Share

Ch.2 Alister Bachtiar

"Tuan, biar saya yang menyetir. Bisa kena omel Tuan besar kalau sampai tau, Tuan muda menyetir sendiri di sini." Ajudan pribadi seorang pemuda berusia 25 tahun itu sangat takut jika majikannya mengetahui, bahwa, anak semata wayangnya menyetir sendiri di negaranya. Mengingat pemuda itu baru saja datang dari luar negeri, dan belum mempunyai surat izin mengemudi. Ditambah lagi, status kewarganegaraannya masih warga negara asing.

"Kamu tenang saja, saya biasa menyetir di sana. Lagi pula, saya tidak mau terlambat karena menyetir kamu seperti snail." Gerutu sang Tuan muda masih asyik menyetir dengan kecepatan di atas rata-rata.

"Ngomong opo to Tuan, saya nggak paham. Boleh Tuan Muda menyetir, tapi pelan-pelan. Nanti, kalau ada polisi, kita kena tilang." Jelas Sopir pribadi keluarganya.

"Tilang? Maksudnya, denda? Kenapa saya kena denda?"

"Ya Allah Tuan, saya tambah bingung iki. Piye ya? Kita ke pinggir dulu saja Tuan. Nanti, saya jelaskan."

"No!! Shut up! Saya nggak mau terlambat ke acara makan siang itu."

Alister Bachtiar seorang anak pengusaha property terbesar di kotanya, ia baru saja pindah ke Indonesia. Sejak usianya lima tahun ia bersama orang tuanya tinggal di luar negeri, tepatnya di London. Mereka memutuskan kembali ke tanah airnya setelah sang Putra menyelesaikan studynya di sana.

Alister sang Putra tunggal mendapatkan mandat dari Daddynya untuk mengembangkan perusahaannya yang ada di tanah air.

Mobil sedan berwarna hitam metalik glossy itu memecah jalanan tol yang cukup padat siang itu. "Saya nggak suka mobil ini, terlalu lambat. Besok, kamu bilang sama daddy nggak usah antar saya lagi ke mana-mana. Saya bukan anak kecil lagi. You understand!"

"I- iya Tuan, saya ander-ander." Jawab sang sopir asal-asalan.

"What!! Shit! Daddy apa tidak bisa mencari sopir yang berkompeten di sini." Gusar Alister.

"Tu- Tuan awas ada lampu merah. Kita harus-"

"Saya paham lah, kamu nggak perlu mengajari saya." Alister menancap gas, ia malahan menambah kecepatan kendaraannya.

"Matilah saya sekarang, Tuan." Ajudan yang berusia sekitar 45 tahun itu hanya mampu menggelengkan kepalanya. Ia masih setia memegang Hand grip dari pertama kali Tuan Mudanya memintanya pindah di bangku penumpang.

"Why?" Tanpa merasa berdosa, Alister masih tetap melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

"Lampu merah, seharusnya kita berhenti Tuan, bukan melaju menambah kecepatan." Sang sopir menerangkan dengan lesu.

"What!?"

***

"Tuan, anda yakin ini tempatnya? Tapi, sepertinya ini gudang kosong tidak berpenghuni." Sang sopir menggaruk kepalanya yang jelas-jelas tidak gatal setelah mereka sampai di tempat tujuan.

"Saya hanya mengikuti petunjuk di sini. Fuck! Saya akan coba calling Daniel."

[Hallo, stupid! Kamu di mana, saya sudah sampai di tempat yang kamu share tadi.]

[Lo di mana? Gue juga udah sampai dari tadi. Gue udah habis beberapa piring makanan, tapi lo nggak muncul-mucul juga. Hahaha ....] Jawaban enteng dari seberang terdengar sembari mengunyah makanan.

[Goddamn it! Kamu mengerjai saya?]

[Nope. Lo di mana sekarang, gue jemput lo.]

[Saya di ... I dont know, I'm confused. Wait, jangan tutup panggilan saya.]

Alister memotret beberapa bangunan serta jalanan yang ada di sekitarnya, lantas ia kirim foto tersebut pada orang yang berada di seberang panggilan. [Saya sudah kirim, kamu cepat ke sini sekarang.]

[Okey.]

Berakhirlah panggilan, Alister berdiri bersandar pada mobilnya, sedangkan sang ajudan hanya mondar-mandir tak tentu tujuan.

"Stopped! Kamu membuat saya pusing. Sekarang, pulang saja. Saya akan segera dijemput teman, jadi kamu bisa go away."

"Hah?! Gimana Tuan? Bicaralah dengan saya biasa saja Tuan, jangan campur-campur, saya tidak paham. Tapi kalau es campur saya paham, Tuan. Hehehe ...."

"Oh my God. Kamu boleh pergi pulang sekarang, saya nanti akan dijemput teman saya sebentar lagi. Kamu paham?" Alister mencoba menahan emosinya dengan sedikit menggigit bibir bawahnya.

"Oh iya Tuan baiklah, saya paham. Tapi, tolong nanti jangan adukan saya pada Tuan besar, kalau saya tidak menamani Tuan hari ini. Bisa-bisa, saya akan kena omel lagi."

Lelaki itu mengambil nafas panjang, "Ya, saya tidak akan bilang sama Daddy. Now, pulanglah."

"Baik, saya permisi kalau begitu Tuan."

"Hmm."

Setelah menunggu beberapa menit lamanya, Daniel akhirnya datang dengan mengendarai mobil sport berwarna abu-abu bermerk Nissan GT-R50. "Hahaha ... Ngapain lo di sini." Sang pengendara akhirnya turun, ia langsung menghampri Alister yang berdiri di bawah pohon.

"Stop fucking around, saya sudah kepanasan di sini. Buruan, pergi dari tempat menyebalkan ini." Tanpa dipersilahkan sang empunya kendaraan, Alister langsung masuk begitu saja ke dalam mobil.

Disusul Daniel yang masuk dari pintu kemudi dengan terkekeh. "Tidak berubah lo dari dulu."

Mobil yang masih menggunakan mesin Nismo 3.800 cc itu melaju dengan kecepatan sedang, kedua lelaki seumuran itu bercengkerama membahas mengenai kegiatan mereka masing-masing semenjak kembali ke tanah air. Tak berbeda jauh dengan Alister, Daniel juga baru menginjakkan kakinya di negara asalnya beberapa minggu yang lalu. Daniel lebih dulu sampai dua minggu sebelum Alister.

"So, sekarang lo mau lanjutin bisnis orang tua lo di sini?"

"Yess, saya harus kembangin perusahaan Daddy di sini. Saya bisa balik ke London lagi dengan syarat perusahaan Daddy mendapat profit setidaknya 80% dalam setahun. Fuck!"

"You'r crazy?! Hahaha ... Semangat Bro, lo pasti bisa. Hidup di sini lebih nyaman ketimbang di sana, you know?"

"Saya tidak ingin berlama-lama di sini. Mommy saya di sana sendirian. Tapi, terkadang Daddy terbang ke sana beberapa hari sekali." Terang Alister.

Alister mengambil ponsel dari saku jaketnya.

[Ya, saya lagi di luar makan siang. Satu jam lagi, saya akan tiba di kantor.] Sambungan berakhir.

"Gue akan tunjukin tempat nongkrong terbaik di kota ini. Lo, pasti akan suka." Ucap Daniel lantas menambah laju kendaraannya.

Bruumm....

***

"Ada apa itu ramai-ramai?" Daniel menghentikan laju mobilnya karena memang telah sampai di tempat tujuan.

"Saya tidak perduli, ayolah kita makan. Saya sudah lapar sekali, Niel." Sanggah Alister malas.

"Tunggu sebentar Al, kita ke sana dulu." Ajak Daniel menarik paksa Alister.

"Oh my God."

Alister beriringan bersama Daniel menuju keramaian yang ada di pelataran restoran. Mereka melihat seorang gadis yang terduduk di trotoar dan seorang bocah berdiri seraya menangis.

"Holy shit!" Alister menghampiri gadis tersebut, dengan segera ia membantu gadis itu untuk berdiri. "Are you okey?"

Gadis itu menatap gamang pada lelaki yang baru saja datang dan tiba-tiba membantunya untuk berdiri. "Sorry, tapi rok gue sobek bagian belakang. Gue nggak mungkin bisa berdiri." Gadis itu berusaha memelankan suaranya, lebih tepatnya, ia berbisik pada Alister.

"What?!" Alister sendiri bingung ketika mendengar bisikan dari gadis itu. Dengan cepat, lelaki bertubuh atletis yang mempunyai tinggi badan 172 senti itu melepaskan jaket yang ia kenakan. "Berdiri perlahan, saya akan tutup pakai jaket."

Begitu dekatnya jarak antara mereka berdua, membuat gadis tersebut bisa mencium aroma parfum maskulin lelaki di depannya itu. Gadis itu menapakkan lutut kanannya di tanah, dengan segera Alister menyelipkan jaket hitamnya dari sela-sela pinggang sang gadis, dan mengikatnya dengan kuat pada perut rata gadis itu.

Atensi gadis 24 tahun itu tidak berkedip menatap lelaki yang berjarak hanya satu jengkal tangannya. Lelaki yang sebelumnya belum pernah ia temui itu bewajah rupawan, manik hitam kebiruan, hidung mancung, bibir tipis serta alis tebal yang menambah kesan maskulin pada lelaki tersebut.

"Kamu, baik-baik saja?"

***

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status