Share

07. Keputusan Kanaya

Pagi hari telah menyapa dengan pancaran sinarnya yang merekah indah. Arga keluar dari kamar dengan berpakain olah raga. Kebiasan rutin yang Arga lakukan setiap pagi adalah berolah raga untuk menjaga kebugaran tubuhnya.

Sementara Rossa sendiri kembali ke alam mimpi setelah selesai menunaikan kewajiban sebagai umat muslim. Rasa lelah setelah menempuh perjalanan ke luar negri membuat Rossa ingin istirahat lebih lama dulu.

Teringat kemaren, baru saja tiba di kediamannya. Sudah disambut dengan kabar yang membuat seisi rumah merasa terkejut dan tak percaya. Karna hal itupula membuat kepala Rossa tiba - tiba berdenyut nyeri. Maka tadi malam Arga meminta Rossa untuk istirahat saja lebih dulu dan jangan memikirkan banyak hal. Meningat kondisi sang istri yang memang mudah sakit.

"Selamat pagi, Tuan!" sapa Bi Sari ketika berpapasan dengan Arga yang baru turun dari lantai atas dan kini berjalan menuruni anak tangga.

"Pagi juga, Bi," sambut Arga tersenyum ramah pada pelayan itu.

Arga memang terkenal baik, sopan dan murah senyum itu membuat orang selalu kagum padanya. Belum lagi tentang dia yang gemar menolong orang yang benar-benar membutuhkan pertolongan. Nama baik Arga sudah banyak dikenal diberbagai kalangan sebagai orang dermawan.

Hingga sekelompok orang memanfaatkan kebaikan Arga dan berniat menghancurkan semua bisnisnya. Dulu Arga sempat bangkrut usahanya. Tapi, berkat pertolongan seorang sahabat lama yang kini entah gimana nasibnya karena tiba-tiba dia lenyap bak ditelan bumi. Arga masih berharap suatu saat nanti ia menemukan sahabatnya itu dalam keadaan baik - baik saja.

Arga berusaha mencari namun hingga kini tak juga ia menemukannya. Satu amanah yang menjadi rahasia Arga masih tersimpan rapat dari sahabatnya bernama Damian.

"Bi, Kanaya sudah turun belum?" sambung Arga menanyakan putrinya.

Kebiasaan Arga yang pertama ditanyakan pasti Kanaya. Fardan juga Leon sudah terbiasa mendengar itu pun sudah bisa abai. Awalnya merasa geram sebab dipikirnya kedua orang tua itu lebih menyayangi Kanaya yang sebatas anak angkat saja.

"Eh ... belum, Tuan. Biasanya Non Naya kalau sudah bangun langsung nyamperin Bibi. Pagi ini belum turun. Mungkun belum bangun," balas Sari seadanya. Karna memang Kanaya sejak tadi belum turun padahal jam di dinding sudah menujuk di angka 7 pagi.

"Oke, Bi. Makasih ya."

Arga berlari naik kembali ke lantai atas. Berniat untuk mengajak Kanaya sarapan bersama. Entah apa alasan Arga juga Rossa terkesan lebih menyayangi Kanaya dibanding kedua anak kandung. Namun Arga tak merasa membedakan kasih sayang dia dengan ketiga anak-anaknya.

Saat sudah di depan kamar Kanaya. Arga mengetuk pintu kamar sang putri memanggil nama Kanaya.

Namun karena tak juga ada jawaban dari putri kesayangan. Arga memutar knop pintu lalu membuka.

Suami dari Rossa Rosdiana itu celingukan mencari Kanaya yang tak ada di kamar. Arga berjalan mendekati kamar mandi. Kemudian dia membuka pintunya. Dan, lagi-lagi tak ada Kanaya di dalam sana.

"Kemana sih nih anak?" gumam Arga kebingungan.

Manik matanya terus mengedar ke seisi kamar sang putri.

Pikirnya, kalau Kanaya keluar rumah. Biasanya gadis itu akan meminta izin lebih dulu, hingga Leon atau Fardan akan meminta bodyguradnya untuk mendampingi adik bungsu, sebab tak ingin terjadi sesuatu menimpa Kanaya.

Saat Arga hendak keluar kamar, matanya menangkap secarik kertas tergeletak di bawah bantal milik Kanaya. Arga segera meraih dan membacanya. Kening pria itu nampak mengerut mengamati tulisan yang tertera di dalam kertas tersebut.

π‘΄π’‚π’Žπ’‚π’‰, 𝑷𝒂𝒑𝒂. π‘΄π’‚π’‚π’‡π’Œπ’‚π’ π‘΅π’‚π’š. π‘΅π’‚π’š π’‘π’†π’“π’ˆπ’Š π’π’ˆπ’ˆπ’‚π’Œ π’ƒπ’Šπ’π’‚π’π’ˆ π’Œπ’† π‘΄π’‚π’Žπ’‚ π’‹π’–π’ˆπ’‚ 𝑷𝒂𝒑𝒂. π‘»π’‚π’‘π’Š π’”π’‚π’Žπ’‘π’‚π’Š π’Œπ’‚π’‘π’‚π’ 𝒑𝒖𝒏 π‘΅π’‚π’š π’‚π’Œπ’‚π’ 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒑 π’”π’‚π’šπ’‚π’π’ˆ π’Œπ’‚π’π’Šπ’‚π’. π‘΅π’‚π’š π’π’‚π’Œπ’–π’Œπ’‚π’ π’Šπ’π’Š π’…π’†π’Žπ’Š π’Œπ’†π’ƒπ’‚π’Šπ’Œπ’‚π’ π’ƒπ’†π’“π’”π’‚π’Žπ’‚. π‘΄π’‚π’‚π’‡π’Œπ’‚π’ π‘΅π’‚π’š π’šπ’‚π’π’ˆ π’π’ˆπ’ˆπ’‚π’Œ π’ƒπ’Šπ’”π’‚ π’Žπ’†π’π’‹π’‚π’ˆπ’‚ π’Œπ’†π’”π’–π’„π’Šπ’‚π’ π’…π’Šπ’“π’Š π‘΅π’‚π’š, 𝑴𝒂𝒉, 𝑷𝒂𝒉.

Setelah selesai membaca isi kertas tersebut, Arga seketika berteriak memanggil istri dan kedua anaknya.

"Mama... Leon, Fardan. Kesini kalian!" pekik Arga dengan suara yang menggema membuat seisi rumah terlonjak kaget mendengarnya.

Leon dan Fardan juga Rossa berlari keluar dari kamar masing - masing ketika mendengar teriakan sang Papa. Mereka takut terjadi sesuatu.

"Ada apa, Pa? Bikin kaget ajah," desis Loen geram karena paginya terganggu keributan yang diciptakan papanya.

"Leon, lo bisa sopan nggak sama Papa?" bisik Fardan tak suka dengan sifat songong abangnya.

"Diem, lo," sembur Leon. Matan Leon membeliak tak suka dapat teguran dari adiknya.

'Astaga ... nih orang, kalau bukan abang gue, udah gue pites batang lehernya,' kata Fardan membatin.

Arga terlihat murung. Membuat Leon juga Fardan menatap bingung. Rossa yang baru bergabung mengerutkan keningnya melihat suami tercinta menunjukaan wajah muram sepagi ini. Rossa mengintari kamar putri bungsunya seraya memanggil nama Kanaya. Dia tak tahu jika Kanaya sudah pergi jauh dari rumahnya.

"Nay, kamu di mana, Sayang?" seru Rossa memanggil putrinya tanpa bertanya lebih dulu pada suami dan kedua anak laki-lakinya.

"Ma, Mama ... Kanaya pergi," timpal Arga menatap nanar wajah istrinya.

Deg!

Ketiga orang di hadapan Arga nampak terkejut mendengar perkataan kepala keluarga yang bilang Kanaya pergi.

"Pergi? Pergi kemana maksud Papa?" sela Fardan dalam keterkejutan.

"Papa juga kurang tahu, Fardan. Tapi, baca sendiri suratnya," ucap Arga menyerahkan selembar kertas yang ditinggalkan Kanaya. Saat Fardan akan meraih kertas itu, Leon lebih dulu merampas lalu membaca.

'Malah pergi,' batin Leon berucap.

Rossa yang juga tak kalah terkejutnya kini menatap tajam wajah suami. Seolah ia tak percaya apa yang Arga katakan barusan. Didekatinya sang suami yang masih berdiri tepaku ditempat.

"Papa jangan bercanda. Mana mungkin Naya pergi ninggalin kita semua!" kata Rossa masih belum percaya. Namun kepanikan terlihat begitu nyata nampak dari wajah ayunya meski sudah tidak muda lagi.

"Iya, Ma. Kanaya memang sudah pergi. Papa juga kurang tahu kenapa putri kita pergi begitu saja?" ucap Arga yang juga masih nampak shock setelah membaca surat itu.

Seketika Rosaa histeris. Ia merasa terpukul, putri kesayangannya memilih pergi. Rossa tak sanggup membayangkan Kanaya hidup di luar sana dalam kesulitan.

Selama ini pasangan Arga dan Rossa selalu memanjakan gadis itu meskipun bukan darah dagingnya. Namun kasih sayang keduanya itu tak perlu diragukan.

"Sebaiknya cepat cari, Pa! mudah-mudah anak kita belum pergi jauh," kata Rossa yang begitu mencemaskan Kanaya. Apa lagi Rossa tahu jika anaknya tengah hamil muda. Dan mungkin karena itu juga yang membuat Kanaya memilih pergi meninggalkan keluarga Arga.

"Biar aku yang akan mencarinya, Pa, Ma," ucap Fardan angkat bicara.

Fardan merasa bersalah atas sikap kasar dia terhadap adik bungsunya.

Mengdengar sang adik hendak mencari Kanaya, tangan Leon nampak mengepal kesetika.

"Ck, lo urus saja kerjaan di kantor. Kanaya biar urusan gue mencarinya," sela Leon seraya beranjak pergi keluar dari kamar adik bungsu yang telah pergi.

Leon teringat CCTV. Segera dia mengechek kapan Kanaya pergi.

"Shit! Sial. Ternyata sudah diniatkan. Sampe CCTV saja lebih dulu dimatikan," umpat Leon geram, "lihat saja, aku pasti menemukanmu, Kanaya!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status