Beranda / Romansa / KAWIN LARI / Bab 10. Ya Udah

Share

Bab 10. Ya Udah

Penulis: Chida
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-28 10:04:36

Rizal menuntun motornya masuk ke pekarangan rumah Dara. Sudah menjadi kebiasaannya selama bertamu ke rumah gadis itu, Rizal psti mematikan motornya, maklum saja suara motor sport milik Rizal memang terdengar sedikit berisik.

"Loh, Mas Dokter." Bagas yang baru saja masuk ke pekarangan rumah kaget melihat Rizal juga baru datang.

"Gas," sapa Rizal. "Dara ada?"

"Ada, aku panggil dulu." Bagas memarkirkan motornya.

"Eh, Gas ... ini buat kamu dan ibu." Rizal memberikan satu kantung plastik berwarna putih.

"Makasih, Mas Dokter. Aku panggil Mbak Dara dulu." Bagas masuk ke dalam rumah dengan hati senang membawa bungkusan yang dari harumnya saja sudah bisa dia tebak.

"Emang rejeki anak soleh," ujar Bagas menaruh kantung plastik berisi dua tempat martabak manis dan martabak telur. "Tau aja ngambil hatinya," kekeh Bagas lalu melangkah menuju kamar Dara.

"Mbak." Suara Bagas terdengar dari balik pintu, pintu pun dia buka. "Ada yang cari tuh."

Dara gelagapan, "siapa?"

"Pake nanya ... sana temuin dulu."

Cepat-cepat Dara merapikan penampilannya yang sudah bau kasur itu. Diikatnya tinggi rambut hitamnya yang lurus.

"Kamu makan apa?"

"Martabak." Bagas kembali mengunyah martabak manis dengan topping coklat susu. "Dibawain calon kakak ipar," goda Bagas, membuat Dara membelalakkan matanya. "Cie ... uhuy."

Dara berdiri di ambang pintu, dilihatnya Rizal berdiri menghadap ke arah motor sportnya. Lelaki itu masih memakai pakaian yang tadi siang saat Dara melihatnya di lobby hotel.

"Ehem." 

Rizal memutar tubuhnya, senyum mengembang dari sudut bibirnya. Gadis yah seharian ini memenuhi pikirannya muncul dengan pakaian rumahan ala kadarnya. Rambut hitam sepundak itu kali ini Dara ikat tinggi-tinggi menyisakan helai-helaiam halus. 

"Dara." Rizal mendekat. "Maaf aku kemaleman datengnya, tadi ada keperluan yang nggak bisa aku tolak."

"Enggak apa-apa santai aja. Mm ... Dokter mau minum apa?" 

"Enggak usah, makasih."

Dara duduk di kursi teras diikuti Rizal yang duduk di kursi yang hanya di halangi dengan meja kecil.

"Oh iya, tadi siang nggak sengaja liat Dokter di lobby hotel De'Grande," ujar Dara membuat Rizal menoleh padanya. 

"De"Grande? Kamu ngapain di sana?" tanya Rizal heran.

"Ya kerja lah, emang mau ngapain di hotel bintang lima." Dara tersenyum. 

"Kerja? Kamu kerja di sana? Kok nggak bilang?"

"Kan nggak nanya." Lagi-lagi Dara menahan tawanya melihat wajah Rizal yang kaget.

"Oh iya, kenapa juga aku nggak nanya kemarin." Rizal mengusak rambutnya.

"Pacar Dokter cantik sekali, aku yang cewek aja liatnya suka."

"Pacar?" tanya Rizal heran. 

Seketika dia ingat dia sedang bersama Synthia siang tadi. Synthia menghubunginya meminta kesediaan waktu Rizal untuk bertemu dengannya dan meminta pada Rizal untuk menemaninya makan siang di sebuah kafe terkenal di Jogja.

Mau tak mau Rizal pun mengiyakan, bukan karena Rizal menyukai Synthia namun lebih menghargai wanita itu sebagai klien dari rumah sakit miliknya.

"Kenapa nggak sapa aku?" tanya Rizal sambil melihat mimik wajah Dara yang tidak sedikitpun dia temui kecemburuan di sana.

"Ya nggak mungkin lah, nanti aku di kira yang bukan-bukan sama pacarnya Dokter."

"Oh dia, dia bukan pacarku. Kebetulan klien di—" Rizal menghentikan ucapannya, bisa gawat jika Dara tahu kebenarannya. Dia tak ingin Dara tahu kalau dia adalah pemilik salah satu rumah sakit bertaraf internasional di daerahnya.

"Iya, dia klien dokter Zainal," bohong Rizal. "Karena dari luar kota dia meminta dokter Zainal temani keliling Jogja, tapi karena dokter Zainal ada tindakan hari ini jadi beliau minta aku temani kliennya."

"Oh gitu." 

Dara kembali diam, dari sudut matanya bisa dia lihat jika Rizal masih memperhatikannya. Jujur saja, saat seperti ini rasanya Dara ingin masuk ke dalam rumah dan berguling-guling di kasurnya. Tatapan mata Rizal membuat rasa tergelintik di hatinya itu begitu kuat terasa.

"Dara," panggil Rizal. 

"Ya?"

"Gimana, ya."

"Kenapa?"

"Mm ... gini." 

Rizal beranjak dari tempat duduknya lalu berjongkok di depan Dara. Dara serba salah, dia membenarkan posisi duduknya. Entah mengapa tiba-tiba lelaki yang di kenalnya hampir tiga bulan ini berjongkok dihadapannya.

"Eh, kenapa? Kok duduk di situ. Dokter kenapa?"

"Gimana kalo aku jadi pacar kamu?" Kata itu meluncur begitu saja dari bibir Rizal.

"Hah, pacar?"

"Iya, aku suka kamu," kata Rizal lagi dengan tatapan mata yang sendu.

"Dokter sakit nih kayaknya." Dara buru-buru berdiri, dia beberapa kali mengusap-usap lengannya berusaha menetralisir perasaannya yang ternyata tak bertepuk sebelah tangan. "Aku bikinin minum ya? Biar enakan—"

"Apanya?" tanya Rizal yang sudah berdiri berhadapan dengan Dara.

"Perasaannya," ucap Dara lirih.

Rizal menyunggingkan senyum, dia senang sekali kalau sudah melihat Dara yang seolah mati kutu setiap dia goda. Tapi kali ini bukan lagi bulan ataupun banyolan yang biasa dia lontarkan, tapi ini kesungguhan hatinya. Rizal takut jika terlalu lama dia menyimpan perasaan ini, Dara akan beralih ke orang lain, entah siapa nyatanya Rizal tak ingin gadis itu menjadi milik orang lain. 

"Enggak usah, aku nggak butuh minum," jawab Rizal menahan tangan Dara lalu menggenggamnya. Dahaganya sudah luruh saat melihat Dara malam ini.

Lampu temaram teras membias jarak mereka berdua. Dara begitu manis dengan rambut yang terikat tinggi. Hidungnya yang mancung, kulit kuning langsatnya, dan senyumnya yang membuat Rizal jatuh cinta. 

Jarak mereka nyaris begitu dekat, berdiri berhadapan seperti ini dengan orang yang dia sukai baru pertama kali untuk Dara. Dia hanya tertunduk melihat ujung jari kakinya lalu baru menyadari jika tangannya masih di dalam genggaman Rizal.

"Gimana?" tanya Rizal sedikit menunduk ingin mendapati mimik wajah Dara yang masih menunduk.

"Gimana, ya."

"Bingung? Kenapa? Aku kurang ganteng ya? kurang tinggi? kurang lucu? atau apa?"

"Bukan ... bukan itu?"

"Lalu?"

"Mm ... karena ... karena kamu seorang dokter."

"Hah? jawaban apa itu?" Rizal semakin menunduk mencari-cari wajah Dara yang masih menunduk. Dia ingin melihat Dara dengan jawaban yang menurutnya tepat. "Dara?" Mohon Rizal agar Dara mengangkat wajahnya.

"Ya." 

Dara mengangkat wajahnya. Jarak yang terkikis hanya sekitar lima sampai delapan centimeter itu semakin membuat degub jantung keduanya berlomba-lomba ingin meloncat keluar.

Tatapan mereka beradu, mata mereka saling mencari sebuah kesungguhan di dalamnya. Tangan Dara masih berada dalam genggaman tangan Rizal.

"Jauh sekali jangkauannya untuk aku yang hanya anak seorang jasa cuci pakaian. Kami dari keluarga yang biasa-biasa aja. Aku nggak mau terlalu berharap, meski perasaanku mengatakan hal yang sama," tutur gadis itu.

"Enggak ada yang jauh dari jangkauan, hidup seseorang nggak harus melulu di liat dari profesinya, tapi dari ketulusan hatinya."

Dara menghela napas, Rizal benar-benar sungguh sungguh dengan ucapannya.

"Aku nggak minta jawabannya sekarang. Aku pasti tunggu jika memang kamu butuh waktu. Tapi aku nggak mau di tolak, aku takut sakit hati."

Dara mengembangkan sudut bibirnya, kata-kata macam apa itu. Menyatakan cinta namun takut penolakan.

"Ya kalo gitu nggak usah kasih waktu buat jawab, udah pasti mau nya kamu tetap jadian."

"Ya iya ...." Rizal tersenyum, ingin rasanya dia mencubit pipi Dara yang menggemaskan tapi dia harus menjaga kelakuannya.

"Ya udah." 

"Apanya?"

"Ya udah," kata Dara lagi kembali menunduk.

"Makasih ya."

Rizal memeluk tubuh Dara yang masih berdiri kaku. Jari jemari gadis itu perlahan memilin ujung kemeja Rizal yang terbalut dengan jaket kulitnya. Dan harum tubuh lelaki bergelar dokter itu menyeruak masuk memenuhi penciumannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (11)
goodnovel comment avatar
Yanti Aching
bagas sambil mkn martabak ngintip mb dara jadian ......
goodnovel comment avatar
DyazRini Janardhani
awas ada yang ngintip dibalik gorden jendela,,hihihi
goodnovel comment avatar
Muti
aseeeek jadian juga
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • KAWIN LARI    62. Kecewa

    Mobil sedan berwarna hitam berhenti tepat di depan rumah kontrakan Dara. Pagi itu Bu Sum sedang menyapu halaman, sambil tersenyum Bu Sum meletakkan sapu lidi tersandar di sisi pagar."Pagi Bu Sum," sapa Teguh."Pagi, Nak Teguh.""Kinan ... sini," panggil Teguh pada gadis kecil berusia sekitar lima tahun, yang masih bersembunyi di balik pagar. "Katanya mau kenalan sama Tante Dara, ini rumahnya," ucap Teguh sambil berjongkok membujuk anak perempuannya.Bu Sumi tersenyum, ada sesak di dadanya melihat seorang anak yang masih terlalu kecil sudah harus kehilangan ibunya. Membayangkannya saja sudah sesak apalagi gadis kecil itu yang merasakan bagaimana hidup tanpa seorang ibu."Ayo masuk, Uti punya coklat di dalam. Namanya siapa?" tanya Bu Sum lembut."Ditanya namanya siapa tuh, sama Uti. Teguh meraih jari-jari mungil itu mengajaknya melangkah masuk pekarangan."Kinan," ucapnya lirih."Ayo ikut Uti, Uti punya coklat dan biskuit, Kinan mau?""Mau," jawab Kinan sambil mengangguk-angguk."Nak T

  • KAWIN LARI    61. Mencari

    Rizal melempar ponselnya ke atas ranjang, dadanya bergemuruh kesal. Bagaimana tidak dia kesal, hampir dua bulan dan dia tidak mendapatkan satu kabarpun tentang keberadaan dimana istrinya. "Ada apa sih ini sebenarnya!" BughTangannya menghantam tembok bercat putih di kamar mereka. "Arggh! Sialan, dimana kamu Ra!""Cal ... Ical, kamu kenapa?" Suara Donna dari balik pintu semakin menambah emosi Rizal."Cal ... kamu nggak kenapa-kenapa, kan? Mama dengan ada suara keras dari dalam kamar. Cal—"Rizal masih tak bersuara, dadanya bergemuruh, nafasnya menderu."Bangsat!""Cal! Mama masuk ya ...." Donna mulai khawatir, dia berulang kali berusaha membuka pintu kamar Rizal."Pa ... Pa!" panggil Donna.Hanna dan suaminya berlari tergopoh-gopoh mendengar suara Donna yang memanggil Andreas. Sementara Andreas, keluar dari kamarnya dengan wajah panik."Ada apa?""Rizal, di dalam entah kenapa. Sepertinya dia sedang marah," ujar Donna."Cal, buka pintunya," ujar Hanna berusaha selembut mungkin untuk

  • KAWIN LARI    60. Antara Senang atau Sedih

    Pintu pagar setinggi satu setengah meter itu masih terkunci. Kios tempat Bu Sum mencari rejekinya juga masih tertutup rapat padahal waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang. Rizal tiba di Jogja pukul 10 pagi tadi, menempuh perjalanan dari bandara ke rumah Bu Sum sekitar hampir satu setengah jam. Rizal akhirnya memutuskan untuk menemui istrinya meski larangan Donna saat itu cukup keras. Jauh di lubuk hati lelaki itu dia begitu merindukan Dara selama tiga minggu ini."Cari siapa?" tanya wanita bertubuh kurus yang kebetulan lewat. "Eh, Mas Rizal?" Dia terkejut saat mendapati pria yang berdiri lama di sana adalah Rizal."Mbak Siti? Mbak Siti, kan?""Iya, Mas," jawab Siti nampak sedikit ragu. "Mm—mbak Dara nya nggak ikut, Mas?" "Loh, Dara nggak di rumah?""Bukannya Mbak Dara di Padang?" Wajah Siti bingung."Oh, mm— begini Mbak Siti," ujar Rizal pun bingung ingin mengatakan apa. "Kalo Dara sudah datang, tolong suruh langsung hubungi Saya, karena nomer dia dan nomer Ibu nggak bisa Saya hubun

  • KAWIN LARI    59. Senyum Kemenangan

    "Selamat pagi."Synthia masuk ke ruangan yang dominan berwarna putih itu. Melengkok berjalan mendekati meja kerja Rizal."Pagi, Syn.""Aku bawain kamu sandwich dan ...." Synthia meletakkan dua cangkir berisi kopi kesukaan Rizal. “Sarapan dulu, yuk.”"Makasih, Syn." Rizal meraih roti sandwich yang sudah dibuka oleh Synthia. "Kamu bikin sendiri?"Synthia tertawa. "Ya nggak mungkin, Zal."“Sudah kutebak.” Rizal ikut tertawa."Bagaimana Dara? Sudah menghubungi kamu?" tanya Synthia penasaran."Belum, entah mau nya apa," jawab Rizal sedikit kesal. Sebersit senyuman memikat sudut bibir Synthia. Perlahan tapi pasti dia yakin, lelaki yang berada di hadapannya ini akan jatuh ke pelukannya.“Tapi mungkin aku akan ke Jogja, setelah urusan pekerjaan di rumah sakit selesai.”"Oh." Hati Synthia mencelos, tadinya dia berharap Rizal akan masa bodo akan kepergian Dara."Jadi, apa yang akan kita bahas hari ini?" tanya Rizal membuat Synthia kembali sadar dari lamunan."Untuk tempat tidur di gedung baru

  • KAWIN LARI    58. Pertemuan Yang Tak Disangka

    "Selamat bergabung." Dara menerima uluran tangan Andi seorang HRD manager tempatnya bekerja. Atas bantuan Winda, Dara diterima bekerja di hotel milik Mr. Richard."Gimana, Ra?""Makasih ya, Win ... sampaikan terimakasihku pada Mr. Richard. Kalau nggak ada kalian pasti aku akan kesusahan dapet kerjaan di sini.""Mr. Richard bilang apa sih yang enggak buat kamu," ujar Winda tertawa renyah."Jangan mulai deh," ucap Dara ikut tertawa. "Kapan ke Bandung, Win?""Nantilah, kalo kerjaan agak longgar aku juga pengin ambil cuti buat healing, kali aja bisa dapet jodoh.""Hhmm ... itu lagi.""Ra, aku tutup dulu ya. Bos besar manggil nih.""Ok, makasih ya Win ...."Baru saja Dara mengakhiri pembicaraannya, sebuah pesan masuk dari Bu Sum."Jangan lupa makan, Ra. Ibu takut maag kamu kumat lagi.""Iya, Bu. Ini Dara mau ke apotik sekalian beli obat untuk stok di rumah, Ibu mau titip apa?""Ibu nggak titip apa-apa, kamu cepat pulang ya."Tanpa membalas kembali pesan Bu Sum, Dara memasuki sebuah apotik

  • KAWIN LARI    57. Mulai dari Nol

    "Apa nggak sebaiknya kamu menghubungi suamimu, Ra?"Bu Sumi menyusun satu per satu lipatan baju Dara ke dalam lemari. Sudah satu minggu ini, anak perempuannya itu hanya berdiam menatap keluar jendela kamar."Apa kata mertuamu nanti, nggak baik, Ra. Walau bagaimanapun kamu masih berstatus istri Nak Rizal, menantu dari Pak Andreas. Sepelik apapun masalah kalian, pantang seorang istri lari dari rumah, apalagi masih tinggal di rumah mertua.""Kasih aku waktu, Bu. Biarkan aku menenangkan pikiranku dulu, kalau sekarang dibicarakan nanti malah menambah emosiku saja.""Terserah kamu kalo begitu. Cuma yang namanya masalah nggak baik kalo berlarut-larut di diamkan." Bu Sum melangkah mendekati Dara, menepuk pundak anak perempuannya. "Ibu mau telpon ke Jogja dulu. Biar loundry dibereskan semua, dan stop terima loundry untuk sementara waktu sampai Ibu pulang.""Bu," panggil Dara menghentikan langkah kaki Bu Sum yang sudah mendekati pintu."Ya?""Maafin Dara jadi merepotkan Ibu."Bu Sum hanya terse

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status