pertama mengalihkan pandangannya. Dia berbalik dan berjalan menuju ujung lorong.Lintang mengerucutkan bibirnya. Dia menatap sosok Faris yang tampak sedikit kesepian. Dalam hati Lintang tidak ada sedikit pun rasa menang.Lintang diam-diam berdiri di tempat. Ekspresinya agak merasa b

  • Jodoh dari Masa Lalu   Bab 98

    "Pak Faris, Anda tinggal di lantai berapa? Aku bantu tekan tombol lift-nya."Faris tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya mengangkat tangannya dan menekan tombol lantai 32, lalu menarik kembali tangannya.Meskipun diam, kehadiran Faris sangat terasa.Lintang terdiam. Lintang pun mengangkat tangannya dan hendak menekan nomor lantainya, tetapi lampu di lantainya sudah menyala.Lintang tertegun untuk sesaat."Pak Faris, kamu juga tinggal di lantai 32?"Faris tetap diam."Kebetulan sekali." Suara Lintang terdengar agak canggung.Pria itu tidak menjawab. Lintang juga kehilangan minat.Dalam hati, Lintang diam-diam mengagumi para pelaku perang dingin itu. Bagaimana mereka bisa menahan diri untuk tidak berbicara dengan orang lain?Butuh waktu cukup lama bagi lift untuk mencapai lantai 32. Ruangan sempit itu hanya berisi mereka berdua. Suasana begitu hening hingga Lintang merasa suara napasnya sendiri bisa terdengar begitu jelas.Mereka tidak bisa terus terjebak dalam ketegangan seperti ini.Enta

  • Jodoh dari Masa Lalu   Bab 97

    Sopir memarkir mobil di depan Hotel Mahira. Lintang tidak menunggu pria itu keluar untuk membukakan pintu, melainkan membukanya sendiri dan keluar dari mobil."Terima kasih, Pak Faris. Maaf merepotkan."Meskipun mereka berdua tidak bertukar kata selama perjalanan, Lintang tetap merasa perlu menunjukkan sopan santun.Pria yang duduk di dalam mobil itu tidak mengatakan sepatah kata pun.Lintang sedikit mengerucutkan bibirnya. Dia dengan sadar menahan diri untuk tidak melanjutkan percakapan. Lintang pun menutup pintu mobil dengan lembut.Namun, saat pintu hampir tertutup, orang di dalam mobil itu mendorongnya hingga terbuka.Lintang terkejut untuk sesaat. Faris sendiri membungkuk dan keluar dari mobil.Faris berjalan melewati Lintang tanpa ekspresi. Mata hitamnya yang dalam terlihat dingin dan penuh rasa tidak peduli, seakan menyiratkan, "Jangan dekat-dekat!".Lintang melihat Faris masuk ke hotel. Lintang tampak terkejut untuk sesaat. Kemudian, Lintang buru-buru mengikutinya dan bertanya.

  • Jodoh dari Masa Lalu   Bab 96

    Lintang tercekat mendengar kata-kata Faris. Dia merasa ada udara kotor yang terhimpit di tenggorokannya."Pak Faris, coba ke depannya kurangi menjilat bibirmu."Faris melirik Lintang dengan bingung.Lintang tetap tersenyum, tetapi menggertakkan giginya. "Aku takut kamu akan meracuni diri sendiri dengan menjilat bibirmu."Faris sangat tahu bagaimana situasi Bagas, tetapi masih saja "mengucapkan selamat" padanya!Lintang menarik napas dalam-dalam. Jika dia tidak mengetahui perselingkuhan Bagas dan Jeny pada beberapa saat sebelum pernikahan, setiap "ucapan selamat" dari orang-orang yang mengetahuinya, kemungkinan besar akan dianggap Lintang sebagai ejekan atas kebodohannya.Jika Lintang baru menyadari semuanya setelah pernikahan, ucapan "selamat" itu akan berubah menjadi pedang yang menusuk jantungnya.Untungnya, Lintang sudah mengetahui semuanya, sehingga tidak memberi kesempatan bagi orang-orang itu untuk menusuknya.Pria yang duduk di samping Lintang tertawa pelan. Cahaya lampu dari lu

  • Jodoh dari Masa Lalu   Bab 95

    Lintang mengerucutkan bibirnya dengan putus asa. Matanya sekilas menunjukkan rasa canggung dan emosi yang agak rumit. Kemudian, Lintang cepat-cepat menepuk pipinya, berusaha untuk menyadarkan diri dan melangkah pergi.Saat berjalan, Lintang baru menyadari jika tiang tempat dia bersandar juga dipenuhi dengan banyak ukiran manusia kecil yang sedang berhubungan intim.Wajah Lintang langsung memerah dan dia buru-buru berjalan meninggalkan tempat itu.Lintang sama sekali tidak bisa mengapresiasi seni perilaku manusia primitif di dinding ini!Saat Lintang keluar dari hotel dengan wajah memerah, sopir Faris sudah memarkir mobil di pintu masuk.Melihat Lintang keluar, sopir itu melangkah ke samping mobil, tersenyum pada Lintang dan memberi isyarat "silakan."Faris sudah berada di dalam mobil.Cahaya lampu jalan di luar jendela masuk ke mobil, menyinari profil Faris yang tegas dan membuat sebagian besar wajah Faris tertutup bayangan.Tampan dan misterius.Dua kancing di kerah kemeja yang sempat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status