Share

BAB 6: Goes to School

Author: LeeNaGie
last update Last Updated: 2024-11-24 12:35:26

Elfarehza

Delapan tahun kemudian

El tampak berdiri di depan cermin memastikan pakaian telah terpasang dengan rapi sebelum berangkat ke sekolah. Rambut hitam tebal tersisir rapi dengan belah pinggir. Dasi berwarna abu-abu menggantung di bagian tengah bawah leher. Sebuah senyuman terbit di wajah setelah menyeka pinggir rambut yang lebih pendek.

“Sarapan dulu, El.” Terdengar suara lembut sang Ibu memanggil dari luar kamar.

“Ya, Mi. Sebentar lagi aku turun,” sahutnya bergegas mengambil tas ransel berwarna biru dongker dari meja belajar.

Dengan ringan kaki panjang El melangkah menuruni anak tangga menuju lantai dasar kediaman keluarga Harun.

Selama delapan tahun terakhir, Brandon beserta anak dan istri tinggal di kediaman keluarganya. Rumah yang tadi sepi menjadi ramai dengan kehadiran kedua cucu keluarga Harun dan juga Farzan.

Ah, mengenai Farzan. Anak itu kini tumbuh menjadi pemuda yang tampan, tidak kalah dari Brandon sewaktu muda. Sekarang Farzan menempuh pendidikan S1 Teknik Mesin (Mechanical Engineering) di ETH Zürich, Swiss.

El mengedarkan pandangan begitu tiba di ruang makan. Semua telah berkumpul di sana. Arini dan Brandon tampak rapi mengenakan pakaian formal, karena setelah sarapan segera berangkat ke kantor. Sandy dan Lisa juga tak kalah necis dibanding kedua anak dan menantu mereka.

“Abang lama banget sih. Bisa telat loh kita nanti,” celetuk Al tersungut.

Alyssa terlihat begitu cantik dengan balutan seragam SMA khusus muslimah. Kerudung segitiga menghiasi kepala, menutupi rambut hitam panjang dan tebal miliknya. Gadis itu tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik, perpaduan wajah Iin dan Bran.

“Iya maaf, Dek. Tadi Abang sakit perut,” balas El nyengir kuda.

“Buruan sarapan, biar nggak telat,” suruh Arini mengerling ke arah nasi goreng yang telah dibuatnya tadi pagi.

El dan Al segera menyantap hidangan yang telah tersedia. Setelah menandaskan satu porsi nasi goreng dan segelas susu, mereka segera berpamitan kepada Kakek Nenek dan kedua orang tua mereka.

“Jaga adik baik-baik ya, El,” ujar Bran sebelum El melangkah menuju pintu rumah.

“Iya, Pi. Aman,” tanggapnya menaikkan tangan kanan ke atas sekilas.

“Jangan lupa salat,” imbuh Iin.

“Siap, Mi,” sahut El dan Al serentak.

“Ingat, jangan pacaran dan hati-hati memilih teman,” cetus Brandon melihat putra dan putrinya bergantian.

El dan Al saling berpandangan, lantas mengangguk lesu.

“Papi nggak ingin kalian salah pergaulan. Mengerti?!” tegas Brandon.

“Mengerti, Pi,” jawab El dan Al.

Keduanya kemudian bersalaman dengan Arini dan Brandon bergantian. Setelahnya berpamitan ke sekolah.

Seperti biasa, El dan Al ke sekolah diantarkan supir. Bran tidak mau membelikan kendaraan untuk El dengan alasan belum memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi).

“Bang,” panggil Al setelah berada di dalam mobil.

“Kenapa, Dek?” El memalingkan paras melihat Al.

“Papi parnoan banget ya kalau kita pacaran?”

El mengangguk lesu. “Padahal kalau pacaran nggak bakal macam-macam juga.”

Al manggut-manggut setuju. “Tiap hari pasti ingetin terus nggak boleh pacaran, jangan berteman dengan sembarang orang. Pokoknya yang gitu-gitu deh.”

Pemuda itu melihat ke arah jalan raya yang masih lengang. “Padahal dengar cerita dari Tante Moza, dulu Papi gebetannya banyak.”

Alyssa cekikikan saat kembali mengangguk. Dia teringat bagaimana antusiasnya Moza, mantan pacar Bran, bercerita tentang masa lalu Brandon.

“Heran deh, kenapa Mami mau sama Papi. Padahal udah tahu kelakuan Papi kayak gitu,” risik Al bergidik.

“Hush, kamu nggak boleh ngomong gitu. Kalau mereka nggak nikah, kita nggak bakalan lahir loh,” balas El menyentil pinggir kepala Al.

“Bener juga ya.” Al menyengir sambil garuk-garuk kepala yang dilapisi jilbab.

“Tapi mereka jadi legenda di sekolah loh, Bang. Katanya dulu kayak anak kembar saking dekatnya,” sambung Al kembali memalingkan paras kepada El.

El dan Al bersekolah di SMA yang sama dengan Bran dan Iin menimba ilmu dulu. Anak-anak itu sering mendengar cerita tentang kedua orang tua mereka dari guru senior dan penjaga yang bekerja di sana semenjak Brandon dan Arini sekolah.

“Ya, apalagi Papi leader klub basket juga.”

“Abang nggak mau masuk klub basket kayak Papi?” tanya Alyssa.

El menggelengkan kepala cepat. “Malas. Nggak terlalu suka olahraga.”

“Aku juga.” Al mengangkat tangan ke atas lantas ‘tos’ dengan El.

Keduanya tertawa bersama mengingat tidak ada satu pun minat dari Brandon dan Arini yang menurun kepada mereka.

Tak lama kemudian, mobil berhenti tepat di depan gerbang. El dan Al melangkah memasuki pekarangan gedung sekolah yang tidak terlalu berbeda dengan dulu. Hanya warna cat bangunan dan penambahan sebuah hall di samping gedung sekolah yang berubah.

“Abang naik ke atas dulu ya, Dek. Nanti pulang tunggu di depan gedung aja kayak biasa,” kata El sebelum menaiki anak tangga ketika tiba di lantai dua.

“Oke, Bang,” sahut Al melambaikan tangan.

Baru menginjak anak tangga kedua, seseorang menepuk pundak El.

“Masih dianterin supir aja nih anak Brandon Harun,” ujar teman satu kelas El setengah meledek.

El hanya tersenyum samar menanggapi perkataan siswa itu.

“Kenapa nggak minta dibelikan kendaraan aja sih?” tambahnya.

Elfarehza menatap malas temannya itu. “SIM gue belum ada, Riz. Nggak dibolehin Bokap.”

Hariz tertawa geli. “Gue juga belum punya SIM kali, El. Aman-aman aja tuh, asalkan kita lihat rambu-rambu. Kalau ketilang ya tinggal kasih duit aja buat denda. Beres!”

Mereka berdua memasuki kelas, lantas duduk di meja masing-masing.

El termenung duduk di kursinya. Dulu dia pernah minta dibelikan sepeda motor agar bisa berangkat ke sekolah sendiri, tapi Brandon tidak mau. Katanya masih terlalu dini untuk El berkendara ke sekolah seorang diri.

Apa coba minta lagi ya? Sekarang ‘kan ada alasan, karena bisa sekalian berangkat dan pulang dengan Al, bisiknya dalam hati.

***

Alyssa

Al bergegas menuju musala yang ada di lantai tiga untuk menunaikan ibadah salat Zuhur. Bersyukur ketika tiba di sana, salat jamaah baru saja dimulai. Hanya ada lima orang siswi yang ada di musala. Seperti pesan Arini, Al tidak boleh melewatkan satupun salat wajib.

Selesai melakukan salat Zuhur, Al duduk di kursi panjang yang berada di luar musala sembari memasangkan sepatu. Pandangannya menyapu lantai tiga, tempat kelas sebelas berada. El tidak terlihat di sana. Tilikan mata hitam Al berhenti ketika melihat empat orang perempuan berparas cantik sedang tertawa.

Mereka adalah geng Jelita. Empat orang siswi populer dengan penampilan modis. Seragam ketat dengan rok di atas lutut. Semua siswa di sekolah tersebut tahu siapa mereka.

Al melihat diri sendiri, lantas mendesah pelan. Sebuah senyum samar tergambar di paras cantiknya ketika menyadari perbedaan mencolok pada penampilan mereka. Kepalanya menggeleng pelan.

Begitu sepatu terpasang, Al beranjak dari musala menuju tangga.

“Hei!” Terdengar seseorang memanggil.

Alyssa tidak menghiraukan panggilan tersebut dan meneruskan langkah menuruni anak tangga.

“Kamu yang pakai kerudung,” panggil orang itu lagi.

Al masih tidak menggubrisnya.

Terdengar suara kaki seperti berlari. Dalam hitungan detik seorang siswa berpenampilan rapi dengan rambut yang masih lembab, bekas terkena air wudu berdiri di depannya.

“Maaf. Ini punya kamu, ‘kan?” tanya pemuda itu menyodorkan tas kecil berbahan parasut warna putih kepada Al.

“Eh?” Al terkejut, lantas melihat ke arah benda yang ada di tangan siswa tersebut. Dia melihat tangannya yang kosong.

“Astaga! Bener, ini mukenaku. Thanks,” ucap Al tersenyum singkat kemudian mengambil tas kecil berisi mukena miliknya.

“Sama-sama. Tadi ketinggalan di kursi,” jelas pria itu.

“Sekali lagi, makasih,” pungkas Al sebelum meninggalkan siswa berkulit sawo matang itu.

Langkah Al kembali berlanjut menuju kelasnya di lantai dua. Dari kejauhan, dia kembali melihat geng Jelita yang menurutnya sangat cantik dan populer. Keinginan untuk dekat dengan mereka terbesit di pikiran gadis itu.

Bisa nggak ya deket sama mereka?

Bersambung....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 50: Still Like Just Married

    ElfarehzaEl tersenyum melihat Arini yang masih berkutat dengan papan Scrabble. Sejak lima belas menit yang lalu wanita itu memikirkan bagaimana menyusun abjad menjadi sebuah kata.“Payung,” ujar El menukar letak huruf Y dan G yang salah.Arini menoleh ke arah El dengan kening berkerut.“Payung, Mami. Yang biasa kita pakai lagi hujan.”Wanita paruh baya itu mengangguk cepat, kemudian kembali lagi melihat papan Scrabble.“Sekarang mainnya udah dulu ya, Mi. Ada yang mau aku ceritakan sama Mami.” El memegang lengan sang Ibu kemudian membantunya duduk di sofa.Arini melihat putranya dengan tersenyum samar. Sejak beberapa bulan terakhir ini, dia mengalami penurunan dalam mengucapkan kosa kata. Iin memilih banyak diam dan mendengar cerita El dan Bran, termasuk Al yang baru menikah lima bulan yang lalu.“Mami masih ingat nggak dulu aku pernah cerita tentang perempuan yang disu

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 49: The Wedding Day

    Arini dan BrandonDua tahun berlalu setelah Brandon mengetahui apa yang terjadi antara Arini dan Farzan. Sejak saat itu, Farzan jarang pulang ke rumah. Hubungannya dengan sang Kakak tidak lagi sebaik dulu.Ketika ingatan membaik, Iin menanyakan kenapa Farzan tidak berkunjung? Bran mengatakan adiknya sedang sibuk dengan pekerjaan, sehingga hanya bisa datang satu kali dalam sebulan. Selama berada di kediaman keluarga Harun, Farzan hanya berinteraksi sekedarnya dengan Arini.Hari ini akan menjadi hari yang bersejarah bagi Alyssa. Tepat satu bulan lalu, Alfatih datang melamar bersama dengan kedua orang tua. Pria itu menunaikan janji untuk menikahi Al empat tahun setelah hari pertama kunjungannya ke Menteng Dalam.Selama empat tahun nyaris tidak ada komunikasi secara langsung yang terjalin antara Alyssa dan Fatih. Keduanya hanya mendapatkan kabar melalui kedua kakak masing-masing. Mereka terkesan sedikit kuno, tapi begitulah Fatih yang memegan

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 48: Pengakuan Farzan

    BrandonSejak tadi pikiran Brandon tidak tenang. Dia menduga kemungkinan yang terjadi antara Arini dan Farzan dua tahun silam. Pria itu tidak bisa marah dengan Iin, karena penyakit yang dideritanya. Apalagi saat itu sang Istri juga pernah salah mengenali putranya sendiri.Selepas salat Isya, Brandon meminta Arini tidur terlebih dahulu. Dia memutuskan untuk menunggu Farzan datang. Hari ini adiknya pulang ke Menteng Dalam.Setelah lulus dari Zurich, Farzan memilih tinggal di apartemen yang dekat dengan tempatnya bekerja di daerah Cikarang. Pemuda itu baru bisa pulang ke Menteng Dalam setiap akhir minggu.Brandon menggoyang-goyangkan tangan di depan wajah Arini untuk memastikan apakah telah tidur atau belum? Perlahan-lahan, dia turun dari tempat tidur lalu bergerak ke luar kamar.Farzan pasti udah di rumah. Aku harus menanyakan langsung apa yang sebenarnya terjadi, batin Brandon tidak tenang.Langkah pria itu terus berlanjut menuju kamar adiknya yang berada di lantai dua. Bran melihat pi

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 47: Pengakuan Arini

    AriniDua tahun kemudian“Ayo, Mi. Coba sambung lagi kata-katanya,” cetus Al menyemangati Arini.Gadis itu sedang bermain scrabble di ruang keluarga bersama dengan El dan Arini, sembari menunggu Brandon pulang kantor. Mereka sekarang menyusun kosa kata dalam bahasa Indonesia.Arini berpikir lama agar bisa membentuk satu kata yang pas dengan kepingan huruf yang sudah tersusun. Dia mengambil huruf C, kemudian huruf T. Setelah diletakkan huruf ketiga, Iin tersenyum puas.El dan Al saling berpandangan saat membaca huruf tersebut tertukar tempat sehingga tidak bisa dibaca dengan benar.“Huruf T ditaruh sebelah sini, Mi.” Al meletakkan huruf T di samping huruf N. “Nah ini masih kurang G.”Setelah dibenarkan posisinya, baru terbentuk satu kata ‘Canting’.Begitulah perkembangan penyakit Arini sekarang. Kemampuan menyusun kata dan kalimat mulai mengalami penurunan. Dia sering lupa dengan ejaan kata. Bukan hanya itu, terkadang Iin tidak bisa menyusun kalimat yang seharusnya.“Mami besok mau aku

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 46: Perasaan yang Terdalam

    AriniDua bulan kemudianSelama dua bulan ini Brandon dan kedua anak-anaknya lebih banyak meluangkan waktu bersama dengan Arini. Banyak hal yang dilakukan mereka ketika waktu senggang, salah satunya bermain Scrabble dan mengisi buku TTS. Sudah banyak buku TTS yang telah diisi Iin. Untungnya kegiatan tersebut bisa memperlambat menurunnya kemampuan berbahasa wanita itu.Rencana jalan-jalan ke Swiss terpaksa dibatalkan, karena kondisi kesehatan Arini. Bran khawatir jika istrinya pergi dan tersesat sendirian di negeri orang. Dia bisa saja mengendap-endap pergi tanpa sepetahuan Bran.“Abang Farzan kok lama banget ya, Mi? Bukannya udah sampai Jakarta siang ini?” celetuk Al melihat tak sabar ke arah jam dinding.Arini mengangkat bahu, lalu mengambil ponsel. Dia menghubungi adik kesayangannya.“Halo, Kakak Cantik.” Terdengar suara bariton Farzan dari ujung telepon.Wanita itu tergelak mendengar pujian yang selalu dilontarkan adiknya. “Kamu udah di mana, Dek? Ada yang dari tadi ngedumel terus

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 45: Keberanian Mengutarakan Niat Mulia

    AlyssaPandangan netra hitam Alyssa bergerak menyapu taman belakang sekolah. Ada beberapa siswa duduk santai di sana sambil bercengkerama. Beberapa di antara mereka lesehan di atas rumput hijau yang bersih dan segar, sebagian lain duduk di kursi seperti dirinya dan Fatih sekarang.“Makasih udah mau ngobrol, Kak,” ucap Al memecah keheningan. Dia menoleh sekilas sambil mengulas senyum.“Pasti ada hal penting yang mau kamu bicarakan ya?” tebak Fatih to the point. Selama ini mereka hanya berkomunikasi jika ada hal penting yang ingin dibahas.Al mengangguk pelan, kemudian mengalihkan pandangan lurus ke depan. Dia berpikir beberapa detik sebelum mengutarakan maksudnya mengajak Fatih berbicara.“Mami dan Papi … mau ketemu sama, Kakak,” ungkap Al hati-hati.“Katanya mau ucapin terima kasih karena udah tolong aku waktu itu,” sambung Al cepat antisipasi jika Fatih salah paham.Pemuda itu tertawa pelan membuat kening Al berkerut.“Oke. Mau ketemu kapan?” sahutnya santai tanpa beban.Al semakin d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status