~k~u🌸🌸Kuputuskan untuk masuk kamar Oma diam-diam. Tadi, aku lihat opa naik ojek online mungkin akan menyusul oma ke rumah sakit.Kamar oma seperti biasa selalu rapi dan wangi. Semua ditata apik.Kubuka lemari bajunya. Memeriksa setiap lipatan baju. Biasanya orang zaman dulu menyimpan uangnya di lipatan-lipatan baju.Nihil! Tidak kutemukan. Lipatan baju di lemari tiga pintu sudah kusisir rapi tetap tidak kutemukan. Baiklah aku bergeser pada lemari tasnya. Sebenarnya ini lemari bukuku yang sudah tidak terpakai sengaja di letakkan di kamar tamu ini untuk menaruh barang-barang. Tapi, oleh Oma dimanfaatkan untuk tempat tasnya.Kuperiksa satu per satu. Kuhitung tas oma ada tiga puluh buah. Orang tua sudah nenek-nenek, keriput, koleksi tasnya sebanyak ini mana branded semua. Aku yakin ini dibeli pakai uang ayah.Tidak ada juga. Duh, oma di mana ya, nyimpan uangnya. Karena lelah aku putuskan untuk rebahan sebentar.Mataku hampir saja terpejam karena ngantuk, tapi kutemukan benda aneh disel
🌸🌸🌸“Ya Allah, Non! Dari tadi Bibi cari muter-muter enggak tahunya di sini. Itu loh, sudah dipanggil Nenek.” Bik Siti mengangetkanku yang sedang serius memikirkan Nindi.“Ya, udah, yuk! Aku mau salat dulu. Bik Siti tolong belikan camilan di indoapril ya. Terserah mau beli apa ini uangnya. Jangan lupa mi instan beberapa, ya?” Bik Siti mengangguk. Kuberikan tiga lembar uang seratus ribuan.Baiklah aku akan lebih serius mengawasi Nindi, bukan apa-apa ini demi keprimanusiaan. Bagaimana pun juga dia saudara sepupuku. Aku juga penasaran siapa yang sudah membuat Nindi begitu.Meski pakaian dia selalu tampil seksi Nindi termasuk pilih-pilih cowok dan setahuku di sekolah dia baru saja jadian dengan cowok yang dulunya suka denganku. Tapi, mereka tidak pernah jalan berdua jadian juga baru tiga bulan ini kalau jalan selalu bersama teman. Ah, pusing sendiri aku memikirkannya.“Jalan kok, sambil mikir gitu sih, Al!” tegur Tante Eni.“Loh, Tante dari mana bukannya tadi sudah jalan ke mushola?”“T
“Loh, memang kamarnya Siti kenapa?” Nenek pasti kaget karena tidak biasanya aku menyuruh orang yang kerja di rumah untuk tidur dengan nenek.Lalu kuceritakan semuanya yang aku lihat tadi siang. Tentang opa yang bertindak kurang ajar pada Bik Siti. Aku tidak mau opa mengulangi kesalahannya makanya aku minta Bik Siti untuk tidur dengan nenek.“Astaghfirullahal’adhiim ... enggak nyangka opa begitu!” ucap Tante Eni geram.“Ini juga salah kamu, Siti! Kan, aku sudah berkali-kali bilang pakai baju itu yang sopan! Kalau sampai kejadian tadi siang benar-benar terjadi pasti nama baik kami juga tercoreng!” omel Tante Eni. Bik Siti menunduk sambil sesenggukan.“Sudah, Nak. Kasihan Siti. Dia juga tidak sepenuhnya salah mungkin Siti belum tahu atau bahkan tidak tahu batasan-batasan aurat seorang muslimah. Makanya dia berpapakaian begitu. Mulai besok kamu harus ikut ngaji di komplek Ti, biar saja kerjaan rumah belum beres yang penting kalau pas jadwal ngaji kamu harus berangkat. Seminggu tiga kali.
🌸🌸🌸“Tante bangun!” Tante Eni hanya menggeliat saat kubangunkan. Huh! Padahal aku ingin sekali memberi tahu apa yang baru saja aku dengar. Tadi aku langsung menyelinap masuk kamar saat opa duduk di halaman belakang setelah selesai teleponan.Rasa kantuk yang tadi menyerang kini tiba-tiba lenyapnya begitu saja. Apa mungkin ini efek kafein yang terkandung dalam kopi yang kuminum tadi. Atau mungkin efek keterkejutanku karena mendengar ucapan opa di telepon tadi.Aku belum bisa memastikan dengan siapa opa berbicara. Tadi aku sempat mendengar umpatan opa menyebut Nindi brengs*k.Tadi siang saat Nindi pendarahan opa hanya terkejut saja, sedikit pun tidak menunjukkan rasa khawatirnya. Padahal kan, Nindi cucu opa anak dari Tante Devi anak kandungnya.Astaghfirullah ... kiamat memang sudah sangat dekat. Kelakuan manusia sebagai mahkluk terbaik dan punya akal paling sempurna dibandingkan makhluk lainnya ternyata kelakuannya melebihi binatang yang tidak punya akal. Semoga apa yang aku pikirk
“Al, Nindi memang di rumah sakit?”“Kamu tahu dari mana, Ga?”“Dari grup sekolah. Kata teman-teman dekat Nindi, dia masuk rumah sakit setelah dibantai kamu sampai pendarahan.” Aku sedikit terkejut sih, Nindi memang pandai bersilat lidah. Sudahlah berbuat dosa bukan bertaubat malah makin gencar memfitnahku.“Ya Allah sekeji itu ya, aku?” kataku sambil terkekeh.“kamu itu, serius dikit sih, Al. Aku itu khawatir sama kamu.” Sahut Angga kesal.“Aku juga serius, Ga. Itu mulut Nindi jahat amat si, tak mungkin aku begitu.”“Memang yang sebenarnya terjadi gimana, Al? Kamu juga perlu meluruskan. Aku heran kamu itu kok sepertinya sibuk terus sampai enggak sempat ikut nimbrung di grup sekolah.”“Angga, kamu udah kayak nenekku aja deh, kalau ngomel. Itu mulut enggak bisa berhenti,” sungutku kesal.Aku juga tidak mungkin menceritakan masalah Nindi pada sembarang orang walaupun Angga adalah sahabatku dari kecil, tapi tetap saja dia orang lain apalagi dia laki-laki.“Gitu aja ngambek, yuk, buruan it
🌸🌸🌸“Opa, tangan dan wajah Opa kenapa?” tanyaku penuh selidik.Opa masih saja mencoba mengulurkan lengan bajunya yang tadinya digulung hingga siku.“Loh, iya, ini kenapa, Pak?” tanya oma dan opa pun makin salah tingkah.“Kalau orang tanya itu dijawab, Pak biar enggak cemas!” sahut Tante Devi.“Oh, ini a—nu kebeset bambu tadi siang Opa bantu kawan bikin kandang ayam jago,” jawab opa gugup.Aku memicingkan kepala, kutatap opa penuh selidik. Opa pun menatapku sekilas lalu menunduk seraya main ponsel. Tangannya gemetaran. Oke, opa aku kini yakin kalau semalam yang masuk kamarku adalah opa.“Oma, semalam ada maling di rumah,” kataku lagi. Opa duduknya makin gelisah.“A—pa! Maling? Terus ketangkap enggak?” pekik oma penasaran.“Enggak. Ngilangnya cepat banget. Aku sama Tante Eni sudah berusaha ngejar, tapi enggak dapat.” Kubuat ceritaku sedramatis mungkin.“Kan, ada satpam kok, bisa maling masuk, sih!” Tante Devi pun ikut geram.“Satpam mana tahu, Tan. Semua pintu dan jendela tidak ada y
“Santai, geng! Mereka berdua masih anak kecil mana paham,” sahut Salsa.Lusi menoel-noel pingganku. Pasti Lusi kaget dengan pengakuan Putri. Aku pun sebenarnya kaget. Pikiranku sudah traveling ke mana-mana untungnya gratis kalau harus bayar beli tiket kan, aku rugi.Apa Nindi jadi sugar Daddy seperti yang dia tuduhkan padaku. Atau ada yang lain. Kalau dia jadi sugar Daddy harusnya banyak duit dan juga tidak mau pacaran di sekolah. Bisa aja sih, pacaran untuk menutupi kelakuan busuknya, tapi kan? Ah, banyak tapinya.“Cepat sembuh, ya, Say. Baru mulai juga,” ucap Salsa. Dia memijit lengan Nindi.“Terima kasih, ya, kalian sudah datang,” jawab Nindi.“Sebenarnya dari kemarin aku mau ke sini, tapi belum ada berita resmi jadi pending dulu, deh! Tadi si culun ini woro-woro di grup, kita berdua langsung cus meluncur ke sini,” kata Salsa lagi.“Kamu bawa apaan, tuh?” Nindi menunjuk paper bag yang dibawa Putri.“Ini, brownis yang lagi hits itu. Sengaja kita bawain untuk kamu. Kan, biar cepat se
🌸🌸🌸"Dasar anak durhaka! Anak tidak tahu diri! Kamu pikir kamu hebat! Kalau bukan karena anakku sudah pasti kamu tidak ada di dunia ini! Menyesal aku punya cucu sepertimu!”Aku yang sedang fokus dengan buku diari Nindi kaget sekaligus syok saat oma menangis histeris disertai caci maki. Padahal tadi Oma sedang bergembira karena jalan berdua dengan opa. Mengenang masa muda, begitu katanya. Cucu siapakah yang oma maksud?Der! Der! Der!Pintu kamarku digedor-gedor oma.“Keluar kamu s*tan cilik! Keluar!” teriak oma.“Ada apa, Mbak?” Itu suara nenek.Gegas kubuka pintu.Brug!Tubuhku terpelanting ke lantai begitu pintu terbuka.Sepertinya oma benar-benar telah kerasukan. Tenaganya kuat sekali. Badanku sakit, ngilu!“Istighfar, Mbak!” Nenek mencoba menyadarkan oma. Tante Eni menolongku berdiri.“Gara-gara anak durhaka ini. Anakku meninggal! Puas kamu! Bahkan permintaan terakhirnya tidak kamu penuhi! Dasar ibl*s!” umpatan sekaligus kabar yang dibawa nenek membuatku limbung.Opa membawa oma