Share

Bab 5

Author: Ana Merwin
Seminggu sudah berlalu sejak urusan pemakaman nenek Lintang selesai.

Keluarga Handaru sekarang bergantung sepenuhnya pada Kak Luna. Segera setelah pemakaman selesai, Luna langsung bergegas kembali ke ibu kota tanpa menunda-nunda lagi.

Sebelum pergi, Luna sempat memberikan sedikit nasihat pada Lintang.

Dengan wajah pucat, Lintang berkata kepada Luna jika dirinya akan pulang tepat waktu dan akan benar-benar memutuskan semua hubungan.

Sekembalinya dari bandara ke vila, mawar ungu di halaman yang tidak dirawat selama seminggu sudah layu.

Makna bunga mawar ungu adalah melindungi cinta.

Mawar-mawar ini ditanam sendiri oleh Bagas ketika mereka pertama kali membeli vila tersebut.

Melihat mawar yang layu dan menguning itu, sebersit ejekan melintas di mata Lintang. Lintang pun melangkah maju, mencabut semua batang mawar sampai ke akarnya, lalu membuangnya ke tempat sampah. Setelah itu, Lintang mengeluarkan ponsel dan menelepon seseorang.

"Halo, soal harga yang kamu tawarkan waktu itu, aku terima. Kalau memungkinkan, aku ingin secepatnya menandatangani kontrak dan mengurus balik nama."

Pihak di ujung telepon setuju. Setelah itu, mereka pun menentukan waktu pertemuan.

Setelah menutup telepon, Lintang naik ke lantai atas untuk mengemasi barang-barangnya.

Lintang membereskan semua barang-barang berharganya dan membawanya kembali ke rumah kecil peninggalan neneknya. Sisa barang-barang yang berkaitan dengan Bagas, dibuang Lintang layaknya sampah.

Ketika asisten Bagas datang, tempat sampah di depan vila sudah penuh sesak.

Asisten itu melirik ke arah tempat sampah dengan sedikit keraguan di matanya.

Kenapa pakaian-pakaian itu terlihat begitu familier?

Saat melihat Lintang, asisten itu pun memanggil.

"Bu…"

Lintang mengangkat tangannya untuk memotong ucapannya, "Namaku Lintang."

"Bu Lintang, Pak Bagas akan menghadiri sebuah pesta malam ini. Aku diminta datang untuk mengambil setelan jas. Mohon bantuannya untuk memadukannya.”

Ekspresi wajah Lintang tetap datar, tanpa emosi.

"Kenapa dia nggak datang sendiri untuk mengambilnya?"

Asisten itu menundukkan kepalanya dan merasa agak bersalah. "Pak Bagas barusan kembali dari perjalanan dinas ke kota sebelah dan langsung kembali ke kantor untuk mengurus pekerjaan."

Lintang pun menjawab, "Benarkah? Kukira dia terlalu asyik bersenang-senang sampai lupa rumah."

Asisten itu tidak berani menatap Lintang.

Lintang juga tidak berniat mempersulitnya. Dia melirik ke arah tempat sampah dan berkata dengan nada dingin, "Pergilah ke sana dan cari sendiri."

Asisten itu mengikuti arah pandangan Lintang dan melihat petugas pengelola properti sudah mulai mengangkut tempat sampah yang penuh untuk dibuang.

"Hah?"

Asisten itu terlihat bingung dan tidak mengerti.

Lintang berkata dengan santai, "Cepat. Kalau nggak, nanti yang masih bagus keburu diambil orang."

Setelah berkata seperti itu, Lintang berjalan melewati samping asisten itu. Tak lama kemudian, Lintang menyalakan mobil dan pergi.

Wajah asisten itu langsung berkedut. Namun, demi menyelesaikan tugas yang diberikan Bagas, dia terpaksa mengejar tempat sampah yang sudah diangkut.

Di Lintama.

Asisten itu memasuki kantor Bagas sambil memeluk setelan jas yang berhasil dia rebut kembali dari tangan para pemulung.

Semua barang yang dibuang oleh Lintang sangat berharga, sehingga para pemulung berebutan dengan ganas.

Dalam perebutan itu, asisten tersebut tidak tahu siapa yang menyikutnya beberapa kali dan kebetulan mengenai sudut matanya, sehingga membuat matanya bengkak dan memerah parah.

"Pak Bagas…"

Melihat Bagas dan Jeny di dalam kantor, dengan kepala yang nyaris bersentuhan, asisten itu pun merasa kesal di dalam hati.

Yang membuat hubungan ambigu adalah Pak Bagas, tetapi yang menanggung akibatnya justru dirinya.

Bagas sedang menjelaskan detail proyek pada Jeny. Mendengar suara itu, Bagas langsung mengangkat kepalanya. Saat melihat penampilan asistennya yang berantakan, Bagas pun terdiam sejenak.

"Lintang memukulmu?"

Jeny tampak terkejut, lalu menatap asisten itu dengan sedikit rasa iba.

Lintang itu orang gila. Sebelumnya, di toko gaun pengantin, Lintang juga tiba-tiba menyiramkan kopi ke dirinya tanpa alasan.

Asisten mendesah di dalam hati. Dia justru berharap yang memukulnya memang Lintang. Sebelum bekerja untuk Bagas, dia adalah asisten Lintang.

Setengah tahun lalu, ketika kondisi kesehatan Lintang mulai bermasalah, asisten itu dipindahkan untuk bekerja di bawah Bagas.

Selama enam bulan ini, dia nyaris menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana hubungan Bagas dan Jeny berkembang sampai sejauh ini.

Asisten merasa bersalah atas kebaikan Lintang yang pernah menghargai dan memercayainya.

"Bukan, aku nggak sengaja terbentur di tempat lain."

Mata Jeny menunjukkan sedikit kekecewaan. Namun, Jeny tahu diri dan tidak mengatakan apa-apa.

Bagas mengangguk sedikit, lalu berkata singkat, "Hati-hati."

Asisten itu membuka mulut. Dia ragu-ragu apakah harus memberi tahu Bagas tentang semua yang dilihatnya.

Namun, tepat di saat itu, beberapa perwakilan dari merek pakaian masuk ke kantor sambil membawa gaun-gaun pesta.

Beberapa orang berdiri berjajar di hadapan Bagas dan Jeny. Masing-masing membawa gaun pesta edisi terbaru yang dirancang khusus.

Ekspresi kecewa di wajah Jeny seketika berubah menjadi kegembiraan.

Bagas merasa terhibur dengan reaksi Jeny. Dia kemudian menatap Jeny sambil mengangkat alisnya. Sorot mata Bagas yang dalam mengandung senyuman.

"Pilih satu. Malam ini temani aku menghadiri pesta."

Mata Jeny langsung berbinar. Dia menatap Bagas dengan penuh kekaguman.

"Benarkah… Bolehkah?"

Bagas mengangkat tangannya dan mengusap kepala Jeny.

"Boleh."

Setelah mendapat persetujuan yang jelas dari Bagas, Jeny pun bangkit dari kursinya dan mulai memilih gaun.

Kata-kata yang sudah sampai di ujung lidah asisten itu akhirnya tertelan kembali. Asisten itu kemudian diam-diam meninggalkan kantor Bagas.

Malam itu, sahabat dekat Lintang yang bekerja sebagai broker khusus di bidang akuisisi perusahaan, mengajak Lintang menghadiri sebuah perjamuan lelang.

Kebetulan, Lintang juga ingin berkonsultasi dengannya mengenai nilai saham Lintama.

Lintang berniat menjual seluruh saham Lintama yang dimilikinya. Lantaran sahabatnya adalah ahli di bidang ini, jumlah uang yang bisa didapat akan jauh lebih besar jika diserahkan padanya, dibanding jika Lintang sendiri yang menjualnya.

Setibanya di lokasi perjamuan.

Lintang langsung menuju ruang VIP di lantai dua yang ditunjukkan oleh sahabatnya.

Saat membuka pintu dan masuk, Lintang melihat sahabatnya duduk sendirian di kursi. Wajahnya tampak sedikit muram.

"Siapa yang bikin kamu…"

Ruang VIP tempat lelang itu ternyata tidak kedap suara. Sebelum Lintang bisa menyelesaikan kata-katanya, dia mendengar suara obrolan dari ruang sebelah.

"Memang Bagas yang tahu cara menikmati hidup. Bulan depan mau menikah, tapi di sisinya masih ada Bu Jeny yang begitu cantik. Bu Jeny itu lembut dan baik hati, rela ikut kamu tanpa status. Aku sih nggak heran. Aku cuma penasaran, gimana caranya menjaga keseimbangan dengan yang di rumah? Ajarin tips-nya dong, Bro."

Bagas tidak menjawab. Namun, banyak orang di sekitarnya yang sibuk menjilat dan memujinya.

"Meski Bagas mau mengajari, kamu juga tetap nggak akan punya pesona seperti dia. Lintang itu mencintai Bagas setengah mati dan takut ditinggalkan olehnya. Jadi, mana berani Lintang cari gara-gara?"

"Laki-laki itu harusnya seperti Bagas ini. Di rumah ada istri, tapi di luar juga dikelilingi banyak wanita."

Feby Ananta, sahabat karib Lintang, merasa marah sampai wajahnya menjadi merah padam. Dia pun langsung berdiri dari tempat duduknya.

Lintang buru-buru menariknya. Namun, ujung gaun Lintang tak sengaja menyenggol cangkir porselen di atas meja hingga jatuh, sehingga menimbulkan suara denting yang nyaring.

Terdengar suara Bagas yang dalam. "Jangan membahas hal-hal yang nggak penting. Nikmati saja barang-barang lelangnya."

Feby benar-benar marah. Namun, saat melihat wajah Lintang yang tenang dan dingin, Feby pun sadar jika Lintang sebenarnya sudah tahu semuanya sejak lama.

Wajah Feby terlihat dingin. "Kamu cuma akan diam saja?"

Lintang menjawab dengan tenang. Suaranya cukup lantang untuk didengar oleh orang-orang di ruangan sebelah.

"Dalam hidup, pasti ada hal buruk yang terjadi. Yang penting adalah pura-pura tenang lalu cepat-cepat mengatasinya. Bukannya malah ribut-ribut mengumumkan aib sendiri kepada orang lain."

Semua orang di ruangan sebelah langsung tidak mampu berkata-kata.

Suasana langsung menjadi hening total.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh dari Masa Lalu   Bab 100

    Lintang membalas:[Apakah aku puas atau nggak, itu nggak penting. Yang penting adalah apakah Pak Indra puas.]Orang itu tidak membalas.Pak Indra kemungkinan tidak puas. Bagaimanapun, putri tunggalnya sudah sangat menderita oleh kejadian ini selama tiga tahun terakhir.Gilang kemungkinan besar tidak akan bisa menghadiri pernikahan Bagas besok.Bagaimana kelanjutan malam ini, Lintang tidak ingin mengurusi, karena besok dia masih harus menghadapi pertarungan lain yang lebih berat.Setelah selesai mandi, Lintang berbaring di tempat tidur. Pikirannya kacau, tetapi kesadarannya sangat jernih.Hingga malam di luar jendela perlahan berubah menjadi abu-abu samar dan sampai penata rias datang mengetuk pintunya, Lintang sama sekali tidak merasa mengantuk.Bagas semalam mabuk. Pak Ardi mengaturnya untuk menginap di kamar lantai bawah.Bagas juga sudah dibangunkan oleh penata rias pagi-pagi sekali. Hal pertama yang dilakukan Bagas setelah terbangun adalah menelepon Lintang. Bagas menyadari jika ke

  • Jodoh dari Masa Lalu   Bab 99

    Lintang mengakui jika memilih Bagas dan baru melihat sifat aslinya setelah tujuh tahun, adalah keputusan yang bodoh."Meski bodoh, itu tetap kebodohan yang berani! Lebih baik dari pada beberapa orang yang merangkak di sudut gelap, nggak berani menghadapi hati mereka sendiri, nggak berani mencintai wanita yang mereka cintai."Faris menatap Lintang dengan wajah serius. Suasana langsung menjadi dingin mencekam.Lintang tahu, dia sudah menyentuh titik kelemahan Faris.Lintang bahkan berilusi jika pria ini akan bergegas mencekiknya.Ketika dua orang saling menatap, salah satu dari mereka pasti akan kalah.Sejujurnya, Lintang merasa sangat rapuh sekarang.Namun, Lintang tidak ingin kalah.Akhirnya, Faris-lah yang pertama mengalihkan pandangannya. Dia berbalik dan berjalan menuju ujung lorong.Lintang mengerucutkan bibirnya. Dia menatap sosok Faris yang tampak sedikit kesepian. Dalam hati Lintang tidak ada sedikit pun rasa menang.Lintang diam-diam berdiri di tempat. Ekspresinya agak merasa b

  • Jodoh dari Masa Lalu   Bab 98

    "Pak Faris, Anda tinggal di lantai berapa? Aku bantu tekan tombol lift-nya."Faris tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya mengangkat tangannya dan menekan tombol lantai 32, lalu menarik kembali tangannya.Meskipun diam, kehadiran Faris sangat terasa.Lintang terdiam. Lintang pun mengangkat tangannya dan hendak menekan nomor lantainya, tetapi lampu di lantainya sudah menyala.Lintang tertegun untuk sesaat."Pak Faris, kamu juga tinggal di lantai 32?"Faris tetap diam."Kebetulan sekali." Suara Lintang terdengar agak canggung.Pria itu tidak menjawab. Lintang juga kehilangan minat.Dalam hati, Lintang diam-diam mengagumi para pelaku perang dingin itu. Bagaimana mereka bisa menahan diri untuk tidak berbicara dengan orang lain?Butuh waktu cukup lama bagi lift untuk mencapai lantai 32. Ruangan sempit itu hanya berisi mereka berdua. Suasana begitu hening hingga Lintang merasa suara napasnya sendiri bisa terdengar begitu jelas.Mereka tidak bisa terus terjebak dalam ketegangan seperti ini.Enta

  • Jodoh dari Masa Lalu   Bab 97

    Sopir memarkir mobil di depan Hotel Mahira. Lintang tidak menunggu pria itu keluar untuk membukakan pintu, melainkan membukanya sendiri dan keluar dari mobil."Terima kasih, Pak Faris. Maaf merepotkan."Meskipun mereka berdua tidak bertukar kata selama perjalanan, Lintang tetap merasa perlu menunjukkan sopan santun.Pria yang duduk di dalam mobil itu tidak mengatakan sepatah kata pun.Lintang sedikit mengerucutkan bibirnya. Dia dengan sadar menahan diri untuk tidak melanjutkan percakapan. Lintang pun menutup pintu mobil dengan lembut.Namun, saat pintu hampir tertutup, orang di dalam mobil itu mendorongnya hingga terbuka.Lintang terkejut untuk sesaat. Faris sendiri membungkuk dan keluar dari mobil.Faris berjalan melewati Lintang tanpa ekspresi. Mata hitamnya yang dalam terlihat dingin dan penuh rasa tidak peduli, seakan menyiratkan, "Jangan dekat-dekat!".Lintang melihat Faris masuk ke hotel. Lintang tampak terkejut untuk sesaat. Kemudian, Lintang buru-buru mengikutinya dan bertanya.

  • Jodoh dari Masa Lalu   Bab 96

    Lintang tercekat mendengar kata-kata Faris. Dia merasa ada udara kotor yang terhimpit di tenggorokannya."Pak Faris, coba ke depannya kurangi menjilat bibirmu."Faris melirik Lintang dengan bingung.Lintang tetap tersenyum, tetapi menggertakkan giginya. "Aku takut kamu akan meracuni diri sendiri dengan menjilat bibirmu."Faris sangat tahu bagaimana situasi Bagas, tetapi masih saja "mengucapkan selamat" padanya!Lintang menarik napas dalam-dalam. Jika dia tidak mengetahui perselingkuhan Bagas dan Jeny pada beberapa saat sebelum pernikahan, setiap "ucapan selamat" dari orang-orang yang mengetahuinya, kemungkinan besar akan dianggap Lintang sebagai ejekan atas kebodohannya.Jika Lintang baru menyadari semuanya setelah pernikahan, ucapan "selamat" itu akan berubah menjadi pedang yang menusuk jantungnya.Untungnya, Lintang sudah mengetahui semuanya, sehingga tidak memberi kesempatan bagi orang-orang itu untuk menusuknya.Pria yang duduk di samping Lintang tertawa pelan. Cahaya lampu dari lu

  • Jodoh dari Masa Lalu   Bab 95

    Lintang mengerucutkan bibirnya dengan putus asa. Matanya sekilas menunjukkan rasa canggung dan emosi yang agak rumit. Kemudian, Lintang cepat-cepat menepuk pipinya, berusaha untuk menyadarkan diri dan melangkah pergi.Saat berjalan, Lintang baru menyadari jika tiang tempat dia bersandar juga dipenuhi dengan banyak ukiran manusia kecil yang sedang berhubungan intim.Wajah Lintang langsung memerah dan dia buru-buru berjalan meninggalkan tempat itu.Lintang sama sekali tidak bisa mengapresiasi seni perilaku manusia primitif di dinding ini!Saat Lintang keluar dari hotel dengan wajah memerah, sopir Faris sudah memarkir mobil di pintu masuk.Melihat Lintang keluar, sopir itu melangkah ke samping mobil, tersenyum pada Lintang dan memberi isyarat "silakan."Faris sudah berada di dalam mobil.Cahaya lampu jalan di luar jendela masuk ke mobil, menyinari profil Faris yang tegas dan membuat sebagian besar wajah Faris tertutup bayangan.Tampan dan misterius.Dua kancing di kerah kemeja yang sempat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status