Share

Chapter 6

Author: Bintang Perak
last update Last Updated: 2025-09-02 21:22:28

Angin berembus kencang, menerbangkan dedaunan tua yang sudah menyerah dari tangkai bagian pohon.

Suara deru air sungai yang mengalir deras, menemani Alana yang terduduk di atas bebatuan dengan memeluk lipatan kaki.

Air mata masih setia mendampingi, mewakili segala yang dirasakannya sekarang. Ingin berlari sekencang-kencangnya, melepas semua beban yang sesak penuh di dada, tapi kakinya terlalu lemah untuk diajak berlari.

Ketika larut dalam melodi, Alana tersentak. Seseorang menepuk pundaknya dari belakang. “Isan!”

Wajah anak itu riang dengan senyumnya.

“Kamu memancing?" tanya Alana seraya berdiri.

Isan mengangguk seraya mengangkat pancingan dan ember kecil di kedua tangan.

“Sudah dapat ikannya?”

“Hmm.”

“Coba lihat!"

Ember kecil berisi ikan disodorkan Isan segera pada Alana.

“Wah, ada dua, besar-besar! Kamu hebat, San!”

Pujian itu melebarkan senyuman Isan. Setelah menaruh wadah ikannya di atas batu, ia bertanya balik pada Alana, “Kakak sendiri sedang apa di sini?" (Isyarat).

Pertanyaan itu mendatarkan kembali raut wajah Alana. Dia duduk kembali, kemudian menatap ke depan. “Kakak sedang butuh ketenangan, San. Dan di sini tempat yang tepat.”

“Ada apa? Sepertinya Kak Lana habis menangis?”

"Tidak, tidak apa-apa, San. Hanya masalah biasa. Sekarang, di tempat ini, tiba-tiba Kak Lana ingat seseorang."

“Siapa?"

“Teman kecil Kak Lana dulu."

"Laki-laki?"

Alana mengangguk, sudut bibirnya tertarik tipis kala ingatannya terbang ke masa lalu. “Dulu, umur Kak Lana masih 8 tahun, dia sudah berumur 11 tahun. Kami selalu bermain disini, berenang bersama dan tertawa-tawa.”

“Lalu, di mana teman Kak Lana itu sekarang?" telisik Isan, cukup tertarik.

“Entahlah. Kak Lana tidak tahu, San. Semenjak Mbok Nah pengasuhnya itu sakit-sakitan, dia dibawa kembali oleh orang tuanya ke kota setahun kemudian. Sejak saat itu dia tak pernah terlihat lagi.”

"Kak Lana kan bisa bertanya pada pengasuhnya?"

Gerakan isyarat Isan sudah sangat dipahami Alana, sepanjang apa pun kalimat, sudah tidak akan terkecoh.

Alana menggeleng. “Mbok Nah sudah meninggal, tak lama setelah teman Kak Lana itu dijemput orang tuanya."

Isan mengangguk-ngangguk, paham keadaannya. Detik kemudian anak itu menarik lengan Alana, mengajaknya bangkit.

"Kamu mau apa?!” Alana terkejut. Tidak sempat menolak, dia terseret.

Ternyata Isan mengajaknya mencebur ke sungai, bermain cipratan air.

“Kamu nakal, ya! Hahaha!” Akhirnya Alana bisa tertawa lepas.

Namun seribu sayang, kesenangannya lagi-lagi tidak bertahan lama.

“LANAAAA!!!!!" Teriakan Marni menantang jagat.

Alana melengak. "Ya Tuhan, suara Bibi!"

Mendengar nama bibi, Isan langsung beranjak, mengajak Alana segera menepi.

"Kak Lana pulang dulu, San."

Anak itu mengangguk. Isyarat lengannya mengatakan pada Alana untuk berhati-hati. Alana balas mengangguk, kemudian bergegas naik menghampiri Marni di ujung tanjakan jalan.

Setelah dekat ....

“Dasar tak tahu diri!"

PLAK!

Satu tamparan keras mendarat di pipi Alana.

“Ampun, Bi. Ampun, maafkan aku!”

Tidak ada ampun, Marni menarik keras rambut Alana yang tergerai basah lalu menyeretnya.

“Ampun, Bi, ampun! Sakit!"

“Bukankah tadi kamu bilang akan mencari pekerjaan ke pasar, ha?! Lalu kenapa tiba-tiba kamu berada di sini? Aku dan Tari sudah mencarimu mengelilingi seluruh pasar untuk memastikan kamu dapat pekerjaan atau tidak! Dasar jalang bodoh!”

Di Ibukota.

Sore hari, di atas lantai enam sebuah bangunan perusahaanーruang CEO.

“Bagaimana hasil laporanmu tentang perkebunan teh itu, Kai?” Jun Andreas bertanya, duduk di kursi kebesarannya menghadap komputer menyala yang penuh dataan rumit.

“Semuanya oke. Hasil daun tehnya berlimpah dan berkualitas super. Para pekerja di perkebunan itu bekerja sangat apik, cekatan, dan telaten." Kailash Daniel, pria yang menolong Alana beberapa hari lalu, menjawab pertanyaan bos yang juga adalah sahabatnya. Dia duduk di sofa sambil membolak-balik lembaran dokumen.

“Good," tanggap Jun Andreas. “Lalu, kapan kita bisa memulai bekerja sama dengan pemilik perkebunan itu?"

“Secepatnya aku akan kembali ke sana. Aku harus menyiapkan berkas-berkasnya terlebih dulu dengan terperinci."

"Oke." Jun Andreas mengangguk-angguk, lalu mengabaikan ketikannya dan menatap ke arah Kailash. “Apakah desa itu jauh?" tanyanya ingin tahu.

Melengak pandangan Kailash ke wajah itu lalu bertanya, "Kenapa? Kau ingin ikut aku ke sana?”

“Entahlah,” jawab Jun. “Hanya saja, aku merasa butuh berlibur sebentar. Suasana desa dan kebun teh sepertinya cukup menarik."

“Bagus!" tanggap Kailash. “Kalau begitu kita pergi bersama! Di sana benar-benar indah dan sangat sejuk. Aku jamin kau tidak akan menyesal."

“Benarkah?”

“Hmm."

Akan tetapi, wajah Jun Andreas seperti cuaca, berubah lagi dalam sekejap.

"Tidak lah! Kau saja, Kai.”

“Kenapa? Bukankah kau butuh liburan? Kita bisa sekalian bersenang-senang di sana setelah urusan teh selesai. Menikmati udara segar yang jauh dari hiruk-pikuk kota. Ayolah, Brader ... sekali ini saja kau ikut aku bekerja di lapangan. Apa kau tidak bosan dengan suasana ruangan ini?"

“Tidak, Kai. Mendadak aku punya tujuan lain.”

“Benarkah?”

“Ya, sebuah tempat yang sudah sangat lama tidak aku kunjungi. Di sana juga desa.” Mata Jun menatap nyalang ke sembarang arah, bayangannya sedang melayang menyusur kenangan lama. "Aku cukup penasaran seperti apa dia sekarang."

“Seorang gadis?" telisik Kailash.

Jun Andreas melirik pria itu, lalu tersenyum. “Hmm.”

Kailash menegakkan badan, jadi sangat penasaran mengingat sudah lama sahabatnya itu tidak tertarik berhubungan dengan wanita. “Apakah aku kenal dia?"

“Kurasa tidak!" jawab Jun. “Dia seorang gadis dari masa kecilku.”

“Wah, sepertinya aku melewatkan hal penting dari dirimu!”

Jun mengedik bahu. “Tidak semua harus kuceritakan padamu, 'kan?"

“Ya, baiklah. Kalau begitu cobalah temui dia.”

“Tapi!" Jun Andreas menyergah. Ekspresinya berubah lagi, menjadi sedikit bingung kali ini. "Sudah lima belas tahun lamanya, apa aku masih bisa mengenali dia? Apakah dia masih di sana?”

Tentu saja mengejutkan Kailash. “Lima belas tahun kau bilang?! Apa aku tidak salah dengar?!”

"Ya, selama itu." Jun tersenyum kecut, menyikapi kekonyolannya sendiri. Punggung tegaknya kemudian dia empaskan ke badan kursi yang diduduki, kepala dibuat mendongak ke langit-langit.

“Tapi aku sangat yakin, dia pasti tumbuh menjadi wanita yang sangat cantik. Kecilnya saja sudah manis sekali.”

Kailash mengulum senyum. “Berapa usianya saat kau bersama dia dulu?"

Jun Andreas memikirkan jawaban atas pertanyaan itu, ada keraguan dilihat dari kening yang berkerut-kerut. “Mungkin tujuh ... atau delapan tahun.”

Kailash terkekeh geli sekarang. “Keyakinanmu tentang dia tumbuh menjadi wanita cantik mungkin benar, tapi wajahmu tidak perlu seberharap itu. 23 tahun adalah usia yang cukup untuk seorang gadis desa berkeluarga bahkan memiliki delapan anak!”

“Bedebah!"

Kailash menghindar saat Jun melemparkan sebatang pulpen, lalu tertawa-tawa.

“Aku serius, Bodoh!” tegur Kailash setelah itu. “Jika selama itu kau tidak pernah menemuinya, selain mungkin sudah menikah dan punya anak, kemungkinan terburuknya adalah ... dia sudah tidak ada lagi di muka bumi.”

Sontak Jun Andreas menarik kembali santai tubuhnya, menatap Kailash dengan satu tusukan sengit. “Sudah mati maksudmu?!”

“Umm ... mungkin saja, kan?"

“Keparat! Kenapa harus mati?" sungutnya keberatan dengan asumsi itu, lalu menyanggah, “Tidak, Kai. Aku yakin dia masih hidup. Dan soal dia sudah menikah atau tidak, aku sama sekali tidak peduli. Aku tetap akan menemui dia apapun keadaannya."

PROK! PROK! PROK!

Kailash memberi applause sambil berdiri.

“Inilah yang aku kagumi darimu, Jun. Selalu teguh pada pendirianmu," pujinya, kemudian duduk kembali. “Lalu, kapan rencananya kau akan mendatangi tempat itu dan menemui dia?"

“Secepatnya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 12

    “Kenapa hidupku harus begini lagi, Tuhan?” Alana meratap sedih di tepi jalanan.Dia baru saja mendapat musibah.Uang dipercayakan Suparti untuk berbelanja kebutuhan kedai, raib dirampas jambret saat berjalan menuju pasar.“Apa yang harus aku katakan pada Bu Parti? Bagaimana aku mengganti uangnya? ... Aku bahkan tak berani kembali. Tapi aku harus tetap bertanggung jawab.”“Nona!”Alana mendongak. Seraut wajah tahu-tahu ada di hadapannya. “A-Anda, siapa?" tanyanya kaku terbata.“Cantiknya ....” Sosok itu terkesima dengan wajah Alana, kemudian segera menyentak diri dan mengembalikan sikap macam biasa. “Ah, ehm! Saat lewat tadi, aku melihat kamu menangis sampai tersedu begitu, aku jadi tertarik untuk berhenti. Apa ... ada yang bisa kubantu?” Tanpa meminta izin, langsung dia duduk di samping Alana.Perwujudannya seorang pria, bersih, tinggi, tampan, tidak ada kekurangan secara fisik dan tata bahasaーJun Andreas.Dari wajahnya, Alana bingung, sedikit ada ketakutan juga.“Aku bukan orang jaha

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 12

    Alana membuka mata, sekeliling masih meremang, belum jelas penglihatannya.Memaksakan diri bangkit, wajahnya langsung meringis. Seluruh badannya terasa remuk.Setelah jelas, disapukannya pandangan ke sekitar tempat.“Di mana ini?!”Lalu tertegun.“Ah.”Kepalanya mendadak sakit saat dipaksa mengingat, dia memeganginya sambil meringis.Namun ...“Nenek itu!” Dia tersentak.Ingatannya samar sebenarnya, bahkan tentang kenapa dia berakhir terdampar di tempat itu sekarang, masih teka-teki.Kemudian saat akan berdiri, tak sengaja tangannya menyentuh sebuah buntalan kain. “Buntalan ini?” Alana mengangkat buntalan itu hingga ke depan wajah. Perasaan tak enak langsung menyeruak ke dalam dada.Nenek Samiah, menolongnya dari kehausan, lalu mengobati semua luka gores di kakinya dengan tumbukan dedauan obat.“Ini baju-baju milik putriku, pakai saja untuk berganti di jalanan. Dan kain hitam itu, pakailah di kepalamu, jangan lepas kecuali kau akan mandi. Selamat menempuh perjalananmu, Nak. Jangan pe

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 11

    Hari itu Jun Andreas memutuskan untuk mengambil cuti dari kepadatan rutinitas kerjanya. Ia berniat mendatangi sebuah tempat yang sudah lima belas tahun lamanya 'tak pernah dia jejaki.Sepanjang perjalanan, berulang merapal do'a dan berharap, semoga gadis kecil yang sekarang sudah berusia 23 tahun itu masih bisa ditemuinya.Setelah berjam-jam menempuh perjalanan yang menguras tenaga seorang diri tanpa supir pribadi, akhirnya Jun Andreas sampai di tempat tujuan, sebuah desa yang telah banyak berubah dari yang dia ingat terakhir kali.Keluar dari dalam mobil dengan tatapan takjub mengedar ke sekeliling.Meski sudah bertahun silam dan sangat lama sekali, dia masih sangat mengenali setiap sudut, bahkan tahu detail mana yang telah berubah dan yang belum.Mobilnya terparkir di tempat lapang, di samping sebuah pos ronda tempat warga berjaga malam.Pasang kaki dengan sepatu jordan menyusur jalanan. Kemeja denim lengan panjang yang bagian depannya tak dikancing berkibar-kibar seiring langkah, k

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 10

    Bangkit perlahan dengan kepala pening, Alana merasakan haus. Seraya memegangi tenggorokan dengan posisi duduk berleseh, matanya menyapu sekeliling. “Ya, Tuhan.”Ada di tengah lebatnya hutan. Suara angin terasa jelas menembus telinga. Gemeresak dedaunan kering menambah kebimbangan di dalam hati."Kamu sudah sadar, Nak?"Alana langsung melengak ke asal suara.Seorang nenek berbadan kurus yang belum bungkuk, tersenyum sembari mendekat. Di satu tangannya, sebuah botol air mineral yang nampak usang terisi penuh air yang bening. “Minumlah.”Dengan ragu, tangan Alana meraihnya. Terdorong rasa haus yang tak tertolong, lekas ditenggaknya air di dalam botol hingga sisa setengah volume. “Terima kasih, Nek,” ucapnya seraya menyapu bibir dengan telapak tangan.Senyuman teduh menyambut, nenek itu duduk di hadapan Alana. “Kakimu banyak goresan, harus diobati. Ayo ikut ke gubuk Nenek.”Lagi, Alana meragu, namun kemudian mengangguk karena tak ada pilihan lain.Dengan langkah tertatih dia mengikuti wan

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 9

    Mesin mobil berderu di halaman. Dari dalam rumah, Marni menyibak sedikit gorden untuk mengintip, penasaran siapa yang datang. Setelah melihat, senyum mengembang dari bibirnya. Gegas dibukanya pintu lalu mendekat untuk menyambut. Ternyata dua orang anak buah Juragan Wasesa. "Kalian pasti mau jemput kami, 'kan?" tanyanya penuh percaya diri. Hanya basi-basi saja, dia tak butuh jawaban karena mengira semua benar. “Sebentar kami bersiap dulu!” Dengan semangat melanting ke dalam rumah, memasuki kamar, tak peduli dua orang pria yang saling beradu pandang dengan kernyitan di dahi mereka. “Siapa yang datang, Bu?" tanya Utari, menghampiri ibunya yang sedang memoles lipstik di depan cermin. “Tari, cepat kamu siap-siap, dandan yang cantik. Kita sudah dijemput!” “Dijemput?" Utari mengerut kening. “Dijemput siapa, Bu?” “Kamu ini bagaimana, kita akan menghadiri upacara sakral!” “Upacara sakral?” “Pernikahan Alana dan Juragan Wasesa! Mereka akan menikah hari ini!” Demi apa pun, Utari tidak

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 8

    Dibantu cahaya bulan di ketinggian, Alana menyusur jalan setapak. Entah sudah berapa jauh, yang jelas, jalan yang dilaluinya sekarang dimulai dari belakang rumah mewah Juragan Wasesa, sesuai arahan Rani. Setahu Alana, jalanan itu mengarah ke hutan. Langkah tak tentu arah tujuan, yang penting menjauh dulu dari Juragan Wasesa dan anak buahnya. Tidak mengarah pulang ke Tanjung Sekar, bertemu Marni sama saja bunuh diri kembali dan pasti akan berakhir di tempat sama. Waktu sudah hampir pagi, Alana benar-benar sudah memasuki hutan yang dalam. Udara dingin kian menusuk, tidak bisa dihalau karena pakaian yang tidak tebal. “Aku lelah. Aku tak kuat lagi." Langkah yang tak lagi kokoh bergerak limbung. Rasa perih dari luka-luka goresan belukar sudah 'tak dihirau. Perlahan, pandangan Alana memburam, melemas, dan ... BRUK!** "Kalian semua memang tidak becus! Menjaga satu perempuan lemah saja tidak mampu! Aku tidak mau tahu, cari dia sampai ketemu!” teriakan Juragan Wasesa membahana di seant

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status