Share

Rinjani

[Kak, rencana kita berjalan lancar]

[3 hari lagi jalankan rencana berikutnya] 

Kanaya tersenyum simpul membaca pesan yang dikirimkan Arkan padanya. 

[Baik, jangan lupa tanda tangan Aryo harus kamu dapatkan]

Pesan balasan ia kirimkan secepatnya. Dan segera centang biru oleh Arkan.

[Tenanglah, aku bahkan sudah nendapatkan tanda tangan berikut uang 1 M] 

[Nanti siang kita ketemu di tempat biasa]

Kanaya menggeleng tak percaya sejauh itu Arkan melangkah. Tapi, ada bagusnya juga Arkan mendapat uang itu, setidaknya dia tak harus bergantung pada uang Bara dan Bundanya.

Kanaya segera menghubungi Bara dan mengabarkan perihal ini. Mereka sepakat utuk menyusun rencana berikutnya.

Usai bertukar kabar, Kanya bersiap untuk pergi ke suatu tempat yang selalu ia kunjungi setiap 3hari sekali.

Sembari bersiap ia memesan taksi online dan juga mengirim pesan pada Riko memberitahukan agenda kepergiannya hari ini. Agar Riko bisa membuat sandiwara pada Suci, sehingga Suci tak berulah yang akan menggagalkan rencananya hari ini.

Tak butuh waktu lama, taxi online pesanannya sampai. Kanaya segera berlalu meninggalkan kediamannya menuju suatu tempat.

Butuh waktu sekitar 1 jam untuk sampai ke tempat tujuan Kanaya. 

"Pak, saya gak lama di dalam. Bisa Bapak tunggu sebentar di sini?" ucap Kanaya pada supir taxi tersebut.

"Iya, Neng gak papa. Lagian saya ngantuk mau tidur dulu sebentar! Eneng, lama juga gak papa, saya tungguin!" jawab si Bapak supir dengan senyum mengembang.

"Makasih ya, Pak! Saya masuk dulu sebentar!" pamit Kanaya segera turun dari taxi dengan menenteng dua kantong kresek berisi makanan juga kebutuhan untuk penghuni rumah itu.

"Siang, Mbak Naya!" sapa salah satu orang yang bertugas menghuni dan merawat rumah itu.

"Pagi, Mbak Sih! Apa, wanita itu ada datang kemari?" tanya Kanaya begitu masuk ke dalam.

"Kemarin siang, Mbak! Tapi, hanya Bu Ratna saja!" jawab wanita muda bernama Asih itu.

"Apa dia menyakiti Mama?" 

"Tidak, Mbak! Karena waktu dia datang Ibu lagi tidur." 

"Bagus! Oy, ini kebutuhan Mama, dan ini buat Mbak Asih!" Kanaya mengulurkan dua kantong yang ia bawa tadi pada Asih. 

"Terimakasih, Mbak Naya! Yang kemarin Mbak Naya bawakan saja masih banyak!" ucap Asih menerima kantong itu.

"Gak papa, Mbak! Saya mau lihat Mama dulu!" pamit Kanaya lantas meninggalkan Asih dan menuju satu kamar di samping ruang tengah.

"Ma, ini Naya datang!" bisiknya lembut pada wanita paruh baya yang meringkuk di dalam selimut. Ya, wanita itu Rinjani, ibu kandung Kanaya juga Arkan.

Rinjani bergerak membuka selimut tebalnya. Menatap mata bening putri sulungnya dengan tatapan penuh kasih.

"Naya sama siapa, Nak?" tanyanya lembut sembari membelai kepala Kanaya.

"Sendiri, Ma. Mama sudah makan?" tanya Kanaya lembut. Rinjani menggeleng pelan.

"Naya suapin ya! Mama harus makan yang banyak, biar sehat!" ucapnya lantas meraih makanan yang berada di atas meja samping tempat tidur. Rupanya makanannya masih hangat.

Tak lama pintu terbuka menampilkan sosok Mbak Asih masuk dengan membawa nampan berisi dua cangkir teh panas dan satu gelas air putih. 

"Tadinya mau nyuapin Ibu, Mbak! Tapi, saya tinggal buka pintu buat Mbak Naya tadi." jelas Asih tanpa diminta.

"Iya, Mbak. Gak papa! Mbak Asih sudah makan? Kalau belum, makan dulu aja gak papa, Mama biar Naya yang suapin!" ucap Kanaya sembari membantu Rinjani duduk dan bersandar di kepala ranjang.

"Tadi pagi sudah makan, Mbak! Saya mah bisa sewaktu-waktu makannya! Tehnya sini ya, Mbak!" ujarnya sembari meletakkan teh di meja yang tak jauh dari tempat tidur.

Kanya mengangguk dan mulai menyuapi Rinjani dengan telaten. Rinjani sangat bahagia, terlihat jelas dari sorot mata dan raut wajahnya.

Asih ikut duduk di sisi ranjang seberang Kanaya. Memperhatikan Kanaya yang begitu telaten serta menyayangi Rinjani dengan sepenuh hati. Membuatnya terharu.

"Oya, Mbak! Semalam, Mas Arkan kirim uang sama saya. Beliau bilang dua hari lagi Ibu ulang tahun, jadi mas Arkan minta saya untuk menyiapkan acara kecil-kecilan untuk merayakannya." ucap Asih sambil terus memperhatikan Kanaya yang menyuapi Rinjani.

"Oh, ya? Bagus kalau gitu, kalau gitu Mbak Asih siapkan saja semuanya. Tapi, tetap harus waspada jika sewaktu-waktu wanita serakah itu datang." peringat Kanaya lagi. Biar bagaimanapun dia tak mau ambil resiko jika bersangkutan dengan Ratna dan Suci.

Asih adalah orang kepercayaan Ratna yang ia tugaskan untuk merawat Rinjani pasca keluar dari rumah sakit jiwa beberapa tahun lalu. Namun, Ratna memilih berkhianat sama seperti Riko dan memilih bekerja sama dengan Kanaya. Karena dia tahu mana yang jahat dan mana yang baik, tentu Asih dan beberapa orang lagi yang berjaga di vila ini berpura-pura tetap tunduk pada peraturan Ratna yang ambisius dan arogan itu.

"Tenang, Mbak! Wanita jahat itu hanya akan datang seminggu sekali ke sini dan itu sudah dia lakukan kemarin, jadi seminggu ke depan aman!" jawab Asih semangat.

"Iya tapi tetap harus waspada." peringat Kanaya lagi.

"Nanti kita bikin acara di rumah Uwak saja yang tak jauh dari sini, gimana? Jadi kalau sewaktu-waktu wanita itu datang, kita semua masih tetap aman!" usul Asih.

"Boleh juga tu! Kalau gitu segera kasih tahu Wak Sanih ya!" 

"Siap, Mbak! Kalau gitu Asih ke belakang dulu!" pamitnya dan Kanaya mengangguk sembari tersenyum.

Tanpa terasa makanan dalam piring sudah tandas berpindah ke dalam perut Rinjani. Kanaya tersenyum senang dengan perkembangan sang ibu yang semakin baik.

"Mama mau nambah?" tanya Kanaya. Rinjani menggeleng.

"Mama sudah kenyang!" ucapnya pelan.

"Nak, bagaimana dengan adikmu?" lanjutnya sembari menatap Kanaya.

"Arkan baik-baik saja! Dua hari lagi pasti kesini ketemu Mama! jadi, Mama harus sehat, ya!" jawabnya menyakinkan.

"Apa, Papa akan mengirim Mama lagi ke rumah sakit, Nak? Mama sudah sembuh, kan? Mama gak gila!" lanjutnya dengan suara bergetar membuat Kanaya memeluknya erat.

"Gak ada yang berani menyentuh, Mama! Laki-laki berengs*k itu sekalipun! Naya berjanji sama Mama, kita akan berkumpul lagi. Sebentar lagi, Ma! Sebentar lagi!" ucapnya yakin tanpa ia sadari setitik bulir bening lolos dari netranya. Segera ia hapus kasar dan kembali menciumi Mamanya.

"Mama gak usah takut lagi! Ada kami semua buat Mama! Ada Naya, Arkan, Bara, Bunda Tini, Mbak Asih, Wak Sanih dan semua yang di sini menyayangi Mama! Jadi, Mama harus cepat pulih, biar kita bisa ambil semua apa yang seharusnya jadi milik Mama!" Rinjani tersenyum lega mendengar apa yang diucapkan Kanaya.

"Sebentar lagi, Ma! Mama akan kembali ke rumah itu sebagai pemilik tunggal! Gak ada yang berani menyentuhnya, Naya janji sama Mama!" ucap Naya berapi-api. Ada sorot kebencian dan dendam yang membara, tapi juga sorot kekuatan untuk sang Mama. Rinjani tersenyum lalu mengangguk.

"Hati-hati kalian, Nak! Mama tak mau wanita ular itu menyakiti kalian!" pesan Rinjani nampak normal. Ya, Rinjani akan normal jika berbicara pada Naya atau Arkan. Tapi, kadang pandangannya sesekali masih kosong jika Bara maupun Wartini yang mengunjunginya.

Rinjani depresi berat saat ia baru saja melahirkan dan dicampakkan paksa oleh Aryo Wijaya, suaminya. Bahkan, Aryo dengan terang-terangan membawa Ratna masuk ke dalam rumah mereka yang sejatinya adalah rumah peninggalan orang tua Rinjani. Ratna diperkenalkan sebagai istri dari suaminya, ia hancur sehancur-hancurnya. Saat luka sayatan operasi secar belum kering, suaminya tega menambah luka yang teramat sangat dalam di hatinya. 

Terlebih, dia dengan tak berperasaannya mengambil paksa Arkan. Anak yang baru beberapa hari ia lahirkan itu, untuk dirawat oleh istri barunya.

Lukanya tak sampai di situ saja, dengan tega ia mengambil seluruh aset kekayaan miliknya. Perusahaan, rumah, dan seluruh harta peninggalan orang tuanya mereka ambil paksa.

Hatinya terluka, jiwanya terguncang. Terlebih kenyataan yang ia dengar dari mulut suaminya sendiri mengenai anak yang ia lahirkan 5 tahun sebelum kelahiran Arkan, yang Aryo katakan telah meninggal. Nyatanya dengan sengaja ia buang hanya karena berjenis kelamin perempuan.

Kian hari kesehatan jiwanya bermasalah, tak sekalipun ia diperbolehkan menemui Arkan putranya. Ditambah lagi dengan cacian, hinaan dan makian dari mulut Ratna juga Aryo. Tak jarang fisiknya pun mendapat siksaan dari mereka, menambah tertekan jiwanya. Satu kenyataan pahit yang ia ketahui sebelum akhirnya dia dikirim ke rumah sakit jiwa oleh Aryo suaminya, bahwa Ratna tengah hamil yang bukan anak Aryo. Namun, Aryo lebih mempercayai ucapan Ratna dari dirinya. Sampai akhirnya Aryo tega mengirimnya ke rumah sakit jiwa.

Rinjani yang depresi dan tertekan kehilangan akal sehat, hingga berkali-kali mencoba melukai dirinya sendiri. Tekanan demi tekanan yang batinnya dapatkan benar-benar membunuh akal sehatnya, hingga ia terkurung selama puluhan tahun lamanya di rumah sakit jiwa.

Sampai, kedatangan Bik Rum, asisten rumah tangga dan juga orang yang menyelamatkan putrinya, membawa secercah harapan di tengah kegelapan hidupnya. Kedatangan Bik Rum membawa Kanaya kecil membuat akal sehatnya perlahan kembali normal meski belum bisa dikatakan sembuh. 

Keyakinan Bik Rum akan kesembuhan putri tunggal majikannya itu membuatnya bertekad untuk terus mengawasi Rinjani dari jauh. Tak segan ia menjual sawah dan tanahnya demi bisa membayar orang untuk terus merawat Rinjani di rumah sakit jiwa. Juga uang yang diberikan Ratna kala ia mengetahui rahasia besarnya sebelum dipulangkan oleh Ratna, lebih dari cukup untuk membiayai Kanaya dan membeli rumah sederhana. Bahkan, Wartini sengaja membayar dokter spesialis ternama untuk menangani sahabat baiknya itu atas informasi dari Bik Rum.

Ratna maupun Aryo tak tahu, jika bayi perempuan yang dibuang Aryo di tong sampah salah satu pemukiman padat penduduk itu diambil dan dibesarkan oleh Bik Rum. Bisa dibilang, Bik Rum adalah malaikat penolong untuk Kanaya juga Rinjani, hingga sampai saat ini Kanaya maupun Arkan masih bisa melihat Rinjani.

Tahun-tahun berat dijalani Kanaya dengan semangat luar biasa. Demi bisa melihat Mamanya sembuh, ia rela membantu Bik Rum berjualan sepulang sekolah. Satu minggu sekali mereka akan ke kota diam-diam dan menjenguk Rinjani tanpa sepengetahuan Aryo dan Ratna.

Hingga usia 17 tahun, Bik Rum menceritakan semua kebenaran pada Kanaya tentang siapa dirinya dan Rinjani yang setiap Sabtu mereka temui. Sejak saat itu, Kanaya memutuskan akan ke kota dan menyusun rencana untuk bisa masuk ke dalam rumah Aryo. Tapi, usahanya selalu gagal hingga ia bertemu Wartini dari petunjuk yang diberikan Bik Rum.

Namun, ujiannya tak berhenti sampai disana. Setelah bertemu Wartini dan Bara, juga mengetahui kebenaran jati diri Arkan. Suami Wartini menjodohkan Bara yang saat itu menjadi kekasihnya demi kelangsungan bisnis keluarga Satya, ayah Bara. Luka di hatinya kian menganga begitu ia tahu bahwa yang dijodohakan dengan Bara adalah Suci, anak dari Ratna dan Aryo Wijaya. Dendam itu kian membara, ia menyusun rencana bersama Bara dan Wartini juga Arkan untuk menghancurkan keluarga itu perlahan-lahan dan mengambil apa yang menjadi hak Rinjani.

Dan disinilah mereka, Kanaya dengan segala rencana matang yang sudah mereka susun bertahun-tahun lamanya satu persatu akan mulai mereka jalankan untuk membalas luka yang Aryo, Ratna dan Suci torehkan di hati Kanaya juga Rinjani. Untuk mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milik Rinjani.

Sesuatu yang didapat dengan cara kotor tidak akan bertahan lama dan suatu saat pasti kembali kepada pemilik yang sesungguhnya. 

🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status