Share

Bab. 8. Korban

Dirumah kediaman kedua orangtua Keyla. Mama berjalan mondar-mandir di ruang tengah. Sesekali menggerakan tangannya gelisah.

"Mah ada apa?" Papa menatapnya dengan raut yang penuh tanda tanya.

 "Gak ada apa-apa, Pah."

"Selagi kejujuran itu baik kenapa harus berbohong?" Mama langsung terpaku dan ikut menatap kearah pria berumur 30 tahunan itu.

 "Pah, mamah masih mikirin mereka berdua."

"Mereka udah sama-sama berumur 20 tahun dan setidaknya mereka bisa bertindak lebih dewasakan."

"Tapii, Pah, Mamah masih gak percaya sama keyla dan itu pastinya sangat berat buat Andriek. Keyla itu benar-benar gak perduli sama dia." Suara mama agak meninggi.

 "Papah, yakin sama Andriek!"

 "Iya, cuma."

"Apa?"

 "Gak apa-apa, Pah ini hanya kekhawatiran sedikit."

 "Apakah mamah akan mengunjungi mereka lagi?"

"Gak, Pah."

"Ya udah kalau gitu gak usah terlalu di pikirin."

Mama mengangguk setuju. Jam sudah menunjukan pukul 10:00 wib, Matahari terasa begitu hangat. Ya tentu saja karena panasnya hampir mendekati beberapa derajat celcius.

Andriek berjalan di tepi, sambil mengayunkan tongkatnya merabai setiap jejak yang ia pijak. Dan tangan kirinya memegang sebuah gitar yang terlihat usang dan lusuh hampir-hampir saja cat itu memudar serta kehilangan warnanya.

Dia berhenti di depan cafe sejenak setelah itu melangkah masuk dengan petunjuk tongkat kesayangannya. Tiba-tiba pelayan cafe itu mendekatinya.

 "Mau ngamen ya?" Tanyanya kecil.

 "Jika Anda mengizinkan."

"Maaf tapi kami tidak menerima pengamen di sini!" ujarnya lagi.

"Baiklah,"

"Kau bisa pergi sekarang."

Andriekpun menggeser tongkatnya.

"Sinta apa yang terjadi?" Seorang pria berpakaian rapi ikut menghampiri keduanya.

 "Tuan."

Lelaki dengan wajah manis itu tersenyum.

"Siapa namamu?"

"Anda bisa memanggilku Andriek."

"Oohh, Aku Riyan!" Sambil mengulurkan tangan akan tetapi Andriek tak merespon.

"Senang bertemu dengan Anda Tuan."

Riyan tersenyum geli, ya.. tentu karena dia melupakan sesuatu. Jelas-jelas pria di hadapannya itu tak melihat masih saja dia bermaksud menyalami pria itu.

Kemudian Riyan memandang kearah pelayan, yang di panggilnya dengan sebutan Sinta tadi, dan menyuruhnya untuk membuatkan dua gelas Jus Apel.

 "Andriek silakan duduk."

 Andriek hanya mengangguk serta meraba-raba. Akan tetapi Riyan lebih dulu mengambilkanya kursi, Riyan juga ikut duduk.

 "Andriek dimana rumahmu?"

"Aku tinggal di sebuah Apartemen dan apartemen itu tak jauh dari sini."

Riyan mangguk-mangguk. Sesaat suasana sunyi, tak lama setelah itu pelayan datang membawakan dua gelas minuman jus, yang di pesan Riyan tadi. Riyan ya dia itu lelaki yang punya ciri khusus berambut pirang, bola mata berwarna biru, tubuh atletis dan dia adalah pemilik cafe ini, sebut saja cafe victoria, sepertinya dia berdarah indo atau bisa di bilang campuran bukan orang indonesia asli.

"Silakan di minum jus nya." Dia berkata sambil menggeserkan satu gelas jus Apel tepat di tangan Andriek. Andriek menerimanya dengan senyuman kecil, lalu menyedot pipanya.

"Oh ya kamu bisa bekerja di cafeku sekarang, resmi, aku kontrak kamu sebagai penghibur di cafeku ini," jelas Riyan lagi.

 Bruuuuusssssh

Jus Apel menyembur. Riyan terkejut.

"Maaf, Aku tak sengaja." Andriek meminta maaf dengan gugup.

 "Ya," jawabnya kecil.

 "Sekali lagi maafkan aku tuan." Andriek terus meminta maaf. Riyan juga mengulangi kata-katanya dan memakluminya.

Beberapa menit kemudian Riyan menyuruh Andriek untuk menghibur para tamu, dengan sebuah lagu melow dan senang hati Andriek menyetujuinya. Suara Andriek terdengar sangat merdu, jari tangannya perlahan memetik senar gitar tuanya dia menikmati serta terhanyut. Semua mata tertuju padanya, mereka sangat kagum dan menikmati lagu ciptaan salah satu band terkenal yang berjudul "HANYA RINDU" Andmesh.

Tiada terasa tiba-tiba air matanya mengalir lembut bayangan tentang Ibunya terekam kembali. Dia sangat merindukan dekapan kasih dan sayang ibunya tapi semua itu telah sirna keinginannya tak mungkin jadi kenyataan betapa sedih hatinya kini semua tinggallah bayangan semu. Lagu itu hanya berdurasi 5 menit saja para pelanggan Cafe bertepuk tangan.

Begitu juga dengan Riyan. Lelaki itu bertepuk tangan sembari mendekatinya.

 "Luar biasa kamu punya bakat untuk jadi artis kawan." pujinya datar. Mendengar pujian itu Andriek hanya mengangguk dan mengucapkan terima kasih.

Setelah bernyanyi dengan beberapa lagu, akhirnya Andriek selesai bekerja. Riyan memberinya uang.

"Terima kasih."

"Biasa sajalah panggil saja aku Riyan, lagian aku juga belum menikah."

Andriek tersenyum. "Kalau begitu Aku permisi dulu."

"Oke, jaga diri kamu baik-baik dan berhati-hatilah."

"Terima kasih." Andriek berlalu dari hadapan Riyan, dia membuka pintu dan berjalan menyusuri jalan dengan tongkatnya.

Cafe Riyan sudah tak nampak lagi. Namun...

"Hahaha....."

Terdengar suara dua orang lelaki menertawainya. Waktu itu suasana sangat sepi, masih belum ada orang-orang yang lewat.

"Buta mau kemana sih? Buru-buru banget." Satu lelaki mendekatinya.

"Maaf Aku harus segera pergi," jawab Andriek datar.

"Eeh tunggu dulu lah," Lelaki itu memegang pergelangan tangan Andriek.

"Apa yang kalian mau?" Andriek mulai bernada tegas. Lelaki itu tersenyum sinis.

Bughhhh..... Bughhh.....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status