"Oh, enak banget yah! Santai-santai doang,tanpa membereskan rumah. Mau aku adukan dengan anakku, Herman? Pantesan aja pagi-pagi anakku mengadu, rupanya punya istri gak becus!". Bu Ratih, langsung memarahi menantunya itu.
"Kamu itu, istri gak tau diri! Rumah berantakan seperti ini,gak pantes kamu jadi istri Herman". Sambung Adel, menyunggingkan senyumnya. Bagus! Aku senang sekali, melihat kamu di marahi ibu mertua kita. Rasakan kamu Mia, emangnya enak di omelin sama suami dan ibu mertua."Dasar wanita miskin, sukanya malas-malasan menghabiskan uang anakku saja. Sedangkan kerjaannya cuman santai-santai seperti ini, rumah kaya kapal pecah dan debu sekali. Istri gak bersyukur kamu, Mia! Kasian anakku menikah dengan wanita yang salah, kerjaannya cuman memanfaatkan Herman". Bu Ratih, menatap tajam ke arah Mia."Bu, bukannya aku malas atau tidak bersyukur. Keadaan ku sekarang tidak seperti dulu, kakiku masih sakit sekali. Apa lagi bu,aku tengah berduka atas kehilangan calon buah hatiku". Mia, mencoba membela dirinya itu. Ya Allah, rupanya mas Herman benar-benar mengadu kepada ibunya. Apa aku sanggup menahan diri dari mereka,sabarkan hatiku Ya Allah."Alah...Kamu itu,banyak alasan agar kami luluh dengan ucapan mu. Oh,jangan harap bisa membodohi kami". Sambung Adel, menyenggol lengan ibu mertuanya. "Mbak,diam jangan memperkeruh suasana semakin sulit!" Bentak Mia, dadanya naik turun mengontrol dirinya. Astagfirullah,mbak Adel benar-benar keterlaluan semakin rumit keadaan."Diam kamu, Mia!" Bentak bu Ratih, tidak terima menantunya kesayangannya di bentak. "Kamu tidak pantas membentak Adel,karena kamu bukan levelnya. Apa yang di katakan Adel, memang benar dan kamu salah. Ambil kresek ini,cuci semua pakaian kotor dan bereskan seisi rumah. Aku dan Adel,akan mengawasi pekerjaan mu dan tidak boleh makan sebelum selesai. Kalau tidak selesai atau tidak menuruti perkataan kami, siap-siaplah berurusan dengan Herman".Deg!Mia, melonjak terkejut mendengar ucapan ibu mertuanya. Begitu tega memperlakukan dirinya seperti itu, sudah pasti suaminya membela ibu dan kakaknya ipar."Satu lagi,baju yang putih harus di kucek jangan di campur dengan yang berwarna. Awas saja, pakaian putih terkena warna luntur akan aku adukan kepada Herman. Biar Herman,yang menghajarmu habis-habisan karena ceroboh tak becus mengerjakan tugas". Sahut Adel, meletakkan dua kresek lumayan besar di depan Mia. "Cepat,bawa sana! Cuci semua pakaian ini, cepat!" Perintah bu Ratih, mendorong bahu menantunya itu.Mau tidak mau, Mia membawa dua kresek lumayan berat. Dia bertambah kesusahan berjalan, lagi-lagi tubuhnya di dorong kakak iparnya itu."Aduh...! Lama banget sih, jalannya kaya siput tau. Cuman cedera kaki doang, lebay banget mau cari simpati". Decak Adel, sesekali mendorong tubuh adik iparnya."Mbak,jangan dorong-dorongan badanku. Aku susah payah berjalan berlahan menahan rasa sakit di bagian kaki,mbak seenaknya sendiri mendorong ku". Mia, menghela nafas panjang dan membalikkan badan ke arah kakak iparnya."Kalau gak mau di dorong sama aku, cepetan jalan sana! Bikin kesal aja, lelet kaya siput". Bentak Adel, menyunggingkan senyumnya. "Yang bersih nyuci bajunya jangan sampai ada noda,awas kalau tidak becus". Ancamnya lagi, membuat Mia mengepalkan kedua tangannya."Cuci pakaian yang berwarna putih, kucek yang bersih jangan lelet. Pakaian yang warna lainnya,bisa menggunakan mesin cuci sambil nyapu dan pel. Beres-beres rumah itu, harus cekatan jangan lemot kaya siput. Bisa ngerjain tugas 3 sekaligus, Mia". Sahut ibu mertuanya, menggeleng kepala melihat tumpukan piring kotor di wastafel."Astaga! Kamu enak banget yah, Mia. Kerjaan mu apa sih,di rumah ini? Lihatlah, cucian piring kotor menumpuk seperti ini. Mana meja makan berantakan sekali, tempat sampah menggunung juga". Adel, semakin mengompori ibu mertuanya agar semakin marah kepada Mia."Mia,Mia, istri macam apa kamu ha? Sampah sudah menumpuk segunung,mana bau lagi. Pantesan Herman, marah kepada mu mentang-mentang cedera serius di bagian kaki dan seenaknya beli makanan di luar. Namanya pemborosan Mia, sebagai istri harus bisa mengatur keuangan suami. Biar aku bilang kepada Herman,jangan lagi memberikan nafkah uang kepadamu. Keenakan dong,kamu menikmati jerih payah anakku". Bu Ratih, mendelik tajam ke arah Mia yang sibuk mencuci pakaian.Mia, beberapa kali menyeka air matanya hatinya sakit mendengar omelan dari ibu mertuanya. Mereka sama-sama tidak memiliki perasaan sedikitpun,ketika dirinya dalam kesakitan seperti ini. "Benar bu,jangan sampai Herman di manfaatkan istrinya yang tidak becus ini. Semakin lama semakin ngelunjak nantinya,jangan di biarkan terus-menerus". Sambung Adel,membuka kulkas dan melihat beberapa sayuran."Nyuci bajunya cepetan, Mia! Pekerjaan mu masih banyak loh, belum nyapu, ngepel,nyuci piring,masak,nyapu halaman, kaca-kaca jendela di lap sudah berdebu". Teriak bu Ratih, sesekali mendorong kepala menantunya itu."Cukup,bu! Aku bisa mengerjakannya sendiri, tidak perlu kalian ikut campur dan ngoceh terhadap ku!" Teriak Mia,menghempas baju di tangannya. Dadanya kembang kempes menahan emosi, sungguh sakit mendengar kata-kata pedas dari ibu mertuanya.Plak!Geram dengan sikap Mia, bu Ratih melayangkan tangannya dan menampar pipi kiri menantunya itu. "Lancang sekali kamu, Mia! Aku akan mengadukan mu, kepada Herman dan memberikan kamu hukuman setimpal"."Iya,kamu menantu durhaka Mia. Berani sekali membentak ibu mertua seperti itu,aku akan menjadi saksinya nanti". Sahut Adel, meletakkan gelas di meja.Mia, memejamkan matanya sekejap. "Laporkan saja,bu! Biar kalian puas melihat ku di siksa, itukan yang kalian mau! Untuk saat ini,memang aku tidak bisa membalas kalian". Teriak Mia, sudah tak sanggup menahan dirinya."Oh, rupanya kamu menantang Mia. Baik,aku laporkan kepada Herman pulang kerja nanti". Kata bu Ratih, sedikit mendorong tubuh menantunya itu.Mia, meremas ujung bajunya dan melanjutkan pekerjaannya lagi. Membiarkan ibu mertuanya dan kakak iparnya itu. Terus-terusan mengomel tidak jelas,tak segan-segan menghina dirinya yang pincang saat ini.Berdebat dengan mereka tidak ada habisnya,malah semakin menambah masalah nanti.Selesai mencari pakaian, melanjutkan pekerjaan lainnya. Mencoba berlahan-lahan menyapu lantai, meskipun kakinya semakin sakit."Aduh...! Kamu ini,gak becus menyapu lantai. masih ada kotor ini. Mia,nyapu lantai yang benar dong". Bu Ratih, menunjukkan ada sampah di kolong meja."Iya,ini juga berusaha untuk menyapu yang benar. Kakiku semakin bu,jadi harus berlahan di gerakan". Ucap Mia, mengeluh pun tidak ada artinya di mata ibu mertuanya.Bu Ratih, tidak memperdulikan menantunya kesakitan dan terus memaksa mengerjakan tugas yang lainnya.Brakk...!Adel, sengaja mendorong ember berisi air untuk ngepel lantai. Mia, melonjak terkejut melihat aksi kakak iparnya itu."Mbak!" pekik Mia, sungguh tega yang mereka lakukan kepadanya."Apa!Kamu berani sama aku,ha?". Adel, mendorong tubuh Mia dan jatuh di lantai."Aaaarrgghh....!" Mia, meringis kesakitan matanya tertuju pada kakak iparnya. Apakah Mia, membalas dendam kepada Adel?Sebenarnya Herman, ingin sekali menunggu Rama dan Megan keluar dari hotel tersebut. Ingin mengikuti Rama pulang, mengetahui dimana tempat tinggalnya.Akan tetapi,ada orderan taksi online masuk dan harus ke tempat lokasi. Mana mungkin menolak Rezeki, suatu saat nanti bakalan ketahuan juga dan harus bersabar kali ini.Semenjak mengetahui Megan berselingkuh, Herman bersikap dingin dan tidak memberikan uang lagi. Diam-diam mengikuti Megan, mengambil bukti-bukti perselingkuhan mereka berdua.Ketika bukti sudah terkumpul jelas waktunya mencari istri sah Rama dan bersama-sama membongkar perselingkuhan mereka berdua.Herman, pertama kali melihat istri Rama rupanya seorang wanita karir dan pemimpin perusahaan. Mereka berdua bertemu di sebuah restoran ternama di kota ini,tak sabar memberitahu perselingkuhan mereka berdua."Kenalkan nama saya, Andini". Kata wanita itu, tersenyum ramah terhadap Herman."Saya Herman, seorang taksi online". Herman, menyambut uluran tangan Andini dan duduk di kursi."
Beberapa hari kemudian, Herman mulai bekerja sebagai taksi online tanpa sepengetahuan istri dan mertuanya."Mau kemana kamu, Megan?". Tanya Herman, akhir-akhir ini sang istri jarang di rumah. "Sepagi ini,kamu mau pergi tanpa menyiapkan keperluan suami. Malam tadi kamu pulang larut malam loh, sebenarnya kemana kamu?"."Hussssttttt... Terserah akulah mas,aku mau jalan-jalan sama teman-teman aku. Jangan lupa transfer uang lima juta yah,aku mau shopping mall". Kata Megan, sambil mengoles lipstik di bibirnya."Tidak. Aku sudah mentransfer uang kemarin sekitar 3 juta,jangan terlalu boros Megan. Apa kamu tidak memikirkan perasaan ku,ha? Setiap hari bekerja tanpa mengenal lelah, sedangkan kamu di rumah enak-enakan dan nongrong sama temanmu". Herman, mengusap wajahnya dengan kasar."Aduhhh...Jangan pelit-pelit sama istri mas,aku Megan bukan mantan istri mu yang diam saja. Secepatnya kamu transfer uang ke rekening ku,jangan lupa mas. Aku tidak segan-segan memberitahu sikap mu kepada kedua orang
Herman, memasuki tempat tinggal ibu kandungnya. Sangat sempit sekali, perabotan rumah tangga cuman seadanya saja. "Inilah tempat tinggal ibu, seadanya dan sempit. sedangkan kamu masih enakan, tinggal di rumah mertua". Kata bu Ratih, menyusun belanjaan tadi."Yang salah siapa,bu? Dulu,aku sudah memperingati jangan percaya dengan ucapan bang Lingga. sekarang ibu pasti menyesal bukan, coba menuruti perkataan ku dan ibu tidak akan tinggal di sini". Sahut Herman, mengusap wajahnya dengan kasar. memikirkan bagaimana nanti,jika istri dan keluarganya tau dirinya sudah di pecat dari pekerjaannya."Coba aja,kamu membayar perbulannya di juragan Karto. Ibu dan adikmu,gak bakalan di tinggal di sini. Malah Megan, enak-enakan menikmati gaji mu". Bu Ratih, menoleh ke arah anaknya itu."Ngapain aku capek-capek membayar di tempat juragan, Karto? yang menikmati uangnya siapa,bu? Lagipula sekarang aku sudah tidak memiliki pekerjaan apapun, aku tidak bisa membantu kebutuhan ibu. carilah bang Lingga, lagi
"Dani,kamu ada uang? Beras dan bahan dapur pada habis loh. Mana bayar kos bulan ini, abangmu Lingga gak pulang-pulang beberapa hari". Kata bu Ratih, mendekati anal bungsunya."Aduh...Aku capek bu, gajihan masih lama. Aku bakalan bayar tempat tinggal kita kok,kalau bahan dapur dan lainnya uangku gak bakalan cukup. Coba ibu mikir deh,cari kerja apa kek gitu". Kata Dani,mendengus dingin."Ya sudah, ibu minta sama Herman nanti". Kata bu Ratih, langsung masuk kedalam tempat tinggalnya. Mata tertuju pada tudung saji,cuman ada tempe goreng dan nasi. Mau tidak mau,memakan seadanya karena perut sudah keroncongan sejak tadi"Kenapa kehidupan ku berubah drastis seperti ini? Bahkan makan tidak sanggup beli ikan atau telor". Gumam pelan, memaksakan satu-persatu suapan ke dalam mulutnya."Lagi-lagi tempe terus, badanku kurus kering bu. Tiap hari makan seperti ini, menyebalkan sekali". Dani, memijit pelipisnya dan menatap menu makanan di depannya itu."Makan yang ada Dani,siapa tahu abangmu Lingga
"Bang,tadi bu Arin ada ke peternakan sapi?". Tanya Mia, mendongakkan kepalanya menatap wajah sang suami."Ada. Beliau meminta untuk menjemput anaknya di kampus,tapi abang sibuk banget.Lagipula abang,malas meladeni ucapan bu Arin. Apa kata orang lain dek, Dania menolak perjodohan itu. Tapi,aku mau-maunya membantu. pastilah orang-orang berpikir aneh-aneh,iyakan?". Kata Gabbar, mengecup bibir Mia."Kayanya bang, Dania nyesal menolak perjodohan itu. Aku takut bang,kalau bu Arin ngomong macam-macam sama ibumu. Takutnya meminta abang, menikahi Dania". Mia, tertunduk sedih."Ee.. Kamu ngomong apa sayang? Ibu,gak bakalan ngomong seperti itu. Lagipula yah, ibu sudah kecewa berat dengan bu Arin karena masalah itu. Satu hal lagi,abang mana mau sama Dania. Sekarang abang, bersyukur memiliki istri seperti mu". Gabbar, menangkup wajah istrinya itu."Makasih,banyak bang.Aku benar-benar takut hal itu terjadi, karena aku mencintaimu bang". Kata Mia, tersipu-sipu malu. Entah sejak kapan,cinta itu tumbu
Adel dan teman-temannya, tercengang melihat Gabbar menggesek kartu untuk membayar makanan."Ayo, kita pulang ke hotel lagi". Kata Gabbar, masih terdengar oleh mereka."Iya,bang". Jawab Mia, tersenyum manis. "Mbak Adel dan lainnya, permisi dulu yah". pamit Mia, bergandengan tangan dengan suaminya itu.Adel,nampak tak suka dengan Mia yang sok belagu. "Masa sih, mereka nginap di hotel?"."Bisa jadi, kayanya suami Mia banyak uang deh". Sahut lainnya."Gak mungkin deh,kan suaminya seorang petani doang". Bantah lainnya,sambil menikmati hidangan di meja.Duhhh... Pasti harga makanannya mahal-mahal ini,sialan Mia benar-benar menjebak ku.Batin Adel, berharap uangnya cukup membayar makanan mahal yang mereka pesan."Pssstt... Kita bayar makanan ini, patungan kan?". Tanya teman Adel,karena uangnya tidak cukup."Iya-iya,kita patungan bayarnya. Masa iya, gak patungan". Sahut Adel, yang di angguki oleh lainnya juga.********************************Puas rasanya liburan bersama sang suami, pagi-pagi