Setelah acara pernikahan juga resepsi berlangsung dengan lancar dan meriah kini keduanya langsung meninggalkan gedung dan bergegas menuju mansion Boy.
Maya dibuat kaget dengan keberadaan rumah baru Boy yang tidak sama dengan apa yang ditempati Maya ketika pertama kali datang ke kota. Karena takut akan dijebak sang majikan akhirnya Maya memberanikan diri bertanya. "Maya.." panggil Boy setengah berteriak. "Iya Pak, ada apa?" tanya Maya kaget. "Kenapa diam mematung disitu? Ayo masuk," ajak Boy sambil melihat Maya. "Ini rumah siapa ya pak?" tanya Maya. "Ya rumah saya lah," jawab Boy ketus. "Jangan bercanda deh pak.. Setahu saya rumah bapak gak disini," sanggah Maya. "Kamu ini udah nanya malah ngeyel lagi, itu kan setahu kamu la ini saya kasih tau," jawab Boy geram. "Jangan menjebak saya ya pak, ingat kita ada perjanjian tertulis," gertak Maya. "Menjebak apanya? Kamu jangan buat saya kesal ya, tanya sana sama Handoko rumah ini siapa pemiliknya kalau perlu tanya sekalian sama pak RT dan tetangga," tantang Boy. "Ok.." jawab Maya enteng lalu bergegas keluar gerbang. "MAYAAAAAA…" teriak Boy emosi dan mencekal tangannya. "Kenapa sih pak? Telinga saya belum tuli," jawab Maya kesal. "Masuk.." ucap Boy serius dan terus mencekal tangan Maya. "Sakit pak.. Aduh," rintih Maya kesakitan namun Boy tidak peduli. Ketika sampai di dalam rumah barulah Boy melepas genggaman tangannya. "Daritadi gini kek.. Sakit tau pak, nih lihat sampai merah," gerutu Maya sambil mengelus tangannya. "Cih.. Gitu doang ngeluh," cibir Boy. "Sakit pak.." rengek Maya. "Makanya kalau disuruh itu nurut, apa susahnya sih tinggal masuk aja," ucap Boy geram. "Habisnya rumah ini asing pak, mana saya tau ini aslinya rumah siapa," jawab Maya lalu Boy memanggil Handoko. "Iya bos ada apa?" tanya Handoko kebingungan. "Jelaskan pada dia ini rumah siapa dan kalau perlu tunjukkan sekalian sertifikatnya," suruh Boy kesal. "Memang kenapa ya bos?" tanya Handoko kebingungan. "Dia kira ini rumah orang dan saya mengaku-aku," jawab Boy ketus. "Astaga.. Ini anak memang cari masalah aja, bukannya tinggal duduk santai nikmati harta suami kontraknya malah ini sok-sokan banyak tanya ini itu," batin Handoko kesal. "Handokoooo.." panggil Boy kesal. "Iya Pak akan saya jelaskan," jawab Handoko kaget. "Maya.. Apa yang dikatakan oleh bos besar itu benar jika ini salah satu kediamannya, jadi apapun yang dikatakan oleh bos besar itu benar, kamu belum tau berapa saja aset yang beliau punya," ucap Handoko penuh penekanan. "Pak Handoko gak bohong kan?" tanya Maya curiga. "Untungnya untuk saya apa nyonya?" tanya balik Handoko dan Maya melihat ekspresi dari Handoko jujur. "Baiklah saya percaya," jawab Maya dan Handoko bernafas lega sedangkan Boy langsung bergegas ke kamar, tanpa disadarinya ada Maya yang mengikuti hingga sampai pintu kamar. "Loh kamu ngapain ikut saya?" tanya Boy kaget. "I..ikut ma..masuk," jawab Maya gugup. "Untuk apa?" tanya Boy ketus. "Ya..ya itu pak," jawab Maya malu-malu. "Itu apa? Jangan berpikir aneh-aneh ya saya capek.. Kamarmu tuh disitu," ucap Boy yang menunjukkan kamar Maya ada di sebelahnya. "Jadi.. jadi kita pisah ranjang pak?" tanya Maya memastikan. "Tentu saja.. Sesuai perjanjian," jawab Boy mengangguk lalu Maya menuju kamarnya. "Ahh majikanku udah kaya, menepati janji pula.. Bahagianya jadi istri namun tidak perlu melayani," batin Maya bahagia lalu seketika dia teringat jika bajunya ada di rumah majikan yang disana. "Duh kalau gini pakai apa dong nanti?" gerutu Maya mondar mandir lalu dengan terpaksa Maya mengetuk pintu majikannya. Tok.. Tok.. Tok… "Siapa yang berani ganggu jam istirahat gue?" ucap Boy marah dengan muka bantalnya. "Maaf Pak.. Saya mau tanya gimana dengan pakaian saya? Apa sampai pagi saya pakai ini terus?" tanya Maya gugup. "Astaga apa kamu gak cek lemarimu?" tanya Boy kesal dan Maya menggeleng. "Lihat dulu baru tanya, disana sudah saya siapkan semua pakaianmu mulai baju santai, pergi hingga tidur, tiap lemari sudah tertata rapi sesuai fungsinya dan untuk perlengkapan mandi pun sama.. Intinya kamu hanya perlu menikmati saja fasilitas yang ada di dalamnya, semua sudah tersedia," ucap Boy menjelaskan. "Astaga.. Iya kah ? Duh sampai gak tau saya.. Maaf pak," ucap Maya malu dan Boy kembali menutup pintu kamarnya. Maya langsung bergegas masuk ke kamar dan alangkah terkejutnya ia melihat banyak sekali pakaian yang sudah tertata rapi seperti di mall dan ketika memasuki kamar mandi pun Maya juga dibuat takjub dengan mewahnya fasilitas yang ada sampai Maya kebingungan menggunakannya dan ia dibuat penasaran dengan 3 warna bel yang terpasang di dinding. Maya memencet bel warna merah yang langsung membuat seisi rumah panik dan menggedor pintu Maya. "May.. Maya buka pintunya," pekik Boy panik dan Maya kebingungan dengan teriakan majikannya lalu dengan refleks membuka pintu. "Iya Pak ada.." ucap Maya terpotong karena sang majikan langsung nyelonong masuk. "Mana api? Asap atau sesuatu yang menimbulkan kebakaran? Mana?" tanya Boy panik. "Gak ada pak memang kata siapa ada kebakaran?" tanya Maya kebingungan dan Boy seketika ingat jika dia belum memberitahu apa saja fungsi tombol di kamarnya. "Jangan bilang kamu belum tau apa saja fungsi ketiga bel itu," ucap Boy penuh penekanan dan Maya mengangguk. "Astaga.. Kamu tau dengan tanganmu memencet tombol itu membuat seisi rumah panik, itu tombol kalau ada kebakaran atau sebuah kejadian darurat.. Jangan asal pencet tombol itu jika tak tau fungsinya, mengerti?" tanya Boy berusaha sabar. "Maaf Pak saya sungguh tidak tahu, saya pikir itu tombol hidupin lampu yang kayak di kampung.." ucap Maya lirih dan merasa bersalah. "Untuk kali ini saya maafkan, tombol kuning untuk disambungkan ke bagian ART jika kamu butuh sesuatu dan tombol hijau langsung tertuju ke kamarku jika kamu butuh bantuanku," ucap Boy menjelaskan dan Maya mengangguk mengerti. "Baik Pak sekarang saya paham, maafkan atas kecerobohan saya," jawab Maya mengerti. "Bagus.." jawab Boy sambil mengangguk dan seketika dia melihat keindahan tubuh Maya yang hanya berbalut selimut. "Astaga kenapa harus ada godaan disaat seperti ini, mengapa kamu selalu saja memberi saya cobaan?" batin Boy gelisah. Merasa terus diperhatikan oleh majikannya membuat Maya penasaran apakah ada yang salah dengan dirinya dan akhirnya Maya berjalan ke arah cermin lalu refleks berteriak kencang. "Aaaaaaa…" teriak Maya yang membuat Boy panik. "Hei ada apa May?" tanya Boy panik. "Tolong keluar dari kamar saya pak, seenaknya saja bapak melihat bentuk tubuh saya pantas saja bapak gak keluar-keluar.. Ini gak boleh terjadi," pekik Maya yang membuat Boy melongo tak percaya dengan ucapan Maya. "Ha? Apa katamu? Saya datang kesini karena ulahmu yang membuat seisi rumah gempar ya.. Untung saya melarang yang lainnya ikutan masuk, jika mereka ikut masuk apa kamu gak malu tubuhmu dilihat orang banyak termasuk Handoko," ucap Boy kesal dan Maya bergidik ngeri. "Gak.. Gak mau pokoknya gak boleh ada yang melihat selain suami saya, pergi pak," usir Maya. "Hei saya ini suamimu ya meskipun hanya kontrak," ucap Boy tak terima diusir. "Ya.. Ya tapi beda pak.. Udah sana keluar pak," usir Maya mendorong Boy dan tak sengaja Maya tersandung meja rias hingga keduanya terjatuh di kasur. "Awwww.. Diam-diam kamu berat juga ya," ucap Boy yang menahan tubuh Maya diatasnya, akhirnya Maya refleks berdiri dan kembali membenarkan posisi handuknya. "Keluar pak," ucap Maya lirih karena malu sedangkan Boy tersenyum gembira. "Dengan senang hati, good night," jawab Boy keluar kamar dengan wajah bahagia. Handoko dan yang lainnya yang melihat hanya bisa saling pandang satu sama lain,"Astaga kirain bakal ada bencana taunya bencana pengantin baru.. Pantas saja daritadi mereka gaduh.. Ahh bos bos bilangnya gak bakal menyentuh Maya nyatanya doyan juga," batin Handoko heran dan akhirnya para pekerja kembali melanjutkan aktivitas masing-masing.Setelah semalam dengan aksi hebohnya yang membuat seisi rumah pada panik, kini pagi hari sekali, tepatnya pukul 5 pagi Maya sudah bangun dan langsung menuju dapur. "Non mau ngapain disini? Kalau butuh sesuatu kan bisa tekan bel," tanya pembantu kaget. "Ya mau masak lah bi kan ini udah pagi jadi ya buat sarapan untuk suami," jawab Maya lalu mengambil celemek. "Aduh non jangan.. Ini tugas kami, anda tinggal terima beres saja, nanti malah kami yang kena tegur tuan besar kalau tau kami membiarkan nyonya ada disini," cegah pembantu. "Memang salahnya apa sih bi kan saya mau membuat sarapan," protes Maya. "Tapi ini tugas kami non.. Anda lebih baik kembali ke kamar sambil bersiap," ucap pembantu dengan hati-hati. "Bersiap? Memang saya mau dibawa kemana?" tanya Maya penasaran. "Ya.. Ya saya kurang tau non coba tanya sama tuan," jawab pembantu kebingungan. Yang mereka (para pekerja) tau kan setiap pagi penghuni rumah majikannya akan keluar kamar dengan penampilan yang sudah rapi, wangi
Setelah keduanya bersiap kini Boy kembali dibuat heran dengan penampilan istrinya itu. Memang sih Maya memakai pakaian yang ada di lemari namun itu kan pakaian yang digunakan dirumah, apa Maya gak bisa membedakannya ya? Udah gitu gak ada polesan make up, semakin menambah keprihatinan bagi Boy. "Istri pengusaha penampilannya kok begini sih nanti jadi bahan gunjingan karyawan kantor, ganti baju sana," suruh Boy dan Maya dibuat kebingungan. "Dimana salahnya? Ini kan pakaian yang ada di lemari, seusai apa yang anda suruh," tanya Maya heran. "Salahnya karena kamu pakai baju santai, itu baju untuk dirumah, yang untuk acara formal ada di bagian ujung kanan," ucap Boy memberitahu. "Saya sudah membuka lemari itu namun semuanya terlalu mewah jika saya gunakan, gak pantas pak," tolak Maya sungkan. "Astaga memang itu penampilan yang seharusnya melekat di dirimu," ucap Boy. "Tapi pak.." jawab Maya hampir menolak namun tiba-tiba Maya teringat perkataan Handoko yang menyuruhnya untuk patuh pad
Di ruangan Boy, Maya hanya diam saja dikursi panjang suaminya sembari menunggu perintah namun sayangnya sang suami terlalu fokus bekerja sampai Maya merasa dilupakan. Merasa jenuh akhirnya Maya keluar ruangan untuk mencari angin. "Pak saya izin keluar sebentar ya, suntuk," ucap Maya hati-hati. "Hmm.." jawab Boy tanpa mendengarkan dengan benar apa perkataan Maya. Merasa mendapat persetujuan akhirnya Maya keluar ruangan dan menaiki lift, disana ia tak sengaja menabrak seorang pria berjas hitam yang kebetulan juga ingin menaiki lift yang sama. "Eh maaf mas maaf gak sengaja," ucap Maya sembari melepaskan diri dari dekapan pria asing itu. "Ya gak papa mbak, btw gak ada yang luka kan?" tanya pria itu memastikan dan Maya hanya menggeleng saja setelah itu menunduk. "Syukurlah.. Mau kemana mbak? Apa salah ruangan??" tanya pria itu. "Enggak mas, mau cari angin saja," jawab Maya lalu menunduk. "Kebetulan sekali saya ada tugas diluar, apa mbak mau ikut?" ajak pria itu dan Maya menimbang d
Hari ini Boy sengaja tidak ke kantor lantaran ingin mengajari Maya untuk belajar bagaimana tata cara makan di dalam keluarganya, karena kebetulan malam nanti mamahnya mengundang mereka berdua untuk acara makan malam. Awalnya Boy menolak untuk datang namun karena ancaman mamahnya akhirnya dia pun setuju. "Kalau sampai kamu beneran gak datang maka jangan salahkan mamah akan tinggal dirumahmu dan menetap disana, ingat Boy mamah masih bertanda tanya dengan asal usul istrimu jadi jangan menambah kecurigaan mamah kepada kalian," ucap Margareth yang masih terngiang dipikiran Boy. "May.. Maya…" panggil Boy dan Maya yang masih menonton TV segera menghampiri suami kontraknya. "Iya Pak ada apa?" tanya Maya sedikit kesal karena sudah menganggu waktu acara menonton televisinya. "Nanti malam mamah mengundang kita untuk makan malam," jawab Boy dingin. "Apa?? Saya belum siap bertemu keluarga anda pak," tolak Maya. "Memang cuma kamu saja, saya pun juga. Malas rasanya bertemu dengan mereka malah
"Saya mau melanjutkan sekolah tan," jawab Maya dengan tenang. "Kenapa sampai sekarang belum juga sekolah?" tanya Silvi menjebak. "Karena waktu itu saya belum lolos, tahun ajaran depan mau berusaha lagi semoga saja lolos," jawab Maya dengan tenang hingga membuat Boy kagum. "Apa yang membuatmu tidak lolos?" tanya Silvi masih kurang puas dengan jawaban-jawaban Maya. "Syarat-syarat juga hasil tes," jawab Maya dan Silvi hanya mengangguk saja. "Di kampung orang tuamu bekerja sebagai apa May?" tanya Mia-sepupu Boy. Maya ingin menjawab jujur tentang identitas keluarganya di kampung namun takut membuat Boy malu, ketika menatap mata sang suami yang dia lihat hanya anggukan pelan saja dan Maya menganggap jika Boy setuju untuk berkata jujur. "Kedua orang tua saya bertani," Sontak saja jawaban Maya membuat seluruh anggota keluarga Boy kaget bukan main. Gimana jadinya seorang Boy yang terkenal dingin dan memiliki standar yang tinggi bahkan perfeksionis jatuh ke pelukan gadis kampung anak peta
Pagi hari yang cerah dengan awan yang terang membuat siapa saja pasti akan memulai aktivitas dengan penuh semangat, seperti halnya dengan sepasang suami istri kontrak ini, ya Boy juga Maya hari ini bersiap untuk berbelanja. Sebenarnya Maya sudah menolaknya karena stok pakaian di lemari masih banyak dan banyak yang belum terpakai, namun suaminya itu jika memiliki kemauan mana bisa dibantah? Lebih baik menurut saja seperti apa yang dikatakan pak Handoko waktu itu. "Sudah siap?" tanya Boy memastikan. "Sudah pak," jawab Maya tertunduk. "Ayo berangkat harusnya kamu bersyukur karena saya sampai meluangkan waktu khusus menemanimu berbelanja," ajak Boy sembari berbicara angkuh. "Astaga dia sendiri kan yang mau beliin aku baju, udah aku tolak padahal eh sekarang malah dia bilang kalau seakan-akan aku ini yang minta dibelanjain, hih emang dasar ya," gumam Maya geram sambil melirik Boy. "Apa lirik-lirik? Naksir?" tanya Boy ketus dan Maya kaget bukan main. "Jangan percaya diri dulu deh pak,
Setelah memastikan mamahnya pulang kini Boy kembali menghampiri Maya yang masih menangis tersedu. Melihat itu rasanya Boy ingin memeluknya lagi agar istrinya itu menumpahkan semua rasa sesak di dadanya. "May," panggil Boy. "I..iya pak," jawab Maya tersedu. "Maafin mamahku ya, saya tau perkataan mamah saya sungguh menyakiti hatimu tapi aku mohon jangan terlalu diambil hati ya, mungkin mamah lagi ada masalah jadinya melampiaskan ini pada kita," ucap Boy mencoba menenangkan malah justru semakin membuat Maya menangis. "Hiks.. Hiks.. Saya tau pak dan saya sadar diri, perkataan mamah anda memang benar, mana pantas saya ini bersanding dengan anda? Semua perkataan mamah anda adalah benar," jawab Maya semakin membuat Boy merasa bersalah. "Tidak… Jangan berkata seperti itu, perkataanmu membuat saya.." ucap Boy terpotong, hampir saja ia keceplosan. "Perkataanmu membuat hatiku sakit dan sedih, May, itu kata yang ingin saya lontarkan namun terlalu gengsi," batin Boy. "Membuat anda kenapa pa
Beberapa hari ini hubungan antara Boy juga Maya renggang karena disebabkan perkataan ibudanya Boy waktu itu yang masih membekas di hati Maya hingga saat ini. Karena tak mau nantinya menjalin hubungan terlalu jauh makanya Maya menjaga jarak dari Boy agar nantinya ketika masa kontrak selesai keduanya bisa berpisah dengan tenang. Seperti halnya hari ini, biasanya mereka makan bersama namun sudah beberapa hari ini Maya memilih menghindar dan makan didalam kamar. "Kapan Maya bakal maafin gue? Memamg semua ini karena mamah, kenapa sih mamah pakai bicara seperti itu? Kalau gak suka mah ya diam aja dan jangan ikut campur eh ini malah bikin semuanya runyam, lagian waktu itu tujuan mamah datang kesini tiba-tiba itu apa coba? Bukannya jelasin maksud tujuannya malah maki-maki anak orang," gerutu Boy lalu menghempaskan garpu dan pisau secara kasar hingga menimbulkan denting suara yang memekikkan telinga. Mendengar suara gaduh, salah satu ART bergegas menuju sumber suara namun dicekal oleh kepal