Malam ini adalah malam pertemuan yang paling berkesan untuk dua keluarga, meski harus ada rasa canggung namun hati Jasmin tidak bisa berbohong bahwa dirinya sangat senang akan segera menikah. Pukul sembilan malam keluarga dari mempelai pria dan beberapa tamu lainnya berpamitan untuk pulang, dari keluarga Jasmin mengantarkan sampai ke pintu depan rumahnya. Ayesha yang sangat ramah, membuat Jasmin merasa senang akan memiliki ibu mertua yang baik. Saat berpamitan pulang, Ayesha mengatakan bahwa dirinya sangat senang akan memiliki anak mantu seperti Jasmin. Jasmin pun tersenyum ramah, saat hendak pulang mereka saling berjabat tangan. Namun ketika Jasmin mengatupkan tangannya ke arah Syarif, terlihat jelas gugup dan rona merah di wajahnya.
Ketika mobil keluarga Syarif melesat jauh, Jasmin beserta keluarganya masuk kedalam rumah. Jasmin melihat parsel serta kotak-kotak yang dihiasi cantik yang berjajar di ruang tamu.
" Bu ini nggak salah, banyak sekali bu ? " tanya Jasmin pandangannya terus tertuju pada hantaran dari Syarif.
" Sayang ini semua pemberian dari besan, ini untuk mu nak " jelas Fatimah
" Sebanyak ini " batin Jasmin terheran-heran. Jelas, Jasmin baru mengetahui tentang hantaran yang begitu banyaknya, dari perlengkapan Jasmin semua tersusun rapih dan cantik membuat Jasmin enggan untuk membukanya dan berniat untuk menyimpannya saja. Terlebih Jasmin tidak suka dengan barang branded yang terlihat jelas menghamburkan uang.
Fatimah dan Ismail lebih dulu masuk ke dalam kamar, karena tubuhnya yang sudah tua dan gampang lelah mereka pun memutuskan untuk istirahat. Sedangkan Jasmin berusaha memboyong semua pemberian dari Syarif, cukup lelah dan menguras tenaga bagi Jasmin untuk naik turun tangga menuju kamarnya.
"Ya Allah lelahnya " lirih Jasmin setelah memindahkan semua barang. Sejenak Jasmin duduk di atas tempat tidur, tetapi ia melihat ponselnya yang bergetar menandakan sebuah pesan masuk.
Jasmin dengan cepat mengambil ponselnya, dilihatnya pesan dari Syarif. Jasmin tersenyum ketika membaca pesan Syarif yang berisi " Assalamualaikum bidadari ku, terimakasih telah menyambut kami dengan penuh suka cita, dan kue kacang buatan mu sangat enak " puji Syarif membuat lelah Jasmin berganti dengan taburan kelopak bunga yang kini seakan akan menghujaninya.
" Ada satu lagi yang saya lupa, bacalah coretan tangan saya yang ada di dalam tas hantaran " isi pesan kedua dari Syarif membuat Jasmin terus tersenyum sendiri. Namun Jasmin memilih untuk melaksanakan sholat Isya terlebih dahulu karena jam menunjukkan sudah pukul sepuluh malam.
Usai membersihkan diri dan tiba waktunya untuk tidur, Jasmin membuka tas pemberian dari Syarif. Benar isi pesan Syarif, di dalam tas terdapat selembar kertas yang hanya dilipat dua kali. Dengan seksama Jasmin membaca isi coretan Syarif.
" Assalamualaikum ... Saat kamu membaca surat ini tentunya kamu sudah memilih ku untuk menjadikan imam di hidup mu. Mari kita saling berkenalan, saat berumah tangga nanti, aku meminta mu jangan pernah menutupi hal kecil apapun. Aku tahu, orangtuamu tidaklah mudah melepaskan putri kesayangannya untuk aku cintai. Maka dari itu, izinkan aku menjaga mu dengan seluruh raga ini. Mari kita menikah dengan niat yang tulus dan ikhlas." kata-kata yang tersusun rapih dan elok, saat Jasmin membacanya pun ... hati merasa lebih mantap menikah dengan Syarif.
" Dia laki-laki yang lembut, semoga rumah tangga kami selalu diberkahi oleh rahmat mu Ya Allah " batin Jasmin seraya merebahkan tubuhnya dan meletakkan kertas itu ke bawah bantal, tubuhnya yang lelah membuat Jasmin cepat tertidur pulas.
Hari demi hari berlalu sangat cepat, Jasmin dan Syarif hanya berkomunikasi lewat pesan yang hanya menanyakan hal-hal yang penting saja dan bisa dihitung dalam beberapa hari ini.
Tepat ba'da Maghrib keluarga Jasmin mengadakan pengajian menjelang pernikahan yang akan dilaksanakan lusa. Pengajian ini dihadiri banyak warga kampung yang ikut serta mendoakan kelancaran akad yang akan dilaksanakan pada hari Jum'at. Pada malam ini Jasmin ingin mengungkapkan bahwa dirinya sudah hafal tiga puluh juz pada ke dua orangtuanya. Jasmin becermin menatap dirinya yang sudah siap mengikuti pengajian, ada rasa gundah dalam hatinya. Namun apa daya sebagai anak, Jasmin tidak ingin berbohong terus menerus.
"Toh hidup dan mati hanya Allah yang menentukan, " batin Jasmin seraya menguatkan diri.
Jasmin keluar dari dalam kamarnya, didengar suara ramai bapak serta ibu-ibu yang hadir dalam pengajian dalam rumahnya yang akan segera dimulai.
Fatimah dan Ismail sudah ada berada di depan sejak tadi untuk menyambut para tetangga yang berdatangan.Tak berselang lama pengajian pun berlangsung dengan diisi acara ceramah seorang ustadz yang telah Ismail undang untuk mengisi pengajian. Ketika acara akan selesai Jasmin membawa baskom berisi air sontak membuat para jamaah melihat ke arah Jasmin.
" Pak ustadz saya ingin meminta waktunya, saya ingin membasuh kaki kedua orangtua saya yang sangat saya sayangi " ucap Jasmin menunduk.
" Subhanallah silahkan, silahkan untuk Bapak Ismail dan Ibu Fatimah untuk duduk di atas kursi " arahan dari seorang ustadz, Fatimah dan Ismail yang tadinya duduk di atas karpet kini beralih ke atas kursi yang sudah disiapkan, mereka duduk bersebelahan.
Fatimah dan Ismail terharu dengan apa yang ucapkan oleh Jasmin, Bi Ani yang membantu Jasmin mengambilkan air serta handuk untuk mengeringkan kaki majikannya pun tak kuasa menahan haru.
Prosesi mencuci kaki Fatimah dan Ismail pun berlangsung haru, tak lupa Jasmin pun mengucapkan basmalah. Dengan telaten Jasmin membasuh kaki ke dua orangtuanya secara bergantian. Setelah selesai Jasmin mengeringkan dengan handuk yang sudah diambilkan oleh Bi Ani. Jasmin mengucapkan rangkaian kata yang membuat semua terharu.
" Ayah ... Ibu terimakasih sudah membesarkan Jasmin dengan kasih sayang yang tulus, maafkan Jasmin yang selalu merepotkan Jasmin. Yang terkadang membuat Ayah dan ibu marah karena kenakalan Jasmin. Dihari ini Jasmin ingin berkata jujur ... kalau Jasmin sudah memenuhi keinginan ibu. Jasmin sudah hafal semuanya Bu " ungkap Jasmin dengan derai air mata, dengan posisi badan yang bersimpuh di depan orangtuanya dan tangan Jasmin yang memegang tangan Fatimah dan Ismail. Ismail membelai lembut kepala putrinya.
" Sudah seharusnya kami memberikan kasih sayang untuk mu nak, " ucap Ismail.
" Terima kasih sudah menjadi putri kami yang berbakti, waktu ibu hanya sebentar lagi. " imbuh Fatimah, mendengar ucapan Fatimah, Jasmin mendongak melihat wajah ibunya yang kini sudah terlihat getaran-getaran keriput diwajahnya.
" Ibu harus janji, ibu harus sehat selalu ya bu. Jasmin nggak akan sanggup hidup tanpa ibu " tutur Jasmin yang hanya di angguki oleh Fatimah. Bayang-bayang takut kehilangan seorang ibu kini kembali muncul dalam benak Jasmin.
Hari yang ditunggu tunggu pun tiba, dikediaman Syarif semua orang sibuk mempersiapkan diri untuk datang ke rumah Jasmin. Ya hari ini adalah hari dimana Syarif akan meminang Jasmin. Di dalam kamar Syarif dibantu oleh ayahnya untuk mengenakan pakaian yang berwarna serba putih.
" Terimakasih bi " ucap Syarif
" Sama-sama nak, abi hanya berpesan... Jadilah imam yang bisa menuntun istrinya ke jalan Allah " Musa menepuk ke dua bahu Syarif, Syarif pun mengangguk dan memeluk tubuh Abinya.
" Ceklek " suara pintu terbuka
" Sudah siap ? " tanya Ayesha kepada Syarif
" Insya Allah mi " jawab Syarif tersenyum merangkul Abinya.
" Jangan lupa baca basmallah sebelum ijab nak " ucap Musa berusaha mengingatkan Syarif.
" Pasti bi " jawab Syarif
Keluarga Syarif berangkat menggunakan mobil yang sudah dihiasi layaknya mobil pengantin pada umumnya. Ayesha, Musa dan Syarif berada dalam satu mobil yang sama untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan, mereka menggunakan jasa supir pribadi yang mereka sudah anggap seperti keluarga sendiri.
Sepuluh bulan berlalu, hari-hari Jasmin di sibukkan dengan mengurus putranya dengan penuh kasih sayang. Di usianya yang akan menginjak satu tahun, Hanif bertambah aktif dengan segala tingkah lucu dan menggemaskan. Jasmin mengurus Hanif dengan bantuan Bi Sumi yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri, sesekali mereka bertukar tugas rumah untuk menjaga Hanif. Namun yang sering Jasmin lakukan dia lebih senang melakukan tugas rumah, melihat Bi Sumi yang sudah tua rasanya Jasmin tidak tega untuk terus menggunakan tenaganya. Seperti saat ini dari jarak yang tidak terlalu jauh Jasmin yang sedang menyiapkan makan siang untuk Hanif, ia melihat kearah Bi Sumi dan putranya yang sedang duduk. Hanif selalu senang saat bermain dengan Bi Sumi, melihat putranya tertawa terbahak layaknya anak kecil, Jasmin teringat suatu hal di hatinya." Seandainya ibu tahu, Jasmin sudah memiliki putra yang sangat lucu bu " batin Jasmin memang selalu merindukan kehadiran ibunya. Seketika air mata Jasmin su
Usai makan Rafa bercengkrama sejenak dengan keluarga Jasmin dan Syarif, sedangkan para wanita membereskan piring kotor dan membantu membereskan tempat yang digunakan mereka saat makan. Jasmin berjalan sambil memandangi perut Dokter Nina, merasa seperti ada yang aneh." Apa jangan-jangan dokter Nina hamil ?" batin Jasmin seraya menyerahkan piring kotor kearah Bi Sumi." Dok, kalau boleh tahu... Apakah dokter sedang hamil ?" tanya Jasmin menghampiri Dokter Nina yang kini sedang menata mangkok berisi lauk pauk. Dokter Nina tersenyum dan mengangguk kecil kearah Jasmin." Benarkah alhamdulillah ya Allah .... " seru Jasmin sembari memeluk tubuh Dokter Nina, kedekatan mereka kini sudah melebihi dari persahabatan. Jasmin menganggap Dokter Nina sebagaimana saudara perempuan yang saling berbagi ilmu dan menyayangi." Semoga baby-nya sehat terus ya " lanjut Jasmin, tangannya mulai mengelus perut Dokter Nina yang mulai membuncit. Dokter Nina memegang tangan Jasmin ya
Gelapnya malam yang terasa sunyi, membuat semua insan tertidur pulas. Kehadiran Hanif membawa perubahan bagi Jasmin dan Syarif. Malam ini mereka mengubah posisi tidurnya, mereka saling memeluk Hanif yang kini berada di tengah-tengah mereka. Jasmin sengaja tidak memberikan guling sebagai batasan antara Syarif dan Hanif, karena Jasmin tahu suaminya sangat menyayangi putranya. Tengah malam Syarif merasakan gerakan Hanif, kaki mungilnya terus menendang-nendang tangan Syarif yang tepat berada di bawahnya. Perlahan Syarif mulai membuka matanya, Syarif melihat putranya yang tengah terjaga. Pandangannya beralih ke arah Jasmin yang masih terlelap dan tidak merasakan putranya yang kini bangun, senyuman terlihat di wajah Syarif kala melihat istrinya." Dia pasti sangat lelah " batin Syarif beralih menggendong putranya yang kini sudah berada di tangannya, awalnya Syarif merasa takut saat menggendong buah hatinya yang masih terlihat sangat kecil namun ia menyadari tidak mungkin membangun
Usai mengadzani putranya, melalui sambungan telepon Syarif memberikan kabar bahagia kepada orang - orang yang selama ini menunggu kehadiran buah hatinya. Rona bahagia tak lepas dari wajah tampannya yang terus mengucapkan syukur dan terima kasih kepada istrinya yang sudah berjuang." Mas .... Putra kita belum diberi nama " ucap Jasmin sembari memegangi tangan suaminya yang hendak pergi keluar ruangan." Mas, serahkan kepada kamu sayang karena kamu yang sudah berjuang " lirih Syarif kembali duduk di sisi Jasmin" Mas saja, Mas Syarif kan sekarang sudah jadi kepala keluarga " Jasmin tersenyum begitupun dengan Syarif." Mas beri nama Hanif Yasser Syathibi, bagaimana apa kamu setuju sayang ?" tanyanya yang dianggukki oleh Jasmin." Iya mas, nama yang bagus "jawab Jasmin tersenyum.Tepat pukul sembilan malam Ayesha, Musa dan Ismail tiba di rumah sakit dimana Jasmin berada, mereka tiba secara bersamaan disaat Syarif sedang melaksanakan shalat
Empat bulan berlalu .....Kini usia kandungan Jasmin memasuki usia delapan bulan, Jasmin sering mengeluh kesulitan saat tidur dan sering merasa panas di tubuhnya. Malam pun ia sering terbangun karena sering buang air kecil, tak jarang Syarif selalu dibangunkan di malam hari untuk menemaninya makan karena perutnya terasa lapar. Syarif pun menyadari bahwa istrinya sedang berbadan dua, dengan senang Syarif selalu menemani istrinya. Akhir-akhir ini Syarif harus menjadi suami yang siap siaga. Pagi ini adalah terakhir kalinya Jasmin cek kandungan, Syarif selalu antusias saat mengantarkan Jasmin karena ia sangat senang ketika melihat perkembangan buah hatinya di layar monitor." Alhamdulillah ... Tinggal tunggu waktu saja, posisi baby-nya sudah pas " ucap Dokter Nina sembari menggerakkan alat USG di atas perut Jasmin." Alhamdulillah... Semoga dilancarkan " doa Jasmin yang masih terbaring" Aamiin " sahut Syarif dan Dokter Nina bersamaan.Usai cek kandung
Ba'da Maghrib semua warga mulai berkumpul di rumah Syarif, Syarif memang terkenal dengan sikapnya yang ramah di kalangan masyarakat sekitar. Jasmin yang hendak keluar menyapa para tamu pun di halangi oleh Syarif." Sayang diluar kan laki-laki semua, lebih baik temani Ummi saja di kamar " jelas Syarif, Jasmin pun mengangguk mengerti." Mas tidak rela, jika bidadari mas dipandang oleh banyak orang " tutur Syarif tersenyum seraya memegangi dagu Jasmin, sekilas terlihat senyuman manis di wajah Jasmin. Syarif menggandeng tangan Jasmin, untuk diantarkan ke kamar Ayesha. Setibanya di depan pintu, tangan Syarif memegang handel pintu." Ummi, Syarif titip istri kesayangan Syarif ya mi " ujar Syarif menitipkan Jasmin seperti anak kecil. Ayesha yang kini sedang menonton berita di televisi pun tersenyum." Duduk sini nak, Syarif memang terkadang protektif nya kelewatan " sahut Ayesha yang tahu sekali sikap putranya. Ayesha meminta Jasmin untuk duduk di de
Malam ketika Jasmin sudah tertidur pulas, Syarif masih terjaga karena merasa haus. Ia melihat gelas kosong yang berada diatas meja, Syarif pun beranjak dari tempat tidurnya dan dengan pelan membuka pintu kamarnya. Namun ada yang ia lupakan, Syarif tidak menggunakan kembali kaos yang tadi ia lepas. Sesampainya di dapur, masih ada Aira yang juga sama hendak mengambil air minum untuk ia bawa ke dalam kamarnya." Sejak kapan Mas Syarif tidur telanjang dada, apa jangan-jangan nggak di kasih jatah ya... Sama Mba Jasmin ?" tanya Aira dengan nada menggoda kakaknya dan memegang gelas di tangannya." Berisik dek, anak kecil mau tahu saja " jawab Syarif dengan acuh, namun bukan Aira kalau tidak terus-menerus bertanya. Aira mendekati Syarif dengan arah sedikit berjinjit." Mas nikah itu, enak nggak sih ?" tanya Aira penasaran, tentu saja dengan suara lirih seperti sedang berbisik. Syarif pun tersenyum jahil, sebelum menjawab pertanyaan adik perempuannya ia menengguk air min
Sore hari ketika sang Surya sudah mulai terbenam dan menggambarkan semburat jingga yang disuguhkan dengan indahnya langit sore menjelang malam. mobil Jasmin dan Syarif kini memasuki sebuah rumah sakit dimana disana mereka sudah berjanjian dengan seseorang, siapa lagi kalau bukan Dokter Nina. Saat memasuki rumah sakit Syarif menggandeng tangan istrinya. Setibanya di depan pintu ruangan Nina, Syarif dengan sopan mengetuk pintu, setelah mendapatkan sahutan dari dalam Jasmin dan Syarif masuk. Syarif pun mengatakan niat kedatangannya, dengan cekatan Dokter Nina mengarahkan pasangan pasutri itu ke sebuah ruangan khusus dimana Jasmin akan melakukan cek USG.Jasmin dan Syarif memasuki ruangan yang menurutnya sangat asing, Jasmin diarahkan untuk berbaring di sebuah Brankar yang mana akan dilakukan USG. Syarif terus mendampingi istrinya dan duduk di samping Jasmin. Sedangkan dokter Nina, ia mulai menuangkan cairan di atas perut Jasmin. Dokter Nina mengarahkan Syarif dan Jasmin untuk me
Malam hari Aira dan Ayesha sibuk di dapur untuk membuat hidangan menuju hari Idul Fitri. Keberadaan Bi Sumi jangan ditanyakan, Bi Sumi diizinkan pulang ke kampung halamannya untuk beberapa waktu yang kemungkinan cukup lama. Kepulangan Bi Sumi membuat Ayesha meminta bantuan kepada Aira, putrinya untuk memasak berbagai menu khas lebaran." Ummi ... Aira panggil Mba Jasmin untuk bantuin kita ya mi " ujar Aira tangannya sibuk memegang sendok, memasukkan beras yang sudah dicuci bersih ke dalam ketupat." Jangan ganggu mereka nak, biarkan mereka melepas kangen " jawab Ayesha sembari mengaduk sayur di atas kompor." Iya iya mi " sahut Aira, merasa kecewa tidak bisa bertemu dengan kakak iparnya.Di balkon kamar Jasmin yang hendak keluar dari kamar terus dihalangi oleh suaminya dengan alasan ingin terus bersamanya di sepanjang malam ini. Terpaksa Jasmin harus mengikuti kemauan suaminya." Mas lepas... Jasmin mau duduk " Sampai detik ini Syarif b