Share

KAU CAMPAKKAN DIRIKU
KAU CAMPAKKAN DIRIKU
Penulis: Irlina

Tamparan Keras

Plak!

"Makanya jadi istri jangan malas-malasan dong,cuman cedera kaki doang sebagai alasan tidak bisa masak mengerjakan pekerjaan rumah ini". Ucap seorang pria,habis menampar pipi istrinya itu.

Deg

Nyess... Tidak menyangka jika sang suami bersikap seperti ini. Melayangkan tamparan keras di pipi kanannya, menoreh luka dalam di hatinya.

"Mas,kamu tidak melihat keadaanku sekarang? Kakiku cedera serius karena kecelakaan kemarin, berjalan pun susah dan sakit masih sakit". Mia, memegang pipinya terasa perih sampai ke hatinya yang sakit.

Memandang lekat wajah sang suami, sudah menemaninya selama 2 tahun ini. Baru kali ini, mendapatkan kekerasan dari suaminya itu karena tidak bisa melayaninya.

Tiga hari yang lalu, Mia Julia seringkali di panggil Mia. Dia mendapatkan musibah naas, sehingga kakinya cedera serius dan harus banyak istrirahat dulu. Tidak ada yang merawatnya di rumah, terpaksa harus berjalan pincang berpegangan pada dinding dan menahan rasa sakit luar biasa.

Musibah yang dialaminya itu, membuat dirinya juga keguguran kehilangan calon buah hatinya.

"Cukup! Sudah 3 hari ini,kamu ongkang-ongkang kaki di rumah tanpa mengerjakan apapun. Aku capek Mia,pulang kerja rumah berantakan seperti ini. Jangan malas-malasan terus-terusan Mia,cuman cedera kamu jadikan alasan. Masa membereskan rumah tidak bisa,kamu liat di belakang sana banyak tumpukan baju kotor. Cuci sana!". Tunjuk sang suami menuju ke arah luar pintu, sorotan matanya yang tajam.

"Mas Herman,aku tidak bisa melakukan itu". Mia, menolak bukan tidak mau tetapi kakinya masih di perban jangan sampai basah. "Laundry saja mas, bukankah aku sudah bilang sama kamu kemarin".

"Gila yah,kamu! Jangan sok-sokan menyuruhku laundry pakaian,ada istri malah laundry semakin boros. Cepat sana cuci, Mia!" Bentak Herman, dengan mata melotot sempurna.

Herman, seorang pria berumur 30 tahun dan bekerja di kantor sebagai manager.

Mia, melonjak terkejut mendengar bentakan keras dari suaminya. Air bening mengalir di kedua pipinya,baru kali ini sang suami berkata kasar. Dulu sesosok pria di depannya itu, sangat perduli dan perhatian kepadanya.

Ketikan musibah itu terjadi,sang suami tiba-tiba berubah drastis dan seringkali marah-marah.

"Astagfirullah,mas. Kamu lupa kakiku sakit loh,masih di perban begini dan kata dokter jangan terkena air dulu. Apa susahnya kita laundry dulu, tidak menghabiskan seluruh gajimu kan? Keadaan ku sekarang tidak seperti dulu,mas. Aku mohon kepadamu, tolong mengerti keadaan ku ini". Mia, memohon agar sang suami memahaminya.

"Banyak alasan kamu, Mia! Cepat bangkit dari tempat tidur,jangan malas-malasan dan jangan banyak alasan. Cepat!". Herman, langsung menyeret paksa istrinya mencuci pakaian di belakang.

"Ssshhhhttt...Sakit mas, hentikan! Sakit mas,sakit!". Mia, merintih kesakitan ketika sang suami memaksa untuk berjalan.

"Jangan banyak alasan kamu, Mia! Aku tidak suka dengan istri pembangkang,apa lagi malas. Kamu kira enak kerja ha, memerintahkan ku untuk laundry saja. Cepat,jalan! Cepat!" Herman, terus-terusan menyeret istrinya ke arah belakang.

Tidak memperdulikan Mia, menjerit-jerit kesakitan karena sakit. "Sakit mas, hentikan! Sakit...Aaaaaaa...!" Pekik Mia,ketika sang suami mendorong tubuhnya ke lantai tepat di tumpukan pakaian kotor.

"Cuci semua pakaian ini,jangan banyak alasan. Pokoknya rumah harus bersih, ketika aku pulang nanti. Biar mbak Adel,yang mengawasi kamu agar tidak malas-malasan. Ingat itu, harus menuruti perkataan mbakku". Ucap Herman, sebelum pergi meninggalkan istrinya yang tengah menangis kesegukan.

"Mas,kamu kenapa berubah? Apa karena kekurangan ku ini,kamu tidak memperdulikan ku lagi? Ya Allah, sadarkan suamiku dan kembalikan dia seperti dulu". Kata Mia, terduduk lemas dan bersandar pada dinding.

Matanya tertuju pada bagian kaki,kini mengeluarkan darah lagi. Secepatnya menggantikan perban di dalam kamar, begitu kesusahan berjalan dalam keadaan pincang.

****************

Herman, menghentikan mobilnya di depan rumah ibunya. Dia meminta bantuan kepada kakaknya, untuk mengawasi istrinya yang tidak malas-malasan lagi.

"Tumben banget kamu, Herman. Lagi-lagi sudah kerumah ibu,gak takut telat kerja kamu ha?" Tanya Adel,kakak iparnya yang memberi makan kepada anaknya yang berusia 3 tahun.

"Kamu sudah sarapan pagi,nak?" Tanya bu Ratih, ibu kandungnya Herman.

"Belom,bu". Jawab Herman,duduk santai di sofa.

"Loh, emangnya istri mu gak masak?". Sahut Adel, langsung.

Herman, menghela nafas panjang dan menoleh ke arah ibunya. "Katanya kakinya masih sakit,mbak. Sudah tiga hari ini, Mia tidak masak maupun membereskan rumah".

"Alah... Palingan alasannya saja,Her. Sudah ibu bilang kepadamu kemarin-kemarin, jangan memanjakan istrimu itu. Akhirnya apa,dia malah ngelunjak gak mau mengurus mu cuman cedera kaki doang". Kata bu Ratih, menyunggingkan senyumnya.

"Benar itu,kamu harus tegas Herman. Lama-kelamaan Mia, semakin sesuka hatinya nanti". Sambung Adel, hatinya bersorak-sorai gembira karena Mia di marahi adik iparnya itu.

"Makanya itu,aku meminta mbak Adel mengawasi Mia agar tidak malas mengerjakan pekerjaan rumah. Aku capek-capek kerja cari uang,dia malah nyuruh aku beli makanan di luar sama laundry pakaian. Jelaslah aku gak mau bu,mbak". Herman, memijit pelipisnya karena sang istri tak bisa menyenangkan dirinya lagi.

Brakk..

Bu Ratih, mengebrak meja mendengar ucapan anaknya. Menantu keduanya itu,malah sesuka hati memerintah anaknya. "Jangan mau kamu, Herman. Itu namanya pemborosan jika kamu menuruti perkataannya,biar ibu yang mengawasi Mia. Geram ibu, mendengar sikapnya seperti itu".

"Iya,bu. Kalau tidak mau menurut perkataan ibu, buatlah efek jera untuk istriku. Aku pamit dulu,takut telat nanti". Herman, mencium punggung tangan ibunya. Dia mencium keponakannya yang lucu, sudah selesai makannya.

Herman, meninggalkan perkarangan rumah ibunya dan senang karena sang ibu bersedia mengawasi istrinya di rumah.

"Aku ikut bu, takutnya Mia malah ngelakuin apa-apa nanti". Adel, tak mungkin melewati momen ini. Dimana Mia,akan di marahi habis-habisan sama mertuanya.

"Sekalian Del,kita beri dia pelajaran yang sok belagu itu. Bawa pakaian kotor di belakang,biar Mia yang mencucikannya. sekaligus memasak makanan untuk makan siang nanti,biar tau rasa". Ucap bu Ratih, tersenyum smrik memang tidak menyukai menantunya itu.

"Ide bagus bu,biar Mia tidak sanggup bertahan dalam rumah tangganya. Aku sebagai kakak iparnya, tidak sudi memiliki adik ipar yang miskin bukan sederajat kita". Sambung Adel, tersenyum ke arah mertuanya.

Cukup lama bu Ratih, ingin memisahkan Mia dari anaknya itu. Akan tetapi, Herman begitu menyayanginya dan harus berpura-pura menjadi ibu mertua baik.

Ketika mendengar Mia hamil anak mereka, sangatlah susah memisahkan antara mereka.

Adel, segera mungkin mengambil pakaian kotor dan memasukkan ke dalam kresek lumayan besar. Tidak sabar menyuruh ini,itu, terhadap adik iparnya itu.

Mampukah Mia, menghadapi sikap ibu mertuanya dan kakak iparnya itu?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status