Di ruangan Boy, Maya hanya diam saja dikursi panjang suaminya sembari menunggu perintah namun sayangnya sang suami terlalu fokus bekerja sampai Maya merasa dilupakan. Merasa jenuh akhirnya Maya keluar ruangan untuk mencari angin.
"Pak saya izin keluar sebentar ya, suntuk," ucap Maya hati-hati. "Hmm.." jawab Boy tanpa mendengarkan dengan benar apa perkataan Maya. Merasa mendapat persetujuan akhirnya Maya keluar ruangan dan menaiki lift, disana ia tak sengaja menabrak seorang pria berjas hitam yang kebetulan juga ingin menaiki lift yang sama. "Eh maaf mas maaf gak sengaja," ucap Maya sembari melepaskan diri dari dekapan pria asing itu. "Ya gak papa mbak, btw gak ada yang luka kan?" tanya pria itu memastikan dan Maya hanya menggeleng saja setelah itu menunduk. "Syukurlah.. Mau kemana mbak? Apa salah ruangan??" tanya pria itu. "Enggak mas, mau cari angin saja," jawab Maya lalu menunduk. "Kebetulan sekali saya ada tugas diluar, apa mbak mau ikut?" ajak pria itu dan Maya menimbang dengan penuh bimbang. "Gak usah mas makasih saya mau disekitar sini saja," jawab Maya sembari tersenyum lalu lift terbuka dan dia pun segera keluar. "Wanita yang cantik dan sopan, sayang sekali belum sampai berkenalan dengannya," batin pria itu penasaran. Maya setidaknya bisa bernafas lega karena berhasil lepas dari jeratan pria tadi, memang sih kemungkinan besar dia karyawan disini namun Maya takut kalau nanti suaminya tau jika dirinya kepergok pergi dengan pria lain. Maya terus saja berjalan terus sampai tidak sadar jika ada di jalan, hampir saja Maya tertabrak kalau mobil mewah itu telat mengrem sedetik saja mungkin Maya bakal celaka. Tin.. Tin.. Tin.. Suara klakson mobil yang membuat Maya terkejut. "Aaaaaaa…" teriak Maya sembari berlutut. Cekit…. Suara decitan rem mendadak. "Gue udah mati belum ya?" gumam Maya sembari mencubit tangannya dan terasa sakit. "Syukurlah gue masih hidup," gumam Maya lalu pria berjas yang ada di dalam mobil menghampiri Maya. "Are you okay?" tanya pria itu lembut dan Maya menatap wajah pria tampan itu. "Loh.. Tadi bukannya kita bertemu di lift?" tanya pria itu memastikan dan Maya hanya tersenyum saja. "Lagi-lagi senyumanmu membuat gue jadi penasaran denganmu wahai cantik, kenapa dengan sekali tatap saja gue bisa langsung klik gini?" batin pria itu heran. "Maaf ya saya sambil main hp tapi kamu gak papa kan?" tanya pria itu memastikan. "Gak papa kok mas, alhamdulillah masih hidup," jawab Maya dengan polosnya dan pria asing yang mendengarnya langsung tertawa terbahak-bahak. Baru kali ini dia bertemu perempuan sepolos dia. "Masih hidup? Haha ya jelaslah kan kamu gak tertabrak," ucap pria itu sembari tertawa dan Maya merasa malu. Disaat yang sama Boy mencari dimana keberadaan Maya, terakhir ia lihat istrinya duduk disana. Baru saja Maya membuat Boy sedikit lunak kini dirinya harus kerepotan mencari keberadaan Maya. "Halo Handoko.. Cek CCTV kantor dan cari dimana istriku, pastikan jangan ada yang terlewat," perintah Boy ketus dan Handoko sigap memantau seluruh CCTV di kantor bosnya. "Bos.. Nyonya berada di parkiran depan dan sepertinya sedang berbincang dengan seseorang," ucap Handoko terlalu jujur. "Pria atau wanita?" tanya Boy penasaran. "Pria bos dan kini mereka bersalaman," ucap Handoko membuat Boy meradang. "Kamu hampiri dia sekarang juga, saya menyusul," ucap Boy lalu berlari ke halaman depan. Semua karyawan yang melihat bosnya tergesa-gesa hanya bisa saling adu pandang dengan sesama pegawai lain tanpa berani bertanya. Sesampainya di halaman depan, Boy langsung menangkis tangan pria itu dan membuat keduanya terkejut. "Apa-apaan nih pak Boy Yudhistira?" tanya pria itu tersinggung. "Maksud anda apa beraninya menyentuh milik saya?" tanya Boy ketus dan menatap tajam. "Milik anda? Jadi wanita cantik ini.." ucap pria itu terpotong dan mengira bahwa Maya pacar baru Boy. "Dia istri saya secara sah, apa anda waktu itu tidak datang ke acara pernikahan saya?" tanya Boy memastikan dan membuat pria itu kaget. "Ha? Istri? Jadi Maya itu istrimu?" tanya pria itu sangat kaget. "Ya benar sekali.. Dengan beraninya anda menyebut nama istri saya hanya dengan nama saja wahai pak Bagas," sindir Boy. "Maaf maaf saya lupa, jadi ibu Maya ini istri anda? Sungguh saya tidak tau jika anda bisa memiliki istri yang sempurna seperti ini," puji Bagas di hadapan Boy secara langsung. Tanpa basa basi Boy langsung menghajar Bagas secara membabi buta karena wanitanya sudah dengan beraninya ia sentuh. "Pukulan pertama karena anda berani menyentuh istri saya, bugh.. bugh.. bugh.. Pukulan kedua karena anda berani menggoda istri saya, bugh.. bugh.. bugh.. Pukulan ketiga karena anda sudah menyebut istri saya dengan sembarangan, bugh.. bugh.. bugh.. Dan ini yang terakhir karena anda sudah berani memujinya secara berlebihan di hadapan saya secara langsung, bugh.. bugh.. bugh.." ucap Boy sembari terengah karena memukul Bagas sangat keras hingga wajahnya penuh babak belur. "Stop stop.. Kenapa malah jadinya kayak gini?" pekik Maya berusaha merelai. "Ingat ini untuk pertama dan terakhir kalinya bapak Bagas yang terhormat, sekali lagi anda berani mengusik milik saya maka saya pastikan anda akan hancur," ancam Boy. "Maaf pak ada keributan apa ini?" tanya sekuriti meminta penjelasan. "Tak perlu tau.. Yang penting usir dia dari sini," perintah Boy menunjuk Bagas. "Oh bapak ini yang tadi bantuin nyonya ketika terpeleset di lift kan?" tanya sekuriti memastikan. "Oh jadi kalian sudah bertemu sebelumnya di lift?" ucap Boy menatap Maya tajam. "Ta..Tadi gak sengaja ketemu di lift dan kebetulan saya terpeleset, ada pak Bagas yang bantuin lalu setelah itu kami berpisah karena saya lebih dulu keluar dari lift dan malah gak sengaja bertemu lagi disini karena pak Bagas hampir menabrak saya," ucap Maya menjelaskan dengan gamblang. "Anda mau cari mati pak Bagas? Belum ada sehari anda sudah berulang kali mencuri waktu dengan istri saya, jangan bilang ketika terpeleset di lift anda mendekap istri saya?" tebak Boy dan sekuriti membenarkan hal itu. "Benar pak tadi bapak ini refleks mendekap nyonya ketika hampir jatuh," jawab sekuriti membenarkan dan Maya semakin gugup dibuatnya. "Bugh.. Bugh.. Bugh.. Ini untuk anda yang berani terang-terangan menyentuh istri saya," ucap Boy sangat murka lalu menggandeng Maya kembali masuk ke ruangannya. Tiba di ruangan, Boy menyuruh Handoko untuk menolak semua pegawai bahkan tamu yang datang, takut bertanya-tanya alasannya kenapa lebih baik Handoko diam dan menuruti saja, lalu ia mengkombinasikan pada sekretarisnya. "Kenapa berani sekali keluar tanpa izin dari saya?" tanya Boy penuh penekanan. "Sa..saya sudah izin pak dan anda hanya menjawab dengan deheman saja makanya itu saya berani keluar," jawab Maya gugup. "Kapan saya mengizinkan keluar?" sanggah Boy dan kembali mengingat. Benar saja ia memang mengiyakan omongan Maya namun tidak mendengarkannya dengan jelas. "Terserah bapak mau percaya atau tidak yang penting saya sudah izin," jawab Maya tak mau debat dan duduk di kursi panjang. "Kamu sadar jika berani keluar dari sini sama saja kamu siap diterkam pria hidung belang, penampilanmu itu sangat menawan dan tidak akan ada pria yang bisa menahannya, daripada diterkam pria hidung belang lebih baik saya yang menerkanmu," bisik Boy sambil tersenyum smirk. Maya yang mendengarnya hanya bisa bergidik ngeri. "Jangan lagi berani keluar dari sini tanpa ada saya yang menemani," perintah Boy semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Maya. Maya yang pertama kali mendapat perlakuan seperti itu hanya bisa diam mematung sambil jantungnya berpacu tak beraturan apalagi semakin dekat jarak keduanya semakin terasa pula nafas suaminya yang membuat Maya merinding. Merasa sudah berjanji untuk tidak menyentuh Maya membuat Boy semakin kesal, penampilan istrinya hari ini sangatlah menawan namun sayang Boy terjebak dalam surat perjanjian yang ia buat. "Aaarrgghh.." pekik Boy menjauh dari Maya dan mengacak rambutnya. Setidaknya kali ini Maya bisa bernafas lega karena suaminya sungguh menepati janjinya ya meskipun amukannya membuat Maya sangat takut tapi Maya tetap takjub pada suaminya yang bisa memegang janji. Merasa keadaan Boy tidak baik-baik saja akhirnya Maya memberanikan diri bertanya. "A…Apa anda marah, pak?" tanya Maya hati-hati. "MASIH TANYA?" pekik Boy semakin kesal. "Ma..maaf," jawab Maya sedih dan menunduk. "Kenapa sih sedetik saja jangan bikin saya darah tinggi, disini banyak hiburannya kenapa tidak kamu manfaatkan?" tanya Boy heran. "Sa..saya mana tau cara penggunaannya makanya itu lebih baik saya keluar cari angin," jawab Maya terbata dan Boy sungguh kaget. "Seperti ini pun kamu gak tau?" tanya Boy memastikan dan Maya hanya menggeleng. "Kalau begini apa kamu tau?" tanya Boy lalu menarik Maya agar duduk di pangkuannya setelah itu mencium kening Maya sekilas. Maya yang mendapat serangan mendadak hanya bisa diam membeku sambil badannya bergetar hebat. "Asal kamu tahu kalau saya paling tidak suka jika milik saya djamah juga oleh orang lain, yang jadi milikku akan tetap selamanya jadi milikku," bisik Boy ke telinga Maya.Hari ini Boy sengaja tidak ke kantor lantaran ingin mengajari Maya untuk belajar bagaimana tata cara makan di dalam keluarganya, karena kebetulan malam nanti mamahnya mengundang mereka berdua untuk acara makan malam. Awalnya Boy menolak untuk datang namun karena ancaman mamahnya akhirnya dia pun setuju. "Kalau sampai kamu beneran gak datang maka jangan salahkan mamah akan tinggal dirumahmu dan menetap disana, ingat Boy mamah masih bertanda tanya dengan asal usul istrimu jadi jangan menambah kecurigaan mamah kepada kalian," ucap Margareth yang masih terngiang dipikiran Boy. "May.. Maya…" panggil Boy dan Maya yang masih menonton TV segera menghampiri suami kontraknya. "Iya Pak ada apa?" tanya Maya sedikit kesal karena sudah menganggu waktu acara menonton televisinya. "Nanti malam mamah mengundang kita untuk makan malam," jawab Boy dingin. "Apa?? Saya belum siap bertemu keluarga anda pak," tolak Maya. "Memang cuma kamu saja, saya pun juga. Malas rasanya bertemu dengan mereka malah
"Saya mau melanjutkan sekolah tan," jawab Maya dengan tenang. "Kenapa sampai sekarang belum juga sekolah?" tanya Silvi menjebak. "Karena waktu itu saya belum lolos, tahun ajaran depan mau berusaha lagi semoga saja lolos," jawab Maya dengan tenang hingga membuat Boy kagum. "Apa yang membuatmu tidak lolos?" tanya Silvi masih kurang puas dengan jawaban-jawaban Maya. "Syarat-syarat juga hasil tes," jawab Maya dan Silvi hanya mengangguk saja. "Di kampung orang tuamu bekerja sebagai apa May?" tanya Mia-sepupu Boy. Maya ingin menjawab jujur tentang identitas keluarganya di kampung namun takut membuat Boy malu, ketika menatap mata sang suami yang dia lihat hanya anggukan pelan saja dan Maya menganggap jika Boy setuju untuk berkata jujur. "Kedua orang tua saya bertani," Sontak saja jawaban Maya membuat seluruh anggota keluarga Boy kaget bukan main. Gimana jadinya seorang Boy yang terkenal dingin dan memiliki standar yang tinggi bahkan perfeksionis jatuh ke pelukan gadis kampung anak peta
Pagi hari yang cerah dengan awan yang terang membuat siapa saja pasti akan memulai aktivitas dengan penuh semangat, seperti halnya dengan sepasang suami istri kontrak ini, ya Boy juga Maya hari ini bersiap untuk berbelanja. Sebenarnya Maya sudah menolaknya karena stok pakaian di lemari masih banyak dan banyak yang belum terpakai, namun suaminya itu jika memiliki kemauan mana bisa dibantah? Lebih baik menurut saja seperti apa yang dikatakan pak Handoko waktu itu. "Sudah siap?" tanya Boy memastikan. "Sudah pak," jawab Maya tertunduk. "Ayo berangkat harusnya kamu bersyukur karena saya sampai meluangkan waktu khusus menemanimu berbelanja," ajak Boy sembari berbicara angkuh. "Astaga dia sendiri kan yang mau beliin aku baju, udah aku tolak padahal eh sekarang malah dia bilang kalau seakan-akan aku ini yang minta dibelanjain, hih emang dasar ya," gumam Maya geram sambil melirik Boy. "Apa lirik-lirik? Naksir?" tanya Boy ketus dan Maya kaget bukan main. "Jangan percaya diri dulu deh pak,
Setelah memastikan mamahnya pulang kini Boy kembali menghampiri Maya yang masih menangis tersedu. Melihat itu rasanya Boy ingin memeluknya lagi agar istrinya itu menumpahkan semua rasa sesak di dadanya. "May," panggil Boy. "I..iya pak," jawab Maya tersedu. "Maafin mamahku ya, saya tau perkataan mamah saya sungguh menyakiti hatimu tapi aku mohon jangan terlalu diambil hati ya, mungkin mamah lagi ada masalah jadinya melampiaskan ini pada kita," ucap Boy mencoba menenangkan malah justru semakin membuat Maya menangis. "Hiks.. Hiks.. Saya tau pak dan saya sadar diri, perkataan mamah anda memang benar, mana pantas saya ini bersanding dengan anda? Semua perkataan mamah anda adalah benar," jawab Maya semakin membuat Boy merasa bersalah. "Tidak… Jangan berkata seperti itu, perkataanmu membuat saya.." ucap Boy terpotong, hampir saja ia keceplosan. "Perkataanmu membuat hatiku sakit dan sedih, May, itu kata yang ingin saya lontarkan namun terlalu gengsi," batin Boy. "Membuat anda kenapa pa
Beberapa hari ini hubungan antara Boy juga Maya renggang karena disebabkan perkataan ibudanya Boy waktu itu yang masih membekas di hati Maya hingga saat ini. Karena tak mau nantinya menjalin hubungan terlalu jauh makanya Maya menjaga jarak dari Boy agar nantinya ketika masa kontrak selesai keduanya bisa berpisah dengan tenang. Seperti halnya hari ini, biasanya mereka makan bersama namun sudah beberapa hari ini Maya memilih menghindar dan makan didalam kamar. "Kapan Maya bakal maafin gue? Memamg semua ini karena mamah, kenapa sih mamah pakai bicara seperti itu? Kalau gak suka mah ya diam aja dan jangan ikut campur eh ini malah bikin semuanya runyam, lagian waktu itu tujuan mamah datang kesini tiba-tiba itu apa coba? Bukannya jelasin maksud tujuannya malah maki-maki anak orang," gerutu Boy lalu menghempaskan garpu dan pisau secara kasar hingga menimbulkan denting suara yang memekikkan telinga. Mendengar suara gaduh, salah satu ART bergegas menuju sumber suara namun dicekal oleh kepal
Malam harinya Maya memberitahu kepada ayahnya jika besok akan datang tetapi sama bosnya, awalnya Tejo merasa kaget sekaligus heran kenapa seorang bos mau-maunya menemani anaknya pulang ke kampung, namun karena janji Tejo pada temannya itu akhirnya dia mengiyakan saja perkataan Maya. Tak lupa Tejo memberitahu pada Tinah tentang kepulangan Maya beserta bosnya, jadi besok keluarga Maya bisa masak yang enak. "Bu besok Maya mau pulang, tadi sudah kabari bapak," ucap Tejo antusias. "Serius pak? Alhamdulillah akhirnya kita masih bisa bertemu Maya, ibu rindu sekali pak," jawab Tinah terharu dan meneteskan air mata bahagia. "Iya bu bapak pun juga senang sekali apalagi besok teman bapak mau memperkenalkan anak laki-lakinya, eh bu pokoknya besok kita masak besar dan menunya harus enak, bosnya Maya mau ikut katanya," ucap Tejo membuat Tinah kaget. "Loh kok tumben ada bos yang mau mengantarkan pembantunya pulang? Apa jangan-jangan Maya dipecat pak karena bapak memaksanya cuti pulang, jangan-ja
Pagi harinya teman lama Tejo akhirnya datang juga, tak lupa ia membawa anak laki-lakinya yang ingin bertemu dengan Maya. "Assalamu'alaikum.. Jo.. Tejo," panggil Eko-teman lama Tejo. "Waalaikumsalam.. Wah sudah datang rupanya, mari masuk, Ko," jawab Tejo mempersilahkan masuk. "Apa kabar? Maaf ya saya baru bisa main sekarang," tanya Eko basa basi. "Alhamdulillah baik, gimana kabar kalian? Ah gak papa, masih ingat denganku rasanya aku sudah senang kok, ini anakmu? Adit kan?" tanya Tejo memastikan. "Ah jangan ngomong gitu to Jo, kamu tetap kawan baikku, iya ini Adit anakku, masih ingat rupanya kamu Jo," jawab Eko membenarkan. "Ya masih lah, dia kan teman kecilnya anakku Maya mana bisa aku lupa, kamu dulu sering buat Maya nangis kan haha," goda Tejo. "Selamat pagi om, benar saya ini Adit teman kecilnya Maya, hehe iya om habisnya dulu Maya gampang banget nangis," sapa Adit sambil tersenyum malu. "Iya ya kenapa dulu Maya anaknya cengeng, aku pun sampai heran setiap pulang main selalu
Episode ini menceritakan bagaimana Boy, Maya juga Tinah pergi ke pasar tradisional guna menyambut kedatangan teman lama ayahnya. Awal mula yang membuat Boy merasa lebih bersyukur dengan kehidupan yang ia rasakan selama ini. Pagi hari sekali Maya dan Tinah sudah bersiap ingin ke pasar dan keduanya berencana ingin menaiki andong sembari menikmati hawa pagi yang sejuk. Semuanya menjadi buruk karena tiba-tiba saja Boy muncul dan mengatakan jika ingin ikut, awalnya Maya menolak karena ia sudah memiliki pemikiran bagaimana nanti reaksi Boy ketika masuk ke pasar tradisional apalagi di bagian Los ayam, daging dan ikan asin. "Bu jadi kan kita ke pasar?" tanya Maya memastikan. "Jadi May sebentar ya ibu ambil tas dulu," pamit Tinah berlalu ke kamar. "Mau kemana May?" tanya Tejo. "Ke pasar pak mau memasak agak banyak kan kita mau ada tamu," jawab Maya dan Tejo hanya mengangguk saja setelah itu pergi ke sawah. "Maya," panggil Boy setengah berteriak. "Ish ada apa sih masih pagi udah teriak-t