Share

Bab 67

Penulis: Fatimah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-01 06:51:18

Pov Naira

Aku tertawa sinis membaca puluhan chat grup WA Bagaskara Family. Grup yang sudah lama kuarsipkan itu, kali ini ribut membahas Mbak Medina. Dua video terakhir yang diberikan Meera, memang melenceng dari perkiraanku.

Bukan hanya video saat Mbak Medina mendatangi dukun dan keterangan dari orang-orang sekitar, Meera juga mengirimkan video yang mengharuskanku memberi imbalan lebih.

Ternyata diam-diam, Mbak Medina menjalin hubungan dengan lelaki yang kukenal sebagai mantan kekasihnya. Di video itu, Mbak Medina tengah berci uman dengan lelaki yang berstasus suami orang. Bukan hanya beradu bibir, bahkan tangan lelaki itu juga menggerayangi tu buh Mbak Medina.

Entah dari mana, orang suruhan Meera mendapatkannya. Aku tak peduli. Karena bagiku, yang penting kedok Mbak Medina terbongkar. Itu saja.

Aktifitasku terhenti saat terdengar suara ketukan pintu. Sambil menderap langkah, kuraih hijab instan di sofa ruang tamu.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Evi Yulianti
duh gimana kehamilan nya?
goodnovel comment avatar
Hdytii
nairaaa duhhh.. harusnya gak usah terlalu baik jua kali... terus itu si Hangga jelas ajalah dia gak peduli sama video itu, secara kan dia udah dlm pengaruh ilmu hitam . lagi.. apasih yg kami harepin dari Si medina, dia bakalan sadar dan berubah. sulittt kali kalo udah sejahat itu .
goodnovel comment avatar
UseR
𝘓𝘨 𝘩𝘢𝘮𝘪𝘭 𝘬𝘰𝘬 𝘥𝘰𝘯𝘰𝘳 𝘥𝘢𝘳𝘢𝘩, 𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩? 𝘓𝘢𝘨𝘪𝘢𝘯 𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘢𝘱𝘢 𝘯𝘰𝘭𝘰𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘨 𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘫𝘢𝘩𝘢𝘵 𝘴𝘮 𝘥𝘪𝘢, 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘱𝘪𝘬𝘪𝘳 𝘣𝘢𝘩𝘸𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘫𝘨 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘢𝘮𝘪𝘭 𝘏𝘢𝘥𝘦𝘦𝘦𝘩 𝘕𝘢𝘪𝘳𝘢, 𝘣𝘶𝘤𝘪𝘯 𝘢𝘱𝘢 𝘣*𝘥*𝘩 𝘴𝘪𝘩
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 161

    Naira tertawa geli sambil geleng-geleng kepala. “Bulan madu kita sudah berakhir, Sayang. Saatnya kembali ke kehidupan yang sebenarnya.” Aric langsung mengerucutkan bibir. Lalu melangkah keluar kamar. Sedangkan Naira lantas membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Sebelum membuka pintu, Aric mengintip dari jendela. Tapi sayang, yang bertamu tak terlihat. Aric pun akhirnya langsung membuka pintu untuk tamu yang tak diundangnya itu. “Assalamualaikum, Bu Hajah Naira!“ Aric disambut suara riang ketiga sahabat Naira. Meera, Cantika dan Adila. “Waalaikumussalam,“ jawab Aric, kikuk sambil tersenyum nyengir. “Eh, sorry, Ric. Kirain kita Naira,“ kata Cantika. “Its oke, no problem. Silahkan duduk dan anggap saja rumah sendiri,“ ujar Aric. “Thanks, Ric.“ Meera, Cantika dan Adila menyahut kompak. “Nairanya mana, Ric?“ tanya Meera sambil menatap interior rumah Aric yang benar-benar berkelas. “Nyonya lagi mandi. Kalian tunggu saja, ya. Kalau mau minum, ambil saja di kulkas,“

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 160

    Aric menoleh, menatap istrinya dengan lembut. “Aku juga nggak akan pernah melupakannya, Khai. Semoga perjalanan ini jadi awal yang baik untuk kita.” Naira tersenyum, merasa hatinya penuh dengan cinta dan syukur. Perjalanan itu tidak hanya mendekatkan mereka kepada Allah, tetapi juga semakin menguatkan cinta mereka sebagai suami istri. Tiba di rumah Aric, si kembar langsung dijemput Hangga. Lelaki itu akan melamar calon istrinya, dan menginginkan si kembar turut hadir di momen itu. Naira dan Aric tak keberatan. Justru Aric merasa inilah waktunya berduaan dengan Naira. Malam pun tiba. Suasana terasa sepi tanpa kehadiran si kembar. Di dapur, Naira berdiri sibuk memanaskan makanan untuk makan malam. Aric sendiri duduk di ruang makan, matanya sesekali melirik ke arah istrinya. Dia merasakan sesuatu yang berbeda malam itu. Udara terasa lebih dingin dari biasanya. Membangunkan sisi kelelakiannya. “Babe,” panggilnya lembut. “Ya, Sayang?” jawab Naira tanpa menoleh, fokus pada pa

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 159

    Aric memperhatikan mereka dari jarak dekat. Dalam diamnya dia merasa bersyukur bisa membawa keluarganya ke Tanah Suci. Bagi Aric, perjalanan ini bukan hanya ibadah, tetapi juga hadiah yang sengaja dipersembahkan untuk istrinya, sebagai bentuk cinta dan pengabdian. Di dalam pesawat, si kembar tertidur di pangkuan Aric. Naira yang duduk di sebelah mereka, memandangi Aric. Melihat wajah Aric yang terlihat damai, Naira lantas melangitkan doa. Memohon agar perjalanan ini membawa keberkahan bagi mereka sekeluarga. ** Tiba di Mekkah, tubuh Naira terasa membeku. Melihat Masjidil Haram dengan segala kemegahannya, dia merasa seperti berada di dunia lain. Tapi saat melihat Ka’bah untuk pertama kalinya, air matanya langsung mengalir deras. “Masya Allah… Aric, ini benar-benar indah. Apa ini nyata? Aku tidak sedang bermimpi kan?” tanyanya dengan suara bergetar. Aric berdiri di sampingnya, mengangguk pelan. “Ini nyata, Khai. Alhamdulillah, kita sampai di sini.” Mereka berjalan me

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 158

    “Ric … ini ….“ Netra Naira berkaca-kaca saat membaca isi surat yang diberikan Aric. Seakan masih tak percaya dengan apa yang baru saja dibacanya. Naira pun beranjak duduk. Lalu memeluk surat itu erat. “Masya Allah … Alhamdulillah,” gumamnya, hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tangannya sedikit bergetar saatmenatap Aric. “Kita … akan umrah?” Aric mengangguk, senyumnya semakin melebar. Lalu memeluk pinggang Naira. “Aku sudah mendaftarkan kita. Kamu, aku, dan si kembar. Semuanya sudah aku atur.” Air mata Naira mengalir perlahan. Hatinya penuh haru dan syukur. Dia kembali mendekap surat itu sambil menatap suaminya dengan pandangan mengabur. “Kenapa kamu selalu tahu cara membuatku bahagia, Ric?” Aric mengusap kepala Naira lembut. “Karena sudah lama aku mencintaimu. Jadi jangan heran kalau aku tahu segalanya. Dan sekarang aku suamimu, Khai. Bahagiamu adalah tugasku.” * “Yang bener Lo, Nai?“ tanya Meera saat Naira mengabari tentang rencana keberangkatan umr

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 157

    “Sudah dulu mesra-mesraannya. Tuh lihat, mereka dari tadi pengen foto bareng kalian,” kata Bu Hania. Naira pun langsung melepaskan tangan Aric dari pinggangnya. Lalu beranjak berdiri. Sementara Aric hanya menghela napas panjang. Lalu ikut berdiri, dan melayani orang-orang yang ingin berfoto dengan mereka. ** Naira berdiri di depan jendela besar yang menghadap langsung ke pantai. Malam begitu tenang, hanya suara deburan ombak yang terdengar, bersenandung lembut seperti ingin menenangkan setiap hati yang mendengarnya. Angin malam pun seakan tak mau kalah menebarkan pesonanya, membawa aroma khas laut, bercampur wangi bunga-bunga tropis yang tumbuh di sekitarnya. Gaun merah panjang Naira bergoyang pelan ditiup angin dari jendela yang sedikit terbuka. Matanya menatap langit bertabur bintang, sesekali bibirnya tersenyum samar, mengingat hari bahagia yang baru saja mereka lalui. “Masih betah menatap laut?” Suara berat nan lembut itu membuat Naira sedikit tersentak. Naira menol

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 156

    “Ya Allah … cantik banget Lo, Nai!” pekik Meera. Dia langsung menghampiri Naira. Menatap penampilan sahabatnya itu dengan takjub. “Iya. Kamu cantik banget, Nai. Nggak heran Aric klepek-klepek sama kamu,“ sahut Adila. “Bener. Mana bodymu oke banget. Enggak kek gue,“ timpal Cantika sambil menatap badannya sendiri. Sejak ikut program KB, tubuhnya memang mengembang tak karuan. “Oh iya, keluarga kamu udah sampai Nai. Mereka pengen ketemu kamu,” kata Bu Anya mengalihkan perhatian Naira dan ketiga sahabatnya. “Keluarga?“ Meera menyahut heran. “Maksudnya Omnya Naira, Bun?“ tanyanya. Bu Anya mengangguk. “Kan dia yang mau jadi walinya Naira. Iya kan, Nai?“ ujarnya. Naira mengangguk. “Kalau gitu, bunda suruh masuk saja ya?“ tanya Bu Anya. “Iya silahkan, Bun.“ Bu Anya pun keluar dari ruang khusus rias itu. Setelah Bu Anya tak ada, Meera langsung menanyai Naira. “Serius Lo undang mereka, Nai?“ tanyanya. “Bukan aku, Meer. Tapi Aric. Kata Aric bagaimanapun, mereka keluarga a

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status