Share

6. Kehadiran Anggi dan Mira

Lintar tersenyum mendengar pertanyaan dari Sekar. "Pertanyaannya membuat Kakak bingung harus jawab apa?" jawab Lintar meluruskan dua bola matanya ke wajah Sekar.

"Kok, bingung? Kan, tinggal jawab saja, Kak," desak Sekar.

Dengan demikian, Lintar pun langsung menjawab pertanyaan gadis cantik itu, "Antara Kakak dengan Eva tidak ada hubungan spesial. Kami hanya bersahabat saja sama seperti dengan hubungan kita," tandas Lintar menjelaskan.

Dengan demikian, Sekar pun merasa lega mendengar jawaban tersebut. Seakan-akan, ia memiliki peluang besar untuk mendekati pemuda tampan yang selama ini sangat ia kagumi.

"Memangnya ada hal apa, Kar? Kamu kok, bertanya masalah hubungan Kakak dengan Eva?"

Ditanya seperti itu oleh Lintar, mendadak Sekar menjadi salah tingkah, bibirnya terasa kelu, dadanya pun mulai berdebar-debar. Apalagi ketika melihat dua bola mata sang pemuda tampan yang terus menatapnya.

"Maaf ya, Kak. Sebenarnya—" Sekar tidak melanjutkan perkataannya, ia terdiam sejenak sambil menarik napas dalam-dalam.

Lintar menjadi semakin bingung melihat sikap gadis cantik itu. Dalam benaknya pun berkata, 'Ya, ampun! Ini gadis tidak jelas banget, sih?'

Meskipun demikian, Lintar tetap bersikap biasa-biasa saja. Ia tidak mau menampakkan sikap yang sebenarnya. Dengan penuh kelembutan, Lintar bertanya lagi, "Coba kamu katakan saja! Jangan sungkan!"

"Maaf ya, Kak. Aku ini suka dan sangat mencintai Kakak, dan aku juga pernah mengatakan hal ini pada Kakak," ungkap Sekar, suaranya terdengar bergetar. "Hari ini, aku ingin mengulangi lagi pertanyaanku yang dulu pernah aku ucapkan kepada Kakak, tapi belum Kakak jawab," sambung gadis itu, memberanikan diri.

"Kakak pikir kamu itu hanya becanda saja, Kar."

"Aku serius, Kak. Urusan hati tidak mungkin aku bercanda."

"Ya, Allah! Kok, bisa? Kakak ini, kan umurnya lebih tua dari kamu. Apa pantas kamu jadi pacar Kakak?"

"Cinta itu buta, Kak. Aku sendiri tidak paham dengan keadaan ini, dan aku tidak bisa menolak perasaan yang tiba-tiba hadir dalam jiwa dan pikiranku ini." Sekar mengangkat wajahnya dan memandangi wajah Lintar.

Lintar tersenyum lebar, meskipun dirinya tidak ada perasaan apa-apa terhadap Sekar. Namun, ia tetap berusaha untuk tidak mengecewakan gadis itu.

"Kakak butuh waktu untuk menjawab semua ini, dan kamu harus sabar sambil memikirkan kembali tentang keadaan cintamu itu. Jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari, karena sudah mencintai Kakak yang seperti ini!" Tanpa disadarinya, ucapan yang keluar dari mulutnya. Menumbuhkan setitik harapan dalam diri Sekar.

"Ya, sudah. Tidak apa-apa, Kak! Lagi pula, aku tidak mengharuskan Kakak menjawabnya sekarang," kata Sekar tampak semringah, senyum bahagia terlukis di ujung bibirnya.

Harapan besar pun terpancar dari sorot matanya yang indah itu, meskipun sudah dua kali menyatakan perasaannya kepada Lintar dan belum juga mendapatkan jawaban pasti. Namun, Sekar tak pernah menyerah dan patah arang. Ia tetap sabar menanti datangnya waktu yang tepat baginya mendengar jawaban yang menyenangkan dari Lintar

Setelah mengungkapkan isi hati yang kedua kalinya, Sekar langsung pamit dan berlalu dari hadapan Lintar.

"Harusnya aku ini tegas, dan menolak cintanya Sekar. Tapi, aku tidak tega dan merasa kasihan sama dia," desis Lintar. 

* * * 

Beberapa hari kemudian, Ketika Lintar sedang duduk santai di beranda rumah. Datang seorang gadis cantik imut, mempunyai warna kulit putih dengan rambut lurus hitam terurai. Gadis itu adalah Anggi, ia berhenti di balik pintu gerbang rumahnya.

"Hai, Kak! Sedang apa, Kak?" tanya Anggi sambil tersenyum manis menatap wajah Lintar.

"Eh, Anggi! Kakak sedang santai saja, Gi," jawab Lintar bersikap ramah.

"Kak Lintar! Boleh aku masuk?!" kata Anggi sambil tersenyum menampakkan lesung di pipinya.

'Ya, Allah! Di saat aku mau berusaha untuk menghindari gadis-gadis di desa ini. Tapi kenapa, mereka justru malah berdatangan,' kata Lintar dalam hati. 

Kemudian, Lintar mengangguk pelan, sikapnya tampak dingin dan tidak terlalu merespon kehadiran Anggi. Ia hanya sedikit membalas dengan senyum tawar.

Anggi pun langsung melangkah menghampiri Lintar. "Aku duduk ya, Kak. Boleh, 'kan?"

"Boleh, Gi." Lintar menjawab dengan sikap dingin, hal tersebut membuat Anggi merasa tersinggung. Karena sikap Lintar jauh beda dengan sikap biasanya.

"Kak Lintar. Kok, sombong, sih?" kata Anggi dengan wajah ketus.

"Siapa yang sombong, Gi?"

"Kak Lintar sikapnya aneh tidak seperti biasanya," pungkas Anggi langsung berlalu dari hadapan Lintar.

"Cantik-cantik tapi mudah marah!" desis Lintar sambil tersenyum-senyum sendiri.

Anggi awalnya ingin memberikan sesuatu buat Lintar. Namun, karena sikap Lintar yang terkesan cuek, sehingga Anggi pun mengurungkan niatnya dan memilih kembali pulang ke rumahnya. Anggi tampak kecewa sekali akan sikap yang ditunjukkan oleh Lintar pada saat itu.

"Wajahnya memang tampan tapi sayang Kak Lintar sekarang sombong," umpat Anggi sembari terus melangkah.

"Gi!" teriak Dani dari atas loteng kediamannya sambil melambai-lambaikan tangan ke arah Anggi.

Dengan demikian, si gadis cantik itu menghentikan langkah sejenak. Kemudian, menengadahkan wajah ke arah Dani.

"Iya, Kak. Ada apa?" Anggi balas bertanya.

"Ada yang jatuh, Gi!" gurau Dani.

"Apa yang jatuh. Biar aku ambilkan?" 

"Hati Kakak," jawab Dani tertawa lepas.

Wajah Anggi seketika berubah menjadi ketus. "Hah. Bodo amat!" Anggi tampak kesal dan langsung melanjutkan perjalanan menuju ke rumah dengan langkah lebih dipercepat lagi.

"Pria-pria di sini tidak ada yang benar, semua menyebalkan," gerutu Anggi. 

"Jangan marah, Gi! Kak Dani hanya becanda," teriak Dani.

Namun, Anggi sudah tak mau lagi mendengar perkataan dari Dani. Ia tampak marah dan kecewa dengan sikap Dani yang sudah meledeknya.

Tidak lama setelah itu, Lintar kembali didatangi seorang gadis cantik berhijab. Gadis tersebut datang seorang diri dan langsung menghampiri Lintar yang sedang diam termangu di beranda rumah.

"Assalamualaikum," ucap gadis itu lembut.

Sontak membuat Lintar terperanjat dari lamunannya. "Waalaikum salam," jawab Lintar sedikit merasa kaget.

Gadis itu adalah Mira yang rumahnya tidak jauh dari kediaman Lintar. Mira merupakan putri sulungnya ketua RT di lingkungan tempat tinggal Lintar.

Mira melontarkan senyum ke arah Lintar. Kemudian berkata, "Maaf, Kak. Kakak bisa tolongin aku tidak?" tanya Mira tersenyum manis memandang wajah Lintar.

Lintar mengerutkan kening. Lantas, ia pun menjawab, "Minta tolong apa, Mir?" Lintar balas bertanya dengan sikap biasa-biasa saja. Saat itu, Lintar tidak seperti biasanya, ia terlihat dingin dan banyak diam.

"Sebentar, Kak!" Tanpa diminta Mira langsung melangkah menuju ke arah Lintar yang sedang duduk di teras rumahnya.

Kemudian, Mira langsung duduk di samping Lintar. Dengan penuh kelembutan, Mira berkata, "Ponselku eror, Kak."

"Terus mau diapakan, Mir?" sahut Lintar mengarahkan pandangannya ke wajah gadis cantik itu.

"Aku cuma mau minta tolong, Kakak bisa perbaiki ponselku tidak?" jawab Mira bersikap lembut di hadapan Lintar. Seakan-akan, ia tengah menebar pesona agar Lintar mulai simpati.

"Ya, Allah! Mira! Kakak ini bukan Koh Ancin tukang servis handphone. Ya, tidak bisalah!" jawab Lintar sambil tersenyum. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status