Share

Pilihan sulit

Di sebuah restoran mewah bernuansa hijau dengan konsep outdoor itu, terlihat Suci tengah berbincang serius dengan dua orang paruh baya, Ratna dan Dewa.

"Ma, aku harus gimana sekarang?" lirihnya sembari meremas rambutnya frustasi. Ratna mengusap pelan punggung putri kesayangannya itu.

Baru saja Suci menceritakan perihal gugatan cerai yang Bara berikan untuknya kepada Ratna dan Dewa, ayah kandungnya.

"Satu masalah belum selesai, justru tambah lagi dengan masalah lain. Gimana ini?" ungkap Ratna ikut terlihat panik.

"Aku curiga, salah satu orang kepercayaan kita berkhianat!" ujar Dewa mencoba tenang.

"Tapi siapa kira-kira, Pa!" gumam Suci.

"Entahlah, bahkan orang-orang kantor sudah mulai berkasak-kusuk mengenai legalitas nama pemilik perusahaan. Ruang gerak kita semakin sempit dengan kembali masuknya Wartini sebagai pemegang saham mayoritas dari ANGKASAJAYA grub. Itu semakin menekan posisi kita. Bisa-bisa perusahaan akan bangkrut dan jatuh ke tangan PT. ANGKASA." tambah Dewa meraup wajahnya frustasi.

"Kenapa jadi rumit begini, sih? Mana kita belum dapat apa-apa dari harta Aryo!" gusar Ratna.

"Bagaimana dengan Arkan?" tanya Dewa.

"Arkan sudah dapat 1 M tanpa mau berbagi dengan kita. Memang tak tahu diuntung anak itu!" geram Ratna lagi, karena gagal mendapat bagian dari uang yang diminta Arkan pada Aryo.

"Aku sedikit curiga dengan anak itu. Bisa jadi informasi tentang pemilik resmi perusahaan justru dari mulutnya." tebak Dewa.

"Itu tak mungkin, Arkan hanya tahu akulah Ibunya. Bahkan, tak sekalipun dia dengar nama Rinjani!" bantah Ratna berapi-api.

"Jika dia begitu percaya padamu, kenapa dia tak memberimu bagian dari 1 M yang dia dapatkan?" sinis Dewa membuat Suci geram.

"Ini kenapa kalian jadi ribut sendiri soal uang sih? Aku akan diceraikan oleh Bara dan kalian masih saja berdebat tentang uang yang tak seberapa itu?" bentak Suci tak terima.

"Jika Bara menceraikanku sebelum Aryo memberikan seluruh asetnya padaku, itu artinya kita tidak akan mendapat apapun dari harta Aryo maupun harta Wartini! Harta mereka bernilai jauh lebih banyak dari 1 M yang diambil Arkan, bukan?" geram Suci tak habis pikir dengan kelakuan ayah dan ibunya kandungnya itu.

"Iya tapi, 1 M itu gak sedikit, Sayang! Jika kita dapat setidaknya setengahnya, kan lumayan! Kita bisa pakai uang itu untuk membeli gugatan Bara padamu, Nak!" kilah Ratna.

"Ma! Mama lupa, lepas dari ANGKASAJAYA grub, Bara bukan orang biasa! Dia punya kuasa dan punya banyak uang! Dia dengan mudah melakukan apapun yang dia mau, Ma! Membeli hukum saja dia bisa apalagi sekedar membeli surat cerai!" bentak Suci berapi-api. 

Ratna terdiam, mencerna setiap ucapan dari mulut Suci yang dirasa memang ada benarnya.

"Sebenarnya tujuan kalian selama ini apa sih?" tanya Suci dengan suara mulai melemah. Dewa dan Ratna saling diam.

"Harta Aryo Wijaya, dan menguasai ANGKASAJAYA grub, kan?" tanya Suci lagi menatap Dewa dan Ratna bergantian.

"Kalian sudah berjalan sejauh ini dan sebentar lagi apa yang kalian inginkan akan segera kalian dapatkan. Aryo sudah setuju akan membalik nama aset kekayaannya menjadi namaku, itu artinya sebentar lagi kalian akan berkuasa! Tapi, lihat aku! Aku gak butuh harta! Aku hanya mau Bara, sampai kapanpun aku tak mau bercerai darinya!" tegas Suci dengan air mata mengalir di kedua pipinya.

Ratna dan Dewa bergeming menatap anak perempuannya itu. Yang begitu bucin terhadap Bara hingga menutup matanya.

"Sayang! Jangan bodoh hanya karena cinta! Ingat, sedari awal perjodohan kalian hanya rekayasa kami saja untuk mengeruk seluruh harta ANGKASAJAYA grub. Kamu masih muda, cantik dan kaya raya! Kamu bisa dapatkan lelaki mana saja yang kamu mau, Nak!" hibur Ratna menenangkan putrinya.

"Ya, aku bodoh karena cinta! Lalu, Mama apa? Apa Mama tak menyadari juga kebodohan Mama? Mama juga sama bodohnya denganku, yang begitu mencintai Papa yang ambisius hingga rela melakukan apa saja untuk mengabulkan apapun permintaan Papa!"

Plak,

Satu tanparan keras mendarat di pipi Suci oleh tangan Dewa, ayah kandungnya sendiri.

"Tutup mulutmu, Suci! Kau sudah kelewatan!" hardik Dewa dengan kilatan kemarahan terpancar jelas dari sorot matanya.

Suci berdecih, ia tersenyum licik sembari memegang pipi bekas tamparan Dewa.

"Apa Papa pikir, aku tak tahu kebusukan Papa, yang bermain gila dengan banyak wanita itu, HAH!" teriaknya penuh amarah.

"Suci!" hardik Dewa dengan mengangkat tangannya bersiap melayangkan tamparan lagi pada Suci.

"Stop! Jangan lagi berani menyentuh Suci!" hardik Ratna membuat tangan Dewa mengambang diudara.

"Jika sampai Bara menceraikanku maka bersiaplah akan kehancuran kalian!" ancam Suci kemudian meraih tasnya kasar dan pergi meninggalkan kedua orang tuanya yang masih berdiri mematung. 

Beruntung tempat yang mereka pilih adalah ruang private hingga tak menimbulkan kegaduhan akibat pertengkaran mereka.

Tapi, siapa sangka ada yang tersenyum lebar dengan pertengkaran mereka. Ya, orang itu adalah Bara yang menyaksikan pertengkaran itu dari layar ponselnya. Ia melihat video yang dikirimkan salah satu anak buahnya yang bertugas mengintai Suci.

"Oh, bersiaplah istriku! Permainan akan kita lanjutkan!" gumamnya sembari mematikan ponselnya.

"Apa sih, Sayang?" suara lembut nan manja itu terdengar mengusik kembali kelelakian Bara siang ini. Lantas ia menarik sang pemilik suara serak khas bangun tidur itu dalam pangkuannya. Memeluknya serta mencumbunya membabibuta.

"Aaakkkk! Apa sih, Mas?" pekik Kanaya sembari meronta dalam pelukan kekasih hatinya itu.

"Aku sedang bahagia, Sayang! Apa kau tak mau merayakan kebahagiaanku ini, hem?" godanya sembari menaik turunkan kedua alis tebalnya. Sorot matanya sendu penuh nafsu.

"Iya, bahagianya kenapa sih?" tanya Kanaya memainkan jemari lentiknya di dada bidang Bara menambah panas suhu tubuh Bara di dalam kamar ber-AC itu.

"Nanti aku kasih tahu, tapi-"

"Aaakkk!" pekik Kanaya saat Bara membanting tubuh kecilnya ke atas ranjang dengan ditimpa oleh tubuh kekar Bara.

"Kamu, nakal!" leguh Kanaya menahan hasrat yang bergelora akibat cumbuan Bara pada lehernya.

Dan terjadilah apa yang mereka inginkan, menyelami lautan kenikmatan. Menambah erat ikatan cinta diantara mereka.

☘☘☘

Sementara itu, di sebuah perusahaan besar tengah terjadi perdebatan yang tak kalah panas diantara para anggota dewan komite perusahaan yang bernaung di bawah kuasa PT. ANGKASAJAYA grub.

"Jika Pak Aryo tidak melelang salah satu aset  perusahaan yang beliau miliki, bagaimana perusahaan kami akan beroperasi dengan lancar, Pak Dewa?" protes salah satu komisaris dari PT. INDOKARYA sebuah perusahaan texstil yang bernaung di bawah kendali ANGKASAJAYA grub.

"Benar, Pak Dewa! Anggaran untuk operasional perusahaan kami semakin dipangkas habis-habisan. Lalu bagaimana kami akan membayar seluruh karyawan kami, Pak? Sedangkan seluruh pemasukan dari perusahaan kami wajib melalui ANGKASAJAYA lebih dulu. Kami bukan sapi perah, Pak!" dukung yang lainnya semakin menambah panas meeting bulanan siang itu.

"Kami memang tak tahu menahu tentang seluruh pemasukan ANGKASAJAYA. Tapi, ada hak kami dan karyawan kami di dalamnya. Tanpa, kami dan karyawan kami belum tentu ANGKASAJAYA akan seperti sekarang ini."

"Jual saja 2% saham ANGKASAJAYA untuk menutup segala kekurangan biaya operasional perusahaan kami yang selama ini masuk ke ANGKASAJAYA!" 

Suara-suara sumbang yang menyudutkan PT. ANGKASAJAYA grub semakin santer terdengar. Dewa selaku Direktur pelaksana merasa kewalahan menghadapi mereka yang menuntut ANGKASAJAYA melepaskan 2% sahamnya untuk menutup tunggakan biaya operasional yang selama ini masuk ke rekening pribadinya dan ia habiskan untuk kepentingannya sendiri. Tentu semua ini tanpa sepengetahuan Aryo Wijaya selaku Direktur utama ANGKASAJAYA.

Salah satu anggota dewan komite perusahaan itu tersenyum miring melihat raut wajah Dewa Anggara yang semakin kelimpungan. Jika berita ini sampai pada Aryo Wijaya sudah pasti Dewa akan dituntut atas kasus korupsi dan penggelapan dana perusahaan. Ia tersenyum dan segera mengirim pesan pada seseorang yang sudah menunggu kabar gembira ini di luar ruangan.

Tak lama kemudian, masuklah seorang yang sangat mereka segani dari kalangan para pebisnis. Meski dia seorang wanita, namun karismanya tak kalah dengan karisma seorang Aryo Wijaya. Dialah Wartini  Subagyo, istri dari Satya Wiguna, pemilik resmi PT. ANGKASA yang memiliki 27% saham ANGKASAJAYA grub.

Seketika ruangan yang tadinya riuh dengan suara-suara sumbang mendadak menjadi hening. Bahkan saking heningnya, hentakan sepatu Wartini Subagyo terdengar sangat jelas.

"Selamat siang, semuanya!" sapa Wartini lantang.

"Selamat siang, Bu!" jawab mereka serentak. Ada hampir 20 orang yang berada di ruangan itu. Masing-masing dari mereka adalah para anggota komite perusahaan yang bernaung dibawah naungan ANGKASAJAYA grub. Perusahaan manufakture besar yang didirikan oleh Suami dan sahabatnya, Rinjani.

"Ada apa meeting siang ini sampai terjadi kegaduhan begini?" tanyanya datar menatap satu persatu peserta meeting.

Mereka terdiam, saling melempar pandangan satu sama lain, hingga salah satu dari mereka membuka suara 

"Maaf, Bu! Kami hanya sedang memperjuangkan hak kami dan para karyawan kami yang selama ini masih ditahan oleh ANGKASAJAYA." ungkap salah satu dari mereka.

"Benar, Bu! Bahkan biaya operasional perusahaan kami dipangkas hampir 40% sedangkan pemasukan wajib melalui ANGKASAJAYA. Kami bukan sapi perah yang hanya dibutuhkan tenaga dan hasilnya saja, Bu!" dukung yang lainnya.

"Ditahan oleh ANGKASAJAYA? sejak kapan?" tanya Wartini penuh wibawa.

"Sudah hampir 1 tahun berjalan, Bu!" 

Wartini menatap tajam Dewa yang duduk di sebelah kanannya. 

"Bisa dijelaskan, Pak Dewa?" hardik Wartini tajam. Dewa gelagapan, bahkan keringat dingin mengucur didahinya.

"Kami mengusulkan untuk melepas 2% saham milik ANGKASAJAYA pada PT. ANGKASA untuk menutup segala kekurangan yang selama ini sangat kami harapkan, Bu!" sela salah satu peserta.

"Baiklah! Untuk hal ini biar saya bicarakan langsung dengan Pak Aryo Wijaya selaku Direktur utama ANGKASAJAYA grub. Tetapi, menunggu kepulangan beliau dari Jerman lebih dulu." jawab Dewa cepat, dengan suara gugup yang sangat jelas terdengar.

"Baiklah, kami beri kesempatan terakhir untuk ANGKASAJAYA sampai akhir bulan ini saja, Pak Dewa. Selebihnya, jika ANGKASAJAYA tak juga melunasi tunggakan. Kami pastikan, ANGKASAJAYA tak lagi berdiri kokoh seperti hari ini." ancam salah satu anggota komite dengan tegas dan mendapat dukungan dari yang lainnya.

"Benar, Pak Dewa. Jika dalam dua minggu ke depan semua tunggakan tidak diselesaikan, maka kami akan menyatukan seluruh saham yang kami miliki dan akan bergabung dengan PT. ANGKASA untuk menghancurkan ANGKASAJAYA." ancam mereka lagi yang semakin membuat Dewa kelabakan. Sedangkan Wartini tersenyum simpul.

"Licik kamu, Wartini!" desisnya pelan di telinga Wartini. Membuat Wartini terkekeh senang.

"Licik? Aku rasa bukan, Dewa! Tapi, cerdik!" sanggah Wartini membuat Dewa diliputi amarah. 

Dengan kesal, Dewa meninggalkan ruang meeting dibarengi dengan sorakan para peserta meeting.

"Persiapkan jantungmu, Dewa! Juga untukmu, Aryo! Aku akan ambil apa yang seharusnya menjadi milik Rinjani!" batin Wartini sembari tersenyum sinis menatap kepergian Dewa dari ruang meeting.

☘☘☘

Suci menghentakkan kasar tubuhnya di sofa ruang keluarga rumah mewahnya dengan perasaan yang kacau balau. 

Pikiran dan hatinya kacau hingga membuat moodnya berantakan. Satu masalah belum selesai ditimpa masalah yang lainnya membuat otaknya terasa mau meledak.

Hingga tanpa ia sadari sedari tadi Bara memperhatikannya dari ujung tangga lantai dua.

Bara tersenyum simpul dan berjalan perlahan menuruni anak tangga. Suci terkesiap melihat suami yang sudah 1 minggu lamanya ia cari-cari itu kini sedang berjalan dengan santainya menuruni anak tangga.

Suci berdiri, bersiap menyongsong kedatangan sang suami. Tapi, dengan sigap Bara mengangkat satu tangannya pertanda untuk meminta Suci tetap di tempatnya.

Suci menatap tak percaya pada suaminya yang terlihat semakin tampan, dengan kaos polo berwarna beige, celana jeans dan sneakers putih itu berjalan semakin dekat dengannya.

Suci merentangkan tangannya bersiap menghambur ke pelukan Bara. Tapi, lagi-lagi Bara mengangkat tangannya. Bara menatap Suci dengan pandangan meremehkan, satu senyum miring terbit dari bibirnya.

"Bagaimana? Apa sudah kau tanda tangani surat gugatan itu?" tanya Bara angkuh. Suci menggeleng kuat-kuat.

"Gak! Aku gak akan pernah mau cerai dari kamu!" jawabnya cepat.

"Beri aku alasan kenapa kamu tak mau bercerai dariku?" 

"Sofia! Ya, Sofia membutuhkan kita, Bara. Membutuhkan Mami Daddy yang utuh!" jawab Suci yakin dengan tatapan mata mengiba. 

Bara terkekeh, "Apa kau yakin, Sofia anakku?" pancing Bara membuat Suci menegang seketika.

"A-apa maksudmu?" gagapnya. Bara menaikkan kedua alisnya bersamaan dengan senyum mengembang di bibirnya.

"Jawab, saja!"

"Tentu saja! Sofia anak kamu, aku hanya melakukannya denganmu!" jawab Suci sedikit tergagap.

Bara mengeluarkan satu amplop yang ia lipat dari dalam saku celananya dan memberikannya pada Suci. Dengan cepat Suci meraih amplop itu dan membacanya.

Matanya melebar sempurna, ia tak menyangka Bara akan melakukan tindakan sejauh ini dengan melakukan tes DNA terhadap putrinya.

"Gak! Ini pasti palsu! Ini rekayasa kamu saja, kan?"  teriaknya tak terima.

"Palsu?" kekeh Bara membuat Suci kian meradang.

"Iya!  Ini pasti palsu! Aku hanya berhubungan denganmu malam itu, apa kau lupa? Atau kamu tak mau mengakui kalau Sofia anak kamu! Iya? Jahat kamu, Bar! Tega sama anak sendiri!" amuk Suci yang membuat Bara tertawa lebar. 

"Oke kita memang melakukanya malam itu karena kamu yang menjebakku." ucap Bara membuatnya kembali menegang. Ia tak percaya Bara mengetahui semuanya.

"Dan kau bilang hanya bermain denganku? Apa kau yakin? Bagaimana dengan ini!" ejek Bara meengirimkan beberapa video ke ponsel Suci.

Suci menatap tak percaya dengan apa yang baru saja Bara kirimkan. Bara mendekat dan membisikkan pilihan yang membuat Suci menegang seketika.

"Jadi, cerai atau aku sebarkan video itu?"

🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status