Setelah keduanya bersiap kini Boy kembali dibuat heran dengan penampilan istrinya itu. Memang sih Maya memakai pakaian yang ada di lemari namun itu kan pakaian yang digunakan dirumah, apa Maya gak bisa membedakannya ya? Udah gitu gak ada polesan make up, semakin menambah keprihatinan bagi Boy.
"Istri pengusaha penampilannya kok begini sih nanti jadi bahan gunjingan karyawan kantor, ganti baju sana," suruh Boy dan Maya dibuat kebingungan. "Dimana salahnya? Ini kan pakaian yang ada di lemari, seusai apa yang anda suruh," tanya Maya heran. "Salahnya karena kamu pakai baju santai, itu baju untuk dirumah, yang untuk acara formal ada di bagian ujung kanan," ucap Boy memberitahu. "Saya sudah membuka lemari itu namun semuanya terlalu mewah jika saya gunakan, gak pantas pak," tolak Maya sungkan. "Astaga memang itu penampilan yang seharusnya melekat di dirimu," ucap Boy. "Tapi pak.." jawab Maya hampir menolak namun tiba-tiba Maya teringat perkataan Handoko yang menyuruhnya untuk patuh pada suaminya karena berkat suaminya kini kehidupan keluarganya lebih baik. "Baiklah saya akan ganti, namun maaf Pak saya gak pandai bersolek, jadi saya gak tau musti dandan yang bagaimana," ucap Maya menunduk malu. "Bilang daritadi.. Tunggu dikamar nanti ada stylish yang datang," ucap Boy lalu memanggil stylish ternama. Setelah stylish datang dan Boy menunggu kurang lebih 2 jam tak membuatnya merasa sia-sia.. Kini Maya sudah disulap menjadi wanita berkelas yang sangat cantik dan menawan. Boy sampai dibuat tak berkedip dengan penampilan istrinya itu, stylish yang melihatnya hanya bisa senyum-senyum sendiri karena baru kali ini dia tau seorang Boy Yudhistira sampai terkesima dengan seorang wanita biasa. Memang sih Maya sudah memiliki paras yang ayu dan menawan apalagi kulitnya yang putih bersih bahkan kemerahan, makanya tak membutuhkan waktu lama bagi stylish untuk merenovasi Maya menjadi wanita dambaan Boy Yudhistira. "Ehem ada yang jatuh cinta pada pandangan pertama," sindir stylish yang langsung membuat Boy kembali bersikap dingin. "Kamu ngomong apa? Masih mau kerja kan?" tanya Boy ketus. "Pastinya dong bos.. Tugas saya sudah selesai ya jadi sekarang boleh dong saya balik?" tanya stylish menghindar dari tatapan tajam Boy. "Yasudah sana pulang tapi setiap pagi dijam yang sama kamu datang kesini dan buat istriku seperti ini, untuk bayarannya setelah ini akan saya transfer," ucap Boy. "Siap bos.. Kalau gini kan tambah cakep, ya kan nyonya?" tanya stylish pada Maya dan yang diajak bicara hanya tersenyum saja. Senyum yang semakin membuat penampilannya sempurna. Daripada Boy terlihat beneran terkesima dengan Maya lebih baik ia mengajak untuk sarapan setelah itu pergi ke kantor. "Kenapa diam saja? Ayo sarapan?" ajak Boy lalu berjalan menuju meja makan. Lagi-lagi Boy dibuat heran dengan istrinya kenapa belum juga ikut turun, akhirnya Boy kembali menghampiri dan alangkah terkejutnya melihat Maya masih berada di posisi yang sama. "Maya Syaqilla kenapa malah diam mematung? Kamu gak lapar?" tanya Boy kesal dan lagi-lagi Maya hanya diam sembari menunduk. Merasa ada yang janggal akhirnya Boy menghampiri. "Kenapa? Katakan?" tanya Boy. "Maaf Pak saya ingin sekali turun namun.. namun Sa..saya gak bisa pakai heels," ucap Maya terbata akibat takut. "Kenapa gak bilang dari tadi? Kamu harus belajar bagaimana menggunakan heels," tanya Boy penuh penekanan dan Maya hanya menunduk sambil meremas pelan ujung gaunnya. "Sudahlah hari ini pakai saja sepatu yang buat kamu nyaman, waktu kita mepet," ucap Boy dan Maya langsung melepas heels lalu berlari ke walk in closet untuk memilih sendiri sandalnya. Setelah dirasa nyaman kini Maya menghampiri suaminya yang sudah bersiap di meja makan. "Kok belum sarapan pak?" tanya Maya sembari duduk. "Nungguin kamu," jawab Boy ketus dan Maya merasa tak enak hati. "Maaf ya pak gara-gara saya jadinya pagi ini kacau," jawab Maya sedih. "Sudahlah lain kalau kalau gak bisa atau gak tau itu bilang, sekarang sarapan dan setelah itu berangkat ke kantor," perintah Boy lalu Maya menurut saja. Lagi-lagi Maya membuat geram suaminya karena menu sarapan hari ini terasa asing bagi Maya. Ia tidak terbiasa sarapan tanpa nasi. "Kenapa gak dimakan? Gak suka?" tanya Boy dan Maya mengangguk, merasa Maya terlalu merepotkan Boy refleks membanting garpu dan pisau ke piringnya. "Kamu bisanya itu apa?" tanya Boy penuh penekanan. "Sa..Saya terbiasa sarapan pakai nasi," jawab Maya hampir menangis. "Kali ini dirubah, makanlah makanan yang sehat dan penuh gizi, jangan apa-apa sama nasi," perintah Boy dan Maya hanya menunduk saja. "Masih mau sarapan gak?" tanya Boy."Sa..saya gak bisa makan itu," jawab Maya lirih. "Ah sudahlah nafsu makan saya langsung hilang, sudah kita langsung ke kantor.. Saya harap disana kamu jangan membuat onar," gertak Boy dan Maya mengangguk. Setibanya di kantor banyak karyawan yang menyapa mereka dan hanya Maya saja yang membalas dengan senyuman dan anggukan kepala. Boy yang melihat respon dari Maya seketika langsung suka, ia tidak memposisikan dirinya sebagai nyonya besar Boy Yudhistira yang angkuh, melainkan sebaliknya.. Ia tetap rendah hati dan murah senyum. "Setidaknya pagi ini ada hal yang menyenangkan darinya," batin Boy yang masih tetap menggandeng tangan Maya sampai ke ruang kerjanya. Kedatangan Maya pagi hari ini menjadi trending topik di kantornya karena mereka terlihat sangat serasi apalagi istrinya sangat ramah. Banyak yang suka pada Maya ketimbang mantan kekasih bosnya dulu yang sangat angkuh dan judes. "Eh udah tau istrinya pak bos belum? Hari ini ikut ke kantor loh apalagi tadi pak bos gandeng tangannya erat banget seperti takut lepas," ucap karyawan. "Tau tapi hanya sekilas saja," jawab karyawan yang lain. "Ah sayang sekali.. Ini kan momen langka, wajah istrinya pak bos cantik banget loh," puji karyawan lain. "Iyalah namanya istri bos ya pasti cantik," timpal pegawai yang lain. "Ini cantiknya beda.. Kelihatan cantik alami nyatanya warna kulitnya saja putih kemerahan," timpal pegawai yang lain dan Handoko sedari tadi menyimak gosip karyawan bosnya itu. "Ehem.. Ehem.. Mau tetap kerja apa kena tegur bos besar nih?" gertak Handoko yang mengejutkan para karyawan dan setelah itu memilih membubarkan diri. "Ck..Ck.. Ck.. masih pagi kok udah gosip," gumam Handoko heran. Di ruangan Boy, Mayan hanya diam saja dikursi panjang suaminya sembari menunggu perintah namun sayangnya sang suami terlalu fokus bekerja sampai Maya merasa dilupakan. Merasa jenuh akhirnya Maya keluar ruangan untuk mencari angin. "Pak saya izin keluar sebentar ya, suntuk," ucap Maya hati-hati. "Hmm.." jawab Boy tanpa mendengarkan dengan benar apa perkataan Maya. Merasa mendapat persetujuan akhirnya Maya keluar ruangan dan menaiki lift, disana ia tak sengaja menabrak seorang pria berjas hitam yang kebetulan juga ingin menaiki lift yang sama. "Eh maaf mas maaf gak sengaja," ucap Maya sembari melepaskan diri dari dekapan pria asing itu. "Ya gak papa mbak, btw gak ada yang luka kan?" tanya pria itu memastikan dan Maya hanya menggeleng saja setelah itu menunduk.Di ruangan Boy, Maya hanya diam saja dikursi panjang suaminya sembari menunggu perintah namun sayangnya sang suami terlalu fokus bekerja sampai Maya merasa dilupakan. Merasa jenuh akhirnya Maya keluar ruangan untuk mencari angin. "Pak saya izin keluar sebentar ya, suntuk," ucap Maya hati-hati. "Hmm.." jawab Boy tanpa mendengarkan dengan benar apa perkataan Maya. Merasa mendapat persetujuan akhirnya Maya keluar ruangan dan menaiki lift, disana ia tak sengaja menabrak seorang pria berjas hitam yang kebetulan juga ingin menaiki lift yang sama. "Eh maaf mas maaf gak sengaja," ucap Maya sembari melepaskan diri dari dekapan pria asing itu. "Ya gak papa mbak, btw gak ada yang luka kan?" tanya pria itu memastikan dan Maya hanya menggeleng saja setelah itu menunduk. "Syukurlah.. Mau kemana mbak? Apa salah ruangan??" tanya pria itu. "Enggak mas, mau cari angin saja," jawab Maya lalu menunduk. "Kebetulan sekali saya ada tugas diluar, apa mbak mau ikut?" ajak pria itu dan Maya menimbang d
Hari ini Boy sengaja tidak ke kantor lantaran ingin mengajari Maya untuk belajar bagaimana tata cara makan di dalam keluarganya, karena kebetulan malam nanti mamahnya mengundang mereka berdua untuk acara makan malam. Awalnya Boy menolak untuk datang namun karena ancaman mamahnya akhirnya dia pun setuju. "Kalau sampai kamu beneran gak datang maka jangan salahkan mamah akan tinggal dirumahmu dan menetap disana, ingat Boy mamah masih bertanda tanya dengan asal usul istrimu jadi jangan menambah kecurigaan mamah kepada kalian," ucap Margareth yang masih terngiang dipikiran Boy. "May.. Maya…" panggil Boy dan Maya yang masih menonton TV segera menghampiri suami kontraknya. "Iya Pak ada apa?" tanya Maya sedikit kesal karena sudah menganggu waktu acara menonton televisinya. "Nanti malam mamah mengundang kita untuk makan malam," jawab Boy dingin. "Apa?? Saya belum siap bertemu keluarga anda pak," tolak Maya. "Memang cuma kamu saja, saya pun juga. Malas rasanya bertemu dengan mereka malah
"Saya mau melanjutkan sekolah tan," jawab Maya dengan tenang. "Kenapa sampai sekarang belum juga sekolah?" tanya Silvi menjebak. "Karena waktu itu saya belum lolos, tahun ajaran depan mau berusaha lagi semoga saja lolos," jawab Maya dengan tenang hingga membuat Boy kagum. "Apa yang membuatmu tidak lolos?" tanya Silvi masih kurang puas dengan jawaban-jawaban Maya. "Syarat-syarat juga hasil tes," jawab Maya dan Silvi hanya mengangguk saja. "Di kampung orang tuamu bekerja sebagai apa May?" tanya Mia-sepupu Boy. Maya ingin menjawab jujur tentang identitas keluarganya di kampung namun takut membuat Boy malu, ketika menatap mata sang suami yang dia lihat hanya anggukan pelan saja dan Maya menganggap jika Boy setuju untuk berkata jujur. "Kedua orang tua saya bertani," Sontak saja jawaban Maya membuat seluruh anggota keluarga Boy kaget bukan main. Gimana jadinya seorang Boy yang terkenal dingin dan memiliki standar yang tinggi bahkan perfeksionis jatuh ke pelukan gadis kampung anak peta
Pagi hari yang cerah dengan awan yang terang membuat siapa saja pasti akan memulai aktivitas dengan penuh semangat, seperti halnya dengan sepasang suami istri kontrak ini, ya Boy juga Maya hari ini bersiap untuk berbelanja. Sebenarnya Maya sudah menolaknya karena stok pakaian di lemari masih banyak dan banyak yang belum terpakai, namun suaminya itu jika memiliki kemauan mana bisa dibantah? Lebih baik menurut saja seperti apa yang dikatakan pak Handoko waktu itu. "Sudah siap?" tanya Boy memastikan. "Sudah pak," jawab Maya tertunduk. "Ayo berangkat harusnya kamu bersyukur karena saya sampai meluangkan waktu khusus menemanimu berbelanja," ajak Boy sembari berbicara angkuh. "Astaga dia sendiri kan yang mau beliin aku baju, udah aku tolak padahal eh sekarang malah dia bilang kalau seakan-akan aku ini yang minta dibelanjain, hih emang dasar ya," gumam Maya geram sambil melirik Boy. "Apa lirik-lirik? Naksir?" tanya Boy ketus dan Maya kaget bukan main. "Jangan percaya diri dulu deh pak,
Setelah memastikan mamahnya pulang kini Boy kembali menghampiri Maya yang masih menangis tersedu. Melihat itu rasanya Boy ingin memeluknya lagi agar istrinya itu menumpahkan semua rasa sesak di dadanya. "May," panggil Boy. "I..iya pak," jawab Maya tersedu. "Maafin mamahku ya, saya tau perkataan mamah saya sungguh menyakiti hatimu tapi aku mohon jangan terlalu diambil hati ya, mungkin mamah lagi ada masalah jadinya melampiaskan ini pada kita," ucap Boy mencoba menenangkan malah justru semakin membuat Maya menangis. "Hiks.. Hiks.. Saya tau pak dan saya sadar diri, perkataan mamah anda memang benar, mana pantas saya ini bersanding dengan anda? Semua perkataan mamah anda adalah benar," jawab Maya semakin membuat Boy merasa bersalah. "Tidak… Jangan berkata seperti itu, perkataanmu membuat saya.." ucap Boy terpotong, hampir saja ia keceplosan. "Perkataanmu membuat hatiku sakit dan sedih, May, itu kata yang ingin saya lontarkan namun terlalu gengsi," batin Boy. "Membuat anda kenapa pa
Beberapa hari ini hubungan antara Boy juga Maya renggang karena disebabkan perkataan ibudanya Boy waktu itu yang masih membekas di hati Maya hingga saat ini. Karena tak mau nantinya menjalin hubungan terlalu jauh makanya Maya menjaga jarak dari Boy agar nantinya ketika masa kontrak selesai keduanya bisa berpisah dengan tenang. Seperti halnya hari ini, biasanya mereka makan bersama namun sudah beberapa hari ini Maya memilih menghindar dan makan didalam kamar. "Kapan Maya bakal maafin gue? Memamg semua ini karena mamah, kenapa sih mamah pakai bicara seperti itu? Kalau gak suka mah ya diam aja dan jangan ikut campur eh ini malah bikin semuanya runyam, lagian waktu itu tujuan mamah datang kesini tiba-tiba itu apa coba? Bukannya jelasin maksud tujuannya malah maki-maki anak orang," gerutu Boy lalu menghempaskan garpu dan pisau secara kasar hingga menimbulkan denting suara yang memekikkan telinga. Mendengar suara gaduh, salah satu ART bergegas menuju sumber suara namun dicekal oleh kepal
Malam harinya Maya memberitahu kepada ayahnya jika besok akan datang tetapi sama bosnya, awalnya Tejo merasa kaget sekaligus heran kenapa seorang bos mau-maunya menemani anaknya pulang ke kampung, namun karena janji Tejo pada temannya itu akhirnya dia mengiyakan saja perkataan Maya. Tak lupa Tejo memberitahu pada Tinah tentang kepulangan Maya beserta bosnya, jadi besok keluarga Maya bisa masak yang enak. "Bu besok Maya mau pulang, tadi sudah kabari bapak," ucap Tejo antusias. "Serius pak? Alhamdulillah akhirnya kita masih bisa bertemu Maya, ibu rindu sekali pak," jawab Tinah terharu dan meneteskan air mata bahagia. "Iya bu bapak pun juga senang sekali apalagi besok teman bapak mau memperkenalkan anak laki-lakinya, eh bu pokoknya besok kita masak besar dan menunya harus enak, bosnya Maya mau ikut katanya," ucap Tejo membuat Tinah kaget. "Loh kok tumben ada bos yang mau mengantarkan pembantunya pulang? Apa jangan-jangan Maya dipecat pak karena bapak memaksanya cuti pulang, jangan-ja
Pagi harinya teman lama Tejo akhirnya datang juga, tak lupa ia membawa anak laki-lakinya yang ingin bertemu dengan Maya. "Assalamu'alaikum.. Jo.. Tejo," panggil Eko-teman lama Tejo. "Waalaikumsalam.. Wah sudah datang rupanya, mari masuk, Ko," jawab Tejo mempersilahkan masuk. "Apa kabar? Maaf ya saya baru bisa main sekarang," tanya Eko basa basi. "Alhamdulillah baik, gimana kabar kalian? Ah gak papa, masih ingat denganku rasanya aku sudah senang kok, ini anakmu? Adit kan?" tanya Tejo memastikan. "Ah jangan ngomong gitu to Jo, kamu tetap kawan baikku, iya ini Adit anakku, masih ingat rupanya kamu Jo," jawab Eko membenarkan. "Ya masih lah, dia kan teman kecilnya anakku Maya mana bisa aku lupa, kamu dulu sering buat Maya nangis kan haha," goda Tejo. "Selamat pagi om, benar saya ini Adit teman kecilnya Maya, hehe iya om habisnya dulu Maya gampang banget nangis," sapa Adit sambil tersenyum malu. "Iya ya kenapa dulu Maya anaknya cengeng, aku pun sampai heran setiap pulang main selalu