Didalam kamar tak hentinya Bowo menginterogasi istrinya dengan pria itu dan berulang kali juga Margareth selalu mengelak dan memiliki berbagai macam alasan. "Aku tanya sekali lagi, siapa pria yang bersamamu dan hubungan kalian sudah sejauh apa?" tanya Luis penuh penekanan dengan tatapan tajam. "SUDAH AKU JAWAB BERULANG KALI JUGA JIKA DIANTARA AKU DENGANNYA TIDAK ADA HUBUNGAN APAPUN, KAMI TIDAK SENGAJA BERTEMU DISANA LALU DIA MENAWARKAN DIRI UNTUK MENEMANI DAN MEMPERKENALKAN MINUMAN LAKNAT ITU, BARU SAJA AKU MENCOBANYA SEDIKIT TAPI KALIAN SUDAH DATANG MEMBUAT KACAU SEGALANYA, AKU MALU SEKALI!!! MALU!!!" bentak Margareth membela diri. "MINUMAN LAKNAT? HAHAHA.. NYATANYA KAMU MENIKMATI MINUMAN ITU, JIKA KAMU BARU PERTAMA MENCOBA HARUSNYA KAMU MEMBERIKAN REAKSI MUAL ATAU BAHKAN MUTAH, SEDANGKAN TADI? KAMU DENGAN LELUASA MEMINUMNYA HINGGA TANDAS, AKU TIDAK BODOH MARGARETH!!!" bentak Bowo. "KALAU KAMU TIDAK BODOH KENAPA SIKAPMU TADI SEPERTI ORANG BODOH, HA!!! APA KAMU GAK MEMIKIRKAN HARG
Roy sudah dibawa oleh orang suruhan oma Puspa di sebuah gudang yang jauh dari pemukiman, disana hanya ada satu bangunan villa megah namun sudah tidak terawat, kesan angker tersemat pada tempat itu. Roy yang melihatnya saja bergidik ngeri dan jujur saja perasaannya sangat gelisah, akankah ia berakhir menyedihkan ditempat ini? Ataukah nanti ia akan di buang untuk santapan hewan buas yang menghuni rumah ini. "Duduk!!" perintah orang suruhan oma Puspa lalu mengikat tangan dan kaki Roy dengan sangat kencang. "APA YANG MAU KALIAN LAKUKAN?" bentak Roy marah. "Lihat saja nanti!! Diam dan jangan berisik," ucap orang suruhan Oma Puspa sambil tersenyum smirk lalu meninggalkan Roy seorang diri di ruangan yang sangat pengap dengan lampu remang-remang. Lalu orang suruhan itu menghubungi oma Puspa untuk mengkonfirmasi jika target sudah tiba di lokasi. Kebetulan oma juga sedang perjalanan menuju kesana dengan supir pribadi Boy. Membutuhkan waktu 1 jam untuk sampai disana dan setibanya disana, oma
Boy juga Bowo khawatir karena tidak melihat oma Puspa setelah kejadian tadi, berulang kali ponsel oma dihubungi namun tak juga diangkat. Perasaan khawatir juga cemas menyelimuti mereka apalagi hari hampir pagi, pukul 04.00 WIB oma belum juga pulang. Mereka takut terjadi sesuatu dengan oma Puspa. Boy memanggil beberapa pekerja dan menanyakan apakah mereka tau dimana oma Puspa, kebetulan salah satu pembantu ada yang tau kepergian oma dengan supir pribadi Boy. Hal yang sangat mengejutkan bagi Boy, untuk apa oma pergi ditengah malam bahkan sampai menjelang pagi belum juga pulang?? Berulang kali Boy mencoba menghubungi supir pribadinya namun sama saja, ponsel supir pribadinya juga tidak aktif. Sebuah kebetulan yang sangat mengkhawatirkan, pikiran yang tidak-tidak melayang bebas dipikiran Boy juga papahnya. Melihat raut gelisah diwajah Boy juga papah mertuanya membuat Maya harus bisa menenangkan, berbagai cara Maya coba untuk mencairkan suasana namun sayang sekali hal tersebut tidak memp
"Duh aku harus tidur dimana nih? Mana yang yang ada dikantong dikit doang, laper lagi," batin Margareth gelisah. Sepertinya kegelisahan yang dirasakan Margareth terbaca oleh sopir taksi yang ditumpanginya, apalagi ini sudah pagi hari namun Margareth tak juga menunjukkan mau kemana. "Bu, ini jadinya mau kemana?" Mendapat pertanyaan seperti itu membuat Margareth kebingungan, apa iya dirinya harus pulang ke rumah orang tuanya? Semoga saja mereka masih mau menerima. "Ke Jalan Flamboyan blok B nomor 5 ya pak," "Baik bu," jawab supir taksi lalu melajukan mobil dengan perlahan. Tepat dirumah orang tuanya Margareth, ia turun dengan perasaan gelisah, bimbang dan juga takut, semua perkataan yang dulu pernah dilontarkan pada keluarganya sekarang harus ia telan bulat-bulat dan mengikis rasa malu. Rumah orang tuanya masih sama ketika terakhir kali Margareth menginjakkan kaki di sini, apalagi sekarang ada beberapa bunga dan tanaman hias yang membuat rumah orang tuanya semakin hidup dan asri. "
Setelah berbincang dengan teman kecilnya, Margareth bergegas berpamitan dan semakin mempercepat langkahnya. Rasanya ia sudah tidak sanggup memapahkan kaki di rumah masa kecilnya ini, ucapan Rio masih terus terngiang dipikirannya bahkan hatinya semakin sedih. Apa yang ia rasakan saat ini belum seberapa dengan apa yang dirasakan keluarganya, ia baru menderita beberapa hari sedangkan keluarganya berpuluh tahun. Tepat dijalan raya, Margareth termenung seorang diri sambil melihat kendaraan yang lewat, ia masih tidak menyangka jika nasibnya akan seperti ini. Tak mau terlalu bersedih, Margareth kembali berjalan tak tentu arah, tatapan kosong pun menemani setiap langkahnya hingga ada dititik ia sangat lapar juga harus, kebetulan ada warung makan pinggir jalan menyajikan beraneka makanan dengan menu yang menggugah selera apalagi para pengunjung makan di sana ditemani es teh dan es jeruk, semakin menambah rasa keroncongan di perutnya. "Lapar sekali.. Ayo perut bekerja samalah dengan baik, ua
Melihat bentuk rumah yang ia kontrak sangatlah miris baginya, namun mau bagaimana lagi? Dirinya sudah terusir dari keluarga Yudhistira bahkan suaminya sendiri yang mengusirnya, jadi mau gak mau dirinya harus mulai hidup dari 0.Dikontrakan yang ia tempati masih kosong dan tidak ada benda tambahan apapun, hanya ada kasur lapuk, kipas angin kecil, lemari plastik yang berdebu. Sungguh miris memang, mau gak mau semuanya harus dibersihkan terlebih dahulu karena kata sang pemilik kontrakan, Margareth terlalu mendadak untuk menepati jadi tidak ada waktu untuk membersihkan terlebih dahulu. Setelah membersihkan semuanya, kini Margareth ingin mandi, namun lagi-lagi ia kebingungan karena tak ada ember, gayung, perlengkapan mandi juga pakaiannya. Dengan penampilan kumal seperti ini memaksanya untuk keluar kontrakan membeli barang yang dibutuhkan. Kebetulan ada tetangga sebelah kontrakannya sedang membersihkan rumah, dia menyapa Margareth yang notabene tetangga
Hari ini harusnya menjadi hari bahagia Margareth karena tepat hari ini jatahnya ia menang arisan, uang 100 juta sudah seharusnya ada ditangan. Tapin sayangnya Margareth malu jika datang ke tempat arisan dengan kondisi menyedihkan begini, mana ia tidak make up lagi, penampilan yang seharusnya cetar membahana badai masak iya harus berubah drastis layaknya assisten rumah tangga, kan gak mungkin dong? Mana mau Margareth turun pamornya. Lebih baik tetap dikontrakan ini saja deh, kalau pun ikut uang yang ia punya tidak bisa untuk membayar arisan karena uang yang harus disetor sebesar 10 juta rupiah. Margareth suntuk didalam terus, akhirnya ia keluar untuk mencari angin segar. Ketika sedang membuka pintu, kebetulan ada Ella lewat habis berbelanja. Mau tak mau Margareth harus bertegur sapa. "Bu Ella habis darimana?" tanya Margareth sok ramah. "Eh bu Margareth, ini habis belanja diwarung depan sana, kalau jam segini ada tukang sayur yang lewat, bu Margareth gak belanja?" tanya balik Ella.
Sudah sebulan ini Margareth pergi dari mansion mewah yang siapapun ingin menjadi bagian dari keluarga ini. Sayang sekali karena kecerobohan Margareth dan kurangnya rasa syukur membuatnya terjebak dengan ulahnya sendiri, sampai saat ini pun Bowo enggan bertemu dengan pria yang berduaan dengan Margareth. Rasa kecewa juga sakit hati masih bercampur menjadi satu, bahkan sekarang ini perasannya entah bagaimana lagi dengan Margareth. Seperti pagi hari ini, Bowo terlihat melamun di gazebo kolam renang sambil pandangannya tertuju di kolam renang yang sangat luas itu, hari-hari setelah kepergian Margareth membuat Bowo semakin tak bersemangat lagi untuk menjalani hidup, bahkan Bowo jadi jarang sekali bicara dan lebih banyak menghabiskan waktu dikamar, makan pun sudah tidak teratur lagi. Kondisi seperti ini yang membuat Puspa menjadi tidak tega bahkan tidak kuat untuk melihatnya, lama-lama Puspa menjadi kesal sendiri dengan anaknya itu. Dia yang mengusir istrinya malah sekarang dia sendiri yan