Share

7. Bertemu dengan Wanita Cantik

Mira balas tersenyum, dalam hatinya berkata, 'Aku juga tahu, Kak Lintar tidak mungkin bisa servis ponselku. Ini hanya trik, agar aku bisa dekat dengan kamu, kakak tampan.'

"Hai! Kamu kenapa, Mir?" tanya Lintar sedikit mengagetkan Mira yang terus memandanginya.

"Ti–tidak apa-apa, Kak." Mira menyahut dengan gugupnya.

"Kirain—"

"Kirain kenapa, Kak?"

"Kirain kamu kesambet," jawab Lintar tertawa lepas.

"Kak Lintar jahat!" Mira tampak ketus. Namun, meskipun demikian, ia tetap bahagia bisa berada di dekat pria tampan yang sangat ia kagumi itu.

'Aku hanya ingin melihatmu bahagia meski pada akhirnya kau tidak bersamaku. Walau pada akhirnya aku tidak bersamamu maka yang paling aku inginkan adalah melihatmu bahagia. Ketahuilah aku akan merasa sedih ketika kau bersedih dan aku merasa tidak tega jika harus melihatmu menderita, meski aku bukan siapa-siapa bagimu namun aku berharap kau bahagia,' kata Mira dalam hati.

Mira memiliki perasaan cinta dan sayang terhadap Lintar. Namun, ia tidak seperti gadis-gadis lain di kampung itu yang berani mengungkapkan perasaannya langsung kepada Lintar.

"Ponsel kamu bawa saja ke tukang servis saja! Kakak tidak bisa, Mir," kata Lintar menyarankan.

"Iya, Kak." Mira bangkit tak hentinya memandangi wajah tampan yang ada di hadapannya itu. Setelah itu, Mira langsung pamit kepada Lintar, "Aku langsung pulang ya, Kak. Mau masak, kapan-kapan aku main lagi boleh, 'kan?"

"Iya, boleh," jawab Lintar tanpa mengangkat wajah.

Dengan demikian, Mira langsung mengucapkan, "Assalamualaikum." Ia melangkah dan berlalu dari hadapan Lintar.

"Waalaikum salam," jawab Lintar sambil memandangi langkah Mira yang sudah berlalu dari hadapannya. "Kenapa semua mendekati aku? Apa kelebihanku ini?" desisnya lagi bertanya-tanya sendiri.

"Tar!" panggil seorang wanita paruh baya berdiri di balik pagar yang menjadi pembatas antara rumahnya dengan rumah Lintar.

"Iya, Bu," jawab Lintar menoleh.

"Tadi ada Mira ke sini, yah?" tanya wanita paruh baya itu.

"Bu Rika kok, tahu?" Lintar terus meluruskan pandangannya ke wajah tetangga dekatnya itu.

Bu Rika tersenyum lebar, kemudian menjawab, "Ya, tahulah. Kita ini, 'kan tetangga."

Lintar hanya tersenyum sambil garuk kepala tanpa gatal.

"Kamu cocok loh sama Mira, daripada harus pacaran sama si Evi anak orang kaya sombong itu. Jujur saja, saya tidak suka sama keluarga mereka. Ngeselin!"

"Iya, Bu. Saya juga sebenarnya belum ada hubungan apa-apa dengan mereka. Tapi entah kenapa, mereka terus melakukan pendekatan sama saya(?)" Lintar geleng-geleng kepala penuh kebingungan.

"Lintar! Lintar! Kamu harus segera memilih calon pendamping yang tepat, agar Bu Rasti tidak selalu menuduh kamu dekat dengan anaknya!"

"Iya, Bu. Doakan saja supaya saya cepat memiliki seorang calon," kata Lintar menanggapi dengan baik perkataan dari tetangganya itu.

Keesokan harinya ....

Sekitar pukul sembilan pagi, Lintar berkunjung ke pusat perbelanjaan yang ada di pusat keramaian kota, tidak jauh dari tempat tinggalnya.

Di tempat tersebut, ia sedikit mengalami insiden. Secara tidak sengaja kakinya tersandung ketika berjalan menaiki tangga manual yang ada di tempat tersebut. Lintar hampir saja menubruk seorang wanita cantik berambut pirang. Beruntung, wanita itu segera menahannya. Meskipun pada akhirnya ia harus jatuh duduk di atas tangga tersebut.

"Ya, Allah! Maaf, Mbak." Lintar tampak malu ketika tangannya sedikit menyentuh tubuh wanita itu.

"Iya, tidak apa-apa, Mas," jawab wanita itu bersikap ramah, meskipun sudah jatuh karena kecerobohan Lintar.

'Ya, Allah! Wanita ini cantik sekali,' ucap Lintar dalam hati, ia tampak kagum dengan sikap baik yang ditunjukkan oleh wanita tersebut.

"Boleh aku bantu?" tanya Lintar lirih, sambil melontar senyum.

Wanita itu balas tersenyum, kemudian mengangguk. Tanda setuju dan menerima tawaran dari Lintar yang hendak membantunya.

Dengan demikian, Lintar segera mengulurkan tangan ke arah wanita itu.

"Ayo, Mbak aku bantu!" kata Lintar lirih.

Tanpa menjawab, wanita itu langsung meraih uluran tangan Lintar. Dalam hatinya pun berkata, "Tampan sekali pemuda ini."

Lintar menarik perlahan tangan wanita itu, tanpa sengaja tangan Lintar menyentuh punggung wanita tersebut.

"Maaf, Mbak."

"Tidak apa-apa, Mas."

Dua bola matanya tajam memandang wajah Lintar, ia terus mengamati Lintar dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ada getar-getar perasaan saling menyukai yang tiba-tiba tumbuh dalam jiwa dan pikiran kedua insan itu.

Lintar termangu-mangu sedemikian rupa, ia tak kuasa membalas tatapan bola mata indah wanita itu. Dadanya bergetar dan bergejolak, seakan-akan merasakan ada getaran hebat dalam dirinya, sehingga kakinya pun tampak gemetaran. Mereka mulai salah tingkah.

"Kamu kenapa, Mas? Aku, kan tidak apa-apa," tanya Wanita itu. Tutur sapanya lembut dan halus, membuat Lintar semakin terpesona.

"I-iya, Mbak," jawab Lintar gugup.

Dari keningnya keluar butiran peluh, pecah bercucuran membasahi wajah. Lintar semakin tegang ketika beradu pandangan lagi dengan wanita yang mempunyai bola mata indah itu.

"Mbak yakin tidak apa-apa?" tanya Lintar mengamati kaki wanita berkulit putih mulus itu.

"Tidak apa-apa, Mas. Aku hanya sedikit kaget saja," jawabnya lembut.

Setelah itu, wanita tersebut langsung pamit kepada Lintar. Ia langsung melangkah turun ke lantai bawah, Lintar hanya termangu memandangi langkah wanita itu yang sudah berlalu dari hadapannya.

"Ya, Allah! Kenapa aku tidak berkenalan saja," desis Lintar menepuk kening pelan.

Kemudian memutuskan untuk mengikuti wanita tersebut. Ia tampak penasaran dan ingin mengenal lebih jauh lagi wanita berwajah cantik itu.

"Aku harus mengikutinya, dan aku harus mengenalnya lebih dekat lagi," desis Lintar.

Lintar mengurungkan niatnya yang hendak naik ke lantai dua, justru ia kembali melangkah menuruni tangga tersebut untuk mengikuti langkah wanita itu. Lintar tampak penasaran dan ingin mengenal lebih jauh lagi wanita cantik yang baru saja bertabrakan dengannya. Tanpa disadarinya, ia sudah berjalan keluar, dan sudah tiba di halaman parkir yang ada di depan pusat perbelanjaan tersebut.

Namun, Lintar sudah kehilangan jejak sang bidadari yang tengah diburunya itu. "Ke mana perginya wanita cantik itu?" Lintar bertanya-tanya sendiri sambil terus mengamati sekitaran tempat tersebut.

Dalam jiwa dan pikirannya, sudah ditumbuhi perasaan suka terhadap wanita itu. Meskipun, ia belum mengenal siapa dia? Hal senada, ternyata dirasakan pula oleh wanita itu.

'Pemuda itu tampak sekali. Tapi sayang, dia tidak memperkenalkan diri,' batinnya berkata-kata sambil melangkah menuju halaman parkir.

"Bodohnya aku! Coba tadi itu aku berkenalan, minta nomor handphone, dan alamat rumahnya," gerutu Lintar penuh penyesalan.

Ketika dirinya hendak kembali masuk ke dalam ruko. Tiba-tiba saja, terdengar suara seorang wanita meminta tolong. Suara tersebut terdengar tepat di ujung timur parkiran tersebut yang tempatnya tampak sepi.

"Tolong! Tolong ...!"

Tanpa berpikir panjang, Lintar langsung berlari menuju ke arah sumber suara itu. Tiba di ujung halaman parkir, Lintar memergoki dua pria bertubuh kekar sedang memegangi tubuh seorang wanita. Dan wanita tersebut, ternyata wanita cantik yang tadi ia ikuti, dan sempat bertabrakan dengannya.

"Lepaskan aku!" teriak wanita itu berontak, dan terus memukuli tubuh kekar dua pria yang berusaha mengganggunya.

"Sialan!" geram Lintar bergegas melangkah menghampirinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status