Share

Chapter 5

Author: Bintang Perak
last update Last Updated: 2025-08-29 11:38:26

Kailash Daniel sudah menyelesaikan urusannya di desa itu. Merasa telah dekat dengan Alana dan keluarga, sebelum kembali ke ibukota, dia menyempatkan mampir kembali ke rumah itu. Sekedar pamit dan memberikan sedikit uang untuk Kakek Sadeli.

Untungnya, Marni lagi-lagi sedang keluar saat Kailash datang. Jika tidak, maka Kailash akan menjadi tujuan barunya. Tentu saja menggunakan Utari sebagai umpan.

Namun keburukan di saat sama, hari itu juga Dirga melihatーkedua kali, betapa Alana begitu akrab dengan pria asing yang mendadak menjadi rival di dunianya.

Akan tetapi lagi-lagi seperti tolol, Dirga hanya melihat di kejauhan lalu pergi membawa setumpuk amarah dari rasa cemburu di ubun-ubun.

Hari berikutnya.

Kehidupan Alana setelah memutuskan keluar dari pekerjaannya di perkebunan Juragan Wasesa menjadi semakin ricuh. Mendengar bentakan Marni setiap waktu rasanya seperti memutuskan saraf sendiri.

Dan hari ini, Alana memutuskan mencari pekerjaan di tempat lain. Dia berjalan ke arah pasar seorang diri, berniat mempertaruhkan nasib dan rezekinya di tempat itu. Entah sebagai penjaga toko, kuli atau apa pun, yang penting dari pekerjaan yang baik.

Di tengah perjalanan, ketika melewati bagian pinggir sebuah rumah kecil yang sebelumnya diketahui telah lama di kosongkan pemiliknya, Alana menghentikan langkah.

“Tentu saja aku yakin, sejak awal aku melihatmu muncul di desa ini, aku sudah tertarik. Kamu sangat cantik. Soal dia, aku tak ingin bahas! Dia tak menarik lagi.”

Melebar bola mata Alana mendengar rangkaian kata dengan suara yang sangat dia kenali. Suara itu ...?

“Dirga!”

Dengan kaku dia memajukan langkah. Serimbun tanaman pagar cukup membuat samar keberadaannya.

Di teras rumah kecil itu .... “Dirga ... bagaimana bisa diaー”

Pemandangan yang terlalu mengejutkan untuk disebut biasa. Posisinya memang tidak bisa dikatakan intim, hanya duduk berdampingan. Namun Dirga dengan rela membiarkan pundaknya dipinjam bersandar oleh seorang gadis yang Alana tidak kenali. Tangan mereka saling menggenggam erat.

Alana memegangi dada yang mulai bertabuh riuh, bening bola mata memanas dalam sekejap. Sekali kedipan, jatuh sudah buliran itu menimpa pipi.

Bukan tentang kedekatan dan posisi saja, namun kata-kata Dirga pada wanita itu menjadi penguat rasa perih di hati Alana.

Harapan akan sebuah perlindungan, mimpi tentang pernikahan, bulan madu, hingga jumlah anak yang didebatkan, tiba-tiba menghitam kelam.

Dengan tubuh bergetar, Alana memapah langkah. Tanpa berniat menegur, membawa sekepal kekecewaan dan sakit hati, dia memutuskan berbalik lagi, meninggalkan tempat.

Akan tetapi ....

DUK! BRAK!

Tak sengaja lututnya menabrak sebuah tempayan air kosong yang terbuat dari tanah liat. Benda itu pecah dan berserakan.

“Siapa itu?!”

Alana membekap mulut seraya menatap pecahan tempayan yang hancur itu.

Sampai dua orang di sana kemudian muncul di hadapannya.

“Lana!” Dirga terkejut sampai melebar bola matanya.

“Kamu kenal dia?” tanya wanita yang bersamanya, sebut saja Lisna.

Dirga meliriknya sekilas lalu kembali menatap Alana.

Dan dari tatapan itu, sebuah jawaban ditemukan, Lisna tersenyum kecut. “Jadi dia orangnya?” Dirga tidak menjawab. “Cantik juga.”

Alana menatap wajah Dirga dan wanita itu bergiliran dengan hati kacau. “Maaf, aku sudah mengganggu kalian,” katanya dengan nada bergetar. “Tempayan air ini akan kuganti nanti. Permisi."

Sampai Alana menjauh, Dirga masih membeku diam.

“Dirga! Kamu tidak berniat akan mengejarnya lagi, 'kan? Kamu bisa pegang kata-katamu, 'kan?” Lisna menuntut.

Iya atau tidak, Dirga tidak tahu sedang apa dirinya sekarang. Namun justru pertanyaan wanita itulah yang kemudian menyadarkannya.

“ALANA!”

“DIRGAAA!"

Tanpa peduli teriakan wanita yang beberapa saat lalu digodanya, Dirga melanting berlari mengejar Alana.

“Lana tunggu!”

Panggilannya tidak dipedulikan, Alana terus memacu langkah seribu untuk melarikan diri. Pipi yang basah disekanya berulang kali dengan sapuan tangan.

Sampai Dirga kemudian berhasil meraih pergelangan tangannya. “Kubilang tunggu!”

Impulsif menepis cekalan Dirga dari tangannya, Alana benar-benar tidak ingin disentuh, bahkan tiga langkah diambilnya mundur menjauh.

Dirga terkejut dengan penyikapannya. “Ada apa dengan kamu, Alana?”

Alana melengakkan mata, lurus sejajar tatapan Dirga. “Bukankah harusnya aku yang bertanya?”

Paham kemana arahnya, Dirga tersenyum kecut, bertolak pinggang dan geleng-geleng. “Sekarang aku jadi bersyukur kamu melihat aku dan Lisna di sana tadi," ujarnya, diam kembali sambil menatap mata Alana. Sorotnya cukup oleh emosi. “Sekarang kamu jadi paham 'kan bagaimana rasanya?”

Langsung mengerut kening Alana menanggapi kesarkasan lelaki itu. “Maksud kamu?" Dia tidak mengerti kemana konteksnya. “Apa yang harus aku pahami?”

“Laki-laki asing di rumah kamu!" sambar Dirga. “Dua hari berturut-turut aku melihat kamu bersama dia. Duduk berdampingan di kursi teras, minum teh bersama, lalu berbagi senyum dan tatapan hangat ...." Kacau pikiran mengingat itu, kata-kata yang akan terlontar menjadi lemah.

Reaksi Alana tentu terkejut, namun hanya sesaat. Detik berikutnya dia malah tersenyumーsenyuman yang sangat sumbang.

“Dirga Riyadi ... mata dan pikiran bukan dua hal yang bisa selalu kamu sangkut pautkan. Hanya karena kamu melihat aku bicara berdua dengan orang itu, kamu langsung berpikir dan berasumsi bahwa aku berpindah hati lalu melupakan kamu.”

Dirga diam dan tercenung, coba mencerna kalimat itu dengan hatinya, dan seketika lahir perasaan salah.

“Seharusnya kamu tanya aku, akan aku jawab, akan aku jelaskan semua yang ingin kamu tahu. Bukan malah kamu bertindak langsung dengan hukuman seperti itu!” sambung Alana, suara yang keluar semakin bergetar sumbang.

Sebentar saja Alana memaut napas untuk menetralkan rasa dan tenggorokan.

“Laki-laki itu Kailash. Dia orang yang telah menolong aku saat aku pingsan di perkebunan. Dia membawaku ke rumah sakit. Lalu sesuai yang kamu lihat, dia mengantar aku pulang. Dan sebagai seseorang yang tahu diri, obrolan itu hanya bentuk terima kasihku atas pertolongannya.”

Dirga menelan ludah, sebagian sisi hatinya tercakar. Penjelasan Alana jelas menekan bahwa dirinya dalam kesalahpahaman besar.

“Kamu ... pingsan di perkebunan?” tanyanya kaku dan kalut.

“Ya. Tapi aku tidak apa-apa. Hanya kelelahan,” jawab Alana. “Dirga ... aku permisi.”

Namun .... “Lana tunggu!”

Terpaksa urung melangkah lagi, telapak tangannya dalam genggaman Dirga.

Pria itu menatap wajahnya lekat-lekat sekarang.

"Maafkan aku, Lana. Aku sungguh minta maaf. Aku salah. Aku marah tapi aku salah karena tidak bertanya lebih dulu kebenarannya. Tolong ....”

“Tidak, Dirga!" tukas Alana, perlahan ditariknya tangan dari genggaman Dirga hingga benar-benar merosot dan lepas. “Hubungan kita sampai di sini saja.”

Seolah petir mencabar, Dirga tersentak sampai melebar bola matanya. Degup jantungnya memukul keras. “Lana ....”

“Pertanggung jawabkan pengakuan cinta kamu pada wanita itu. Jangan jadi lelaki pengecut. Dengan aku ... kita sudah cukup.”

Kepala Dirga menggeleng-geleng, kaku dan kebingungan. “Tidak, Lana! Kumohon. Aku sudah minta maaf, 'kan? Aku mengaku salah, aku salah! Tolong, Lana ... jangan seperti ini. Lisna hanya pelarian saja. Akuー”

“Aku pergi.” Lana enggan mendengar, berbalik badan dan akan pergi.

Tapi lagi-lagi Dirga mencegah dengan tarikan tangan. “Lana, kumohon, Lana! Aku janji tidak akan sembarangan lagi!"

“Dirga, kumohon!” sentak Lana, membalikkan kata. “Biarkan aku pergi!”

Keputusan Lana bulat dalam sekejap. Kekecewaannya bukan hanya tentang kesalahpahaman Dirga, namun perbuatan yang dikatakan lelaki itu sebagai pelarian ... rasanya terlalu berat tuk dimaafkan.

Perginya tak bisa lagi dicegah Dirga. Sisa lelaki itu dengan segala perasaan remuk, berdiri bergeming menikmati hasil dari apa yang dibuatnya.

Lana tak mau mendengar, langkahnya menjauh tak dengan ragu.

“Apakah sekarang, aku benar-benar telah kehilanganmu?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 12

    “Kenapa hidupku harus begini lagi, Tuhan?” Alana meratap sedih di tepi jalanan.Dia baru saja mendapat musibah.Uang dipercayakan Suparti untuk berbelanja kebutuhan kedai, raib dirampas jambret saat berjalan menuju pasar.“Apa yang harus aku katakan pada Bu Parti? Bagaimana aku mengganti uangnya? ... Aku bahkan tak berani kembali. Tapi aku harus tetap bertanggung jawab.”“Nona!”Alana mendongak. Seraut wajah tahu-tahu ada di hadapannya. “A-Anda, siapa?" tanyanya kaku terbata.“Cantiknya ....” Sosok itu terkesima dengan wajah Alana, kemudian segera menyentak diri dan mengembalikan sikap macam biasa. “Ah, ehm! Saat lewat tadi, aku melihat kamu menangis sampai tersedu begitu, aku jadi tertarik untuk berhenti. Apa ... ada yang bisa kubantu?” Tanpa meminta izin, langsung dia duduk di samping Alana.Perwujudannya seorang pria, bersih, tinggi, tampan, tidak ada kekurangan secara fisik dan tata bahasaーJun Andreas.Dari wajahnya, Alana bingung, sedikit ada ketakutan juga.“Aku bukan orang jaha

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 12

    Alana membuka mata, sekeliling masih meremang, belum jelas penglihatannya.Memaksakan diri bangkit, wajahnya langsung meringis. Seluruh badannya terasa remuk.Setelah jelas, disapukannya pandangan ke sekitar tempat.“Di mana ini?!”Lalu tertegun.“Ah.”Kepalanya mendadak sakit saat dipaksa mengingat, dia memeganginya sambil meringis.Namun ...“Nenek itu!” Dia tersentak.Ingatannya samar sebenarnya, bahkan tentang kenapa dia berakhir terdampar di tempat itu sekarang, masih teka-teki.Kemudian saat akan berdiri, tak sengaja tangannya menyentuh sebuah buntalan kain. “Buntalan ini?” Alana mengangkat buntalan itu hingga ke depan wajah. Perasaan tak enak langsung menyeruak ke dalam dada.Nenek Samiah, menolongnya dari kehausan, lalu mengobati semua luka gores di kakinya dengan tumbukan dedauan obat.“Ini baju-baju milik putriku, pakai saja untuk berganti di jalanan. Dan kain hitam itu, pakailah di kepalamu, jangan lepas kecuali kau akan mandi. Selamat menempuh perjalananmu, Nak. Jangan pe

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 11

    Hari itu Jun Andreas memutuskan untuk mengambil cuti dari kepadatan rutinitas kerjanya. Ia berniat mendatangi sebuah tempat yang sudah lima belas tahun lamanya 'tak pernah dia jejaki.Sepanjang perjalanan, berulang merapal do'a dan berharap, semoga gadis kecil yang sekarang sudah berusia 23 tahun itu masih bisa ditemuinya.Setelah berjam-jam menempuh perjalanan yang menguras tenaga seorang diri tanpa supir pribadi, akhirnya Jun Andreas sampai di tempat tujuan, sebuah desa yang telah banyak berubah dari yang dia ingat terakhir kali.Keluar dari dalam mobil dengan tatapan takjub mengedar ke sekeliling.Meski sudah bertahun silam dan sangat lama sekali, dia masih sangat mengenali setiap sudut, bahkan tahu detail mana yang telah berubah dan yang belum.Mobilnya terparkir di tempat lapang, di samping sebuah pos ronda tempat warga berjaga malam.Pasang kaki dengan sepatu jordan menyusur jalanan. Kemeja denim lengan panjang yang bagian depannya tak dikancing berkibar-kibar seiring langkah, k

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 10

    Bangkit perlahan dengan kepala pening, Alana merasakan haus. Seraya memegangi tenggorokan dengan posisi duduk berleseh, matanya menyapu sekeliling. “Ya, Tuhan.”Ada di tengah lebatnya hutan. Suara angin terasa jelas menembus telinga. Gemeresak dedaunan kering menambah kebimbangan di dalam hati."Kamu sudah sadar, Nak?"Alana langsung melengak ke asal suara.Seorang nenek berbadan kurus yang belum bungkuk, tersenyum sembari mendekat. Di satu tangannya, sebuah botol air mineral yang nampak usang terisi penuh air yang bening. “Minumlah.”Dengan ragu, tangan Alana meraihnya. Terdorong rasa haus yang tak tertolong, lekas ditenggaknya air di dalam botol hingga sisa setengah volume. “Terima kasih, Nek,” ucapnya seraya menyapu bibir dengan telapak tangan.Senyuman teduh menyambut, nenek itu duduk di hadapan Alana. “Kakimu banyak goresan, harus diobati. Ayo ikut ke gubuk Nenek.”Lagi, Alana meragu, namun kemudian mengangguk karena tak ada pilihan lain.Dengan langkah tertatih dia mengikuti wan

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 9

    Mesin mobil berderu di halaman. Dari dalam rumah, Marni menyibak sedikit gorden untuk mengintip, penasaran siapa yang datang. Setelah melihat, senyum mengembang dari bibirnya. Gegas dibukanya pintu lalu mendekat untuk menyambut. Ternyata dua orang anak buah Juragan Wasesa. "Kalian pasti mau jemput kami, 'kan?" tanyanya penuh percaya diri. Hanya basi-basi saja, dia tak butuh jawaban karena mengira semua benar. “Sebentar kami bersiap dulu!” Dengan semangat melanting ke dalam rumah, memasuki kamar, tak peduli dua orang pria yang saling beradu pandang dengan kernyitan di dahi mereka. “Siapa yang datang, Bu?" tanya Utari, menghampiri ibunya yang sedang memoles lipstik di depan cermin. “Tari, cepat kamu siap-siap, dandan yang cantik. Kita sudah dijemput!” “Dijemput?" Utari mengerut kening. “Dijemput siapa, Bu?” “Kamu ini bagaimana, kita akan menghadiri upacara sakral!” “Upacara sakral?” “Pernikahan Alana dan Juragan Wasesa! Mereka akan menikah hari ini!” Demi apa pun, Utari tidak

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 8

    Dibantu cahaya bulan di ketinggian, Alana menyusur jalan setapak. Entah sudah berapa jauh, yang jelas, jalan yang dilaluinya sekarang dimulai dari belakang rumah mewah Juragan Wasesa, sesuai arahan Rani. Setahu Alana, jalanan itu mengarah ke hutan. Langkah tak tentu arah tujuan, yang penting menjauh dulu dari Juragan Wasesa dan anak buahnya. Tidak mengarah pulang ke Tanjung Sekar, bertemu Marni sama saja bunuh diri kembali dan pasti akan berakhir di tempat sama. Waktu sudah hampir pagi, Alana benar-benar sudah memasuki hutan yang dalam. Udara dingin kian menusuk, tidak bisa dihalau karena pakaian yang tidak tebal. “Aku lelah. Aku tak kuat lagi." Langkah yang tak lagi kokoh bergerak limbung. Rasa perih dari luka-luka goresan belukar sudah 'tak dihirau. Perlahan, pandangan Alana memburam, melemas, dan ... BRUK!** "Kalian semua memang tidak becus! Menjaga satu perempuan lemah saja tidak mampu! Aku tidak mau tahu, cari dia sampai ketemu!” teriakan Juragan Wasesa membahana di seant

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status