"Paman!!"
"Arash, bukankah seharusnya kamu sedang berlatih saat ini?" tanya Fatta, ia terkejut saat Arash mendobrak pintu rumah dengan kasar. "Paman, katakan yang sejujurnya kepadaku..." Arash terlihat menjeda perkataannya. Arash takut apa yang akan ia dengar kemudian akan merubah segala pandangannya terhadap Rama, ayahnya. "Ada apa Arash?" tanya Fatta khawatir. "Apa benar ayah menyegel Raja Iblies di dalam tubuhku, bahkan sebelum aku lahir?" Begitu mendengar pertanyaan yang Arash tanyakan, Fatta tercekat! Ia bahkan tak berdaya untuk menjawab, ia bingung apakah harus jujur atau bagaimana? Karena menurut Fatta, Arash masih terlalu muda untuk memahami mengapa ayahnya melakukan itu. "Paman jawablah... Kalau kamu diam, itu hanya akan membenarkan pertanyaanku!!" Arash terlihat marah, ia bahkan mulai membentak. "Arash, ayahmu punya alasan!! Saat itu Tuan Muda tidak punya pilihan, ia harus secepatnya menyegel Raja Iblies yang akan bangkit ke dalam tubuh suci, kebetulan saat itu hanya kamu tempat paling tepat untuk menyegel Raja Iblies!! Ayahmu..." "Hahaha.... Hahaha.... Hahaha...!!" Arash tertawa, namun tatapannya menyiratkan kesedihan yang teramat dalam. "Jadi ia mengorbankan seluruh keluarganya untuk manusia-manusia diluar sana yang bahkan tidak pernah tau dan tidak pernah mengingat jasanya!!" Arash terlihat marah, Fatta akan memegang tangan Arash namun Arash menampiknya. "Paman, ayah sangat egois!! Ia tidak pernah memikirkan bagaimana nasibku kelak!! Mungkinkah ibu juga meninggal karena Raja Iblies yang ada di dalam tubuhku?" "Arash ayahmu bukan orang yang egois, ia tidak pernah memikirkan kebahagiaannya sendiri!!" "Paman!! Jawab aku, ibu meninggal karena Raja Iblies yang tersegel di tubuhku bukan?!" bentak Arash, Fatta hanya bisa terdiam. Fatta tau saat ini percuma bicara dengan Arash, anak ini sedang tersulut emosi. "Paman, sekarang kamu diam lagi!! Artinya ibuku meninggal karena aku? Karena di tubuhku tersegel Raja Iblies!! Kalau tau akan hidup seperti ini lebih baik aku tidak dilahirkan!!" "Jegaaaarrr!!" Seketika langit mulai menggelap, petir mulai menyambar-nyambar. Seolah menggambarkan seperti apa isi hati Arash saat ini. "Arash!!" panggil Fatta yang terlihat khawatir, karena Arash langsung berlari keluar dari rumah, disambut oleh guyuran air hujan. Bagi Arash ia telah menemukan jawaban dengan apa yang membuatnya berbeda dari manusia lainnya. Arash memiliki rambut dan mata berwarna putih yang sangat mencolok. Arash juga tidak bisa menciptakan Mana sementara anak lainnya bisa. Semua ini karena ayahnya telah lancang menyegel Raja Iblies di tubuhnya! saat ini Arash sangat marah, dendam dan benci kepada ayahnya. "Ayah!! Aku membencimu!!" teriak Arash dalam tangisnya. *** "Arash!!" Bie Xulai langsung menghampiri Arash yang terlihat basah kuyub memasuki ruangan asrama. Namun bukan itu yang membuatnya sedih, tapi tatapan mata Arash terlihat kosong saat ini. Arash bahkan tidak menyahut ketika Bie Xulai memanggilnya, Arash berjalan gontai menuju tempat tidurnya. "Brukh!!" "Hahaha... Hahaha... bodoh!!' Lagi-lagi salah seorang anak buah Wan Yunan mencekal kaki Arash, mereka kemudian tertawa ramai. Arash menatap Lao Bao yang ternyata mencekal kakinya dengan tatapan yang tajam, sangat berbeda dengan tatapan Arash biasanya. (Balas dia!!) (Tendang!!) Arash menurut dengan suara di dalam pikirannya, "Buakht!!" dalam sekejap Lao Bao langsung terpental beberapa meter karena tendangan Arash. "Oh, anak yatim mulai berlagak sekarang!!" Wan Yunan Maju, ia lalu memberi kode kepada Halim Chao untuk maju memberi pelajaran kepada Arash. Halim Chao maju dan sudah melayangkan tamparannya. "Tap!!" Tamparan itu dengan sigap ditangkap oleh Arash. (Aku akan memberimu kekuatan!!) (Hajar dia, patahkan tangannya!!) "Krek!!" terdengar suara retakan tulang, Arash kembali menurut, ia mematahkan tangan Halim Chao dan membuatnya berteriak. "Aaaarrrrgggghhh!!" "Kurang ajar!! kau minta aku yang turun tangan rupanya!!" Wan Yunan marah besar, ia lalu menendang Arash yang belum sempat melihat ke arahnya. Arash menatap Wan Yunan dengan tatapan marah, ia merasakan sakit pada bagian tubuh yang Wan Yunan tendang. Tentu sakit, bahkan dari ukuran tubuh Wan Yunan sangatlah besar di banding Arash yang masih kecil. "Bagaimana, apa kamu sudah tanyakan kepada pamanmu? benar bukan kamu menyimpan Iblies di dalam tubuh terkutukmu itu!!" Mendengar kata-kata itu Arash semakin marah,"Aaarrrgghh!!" Arash berteriak, bangkit dan langsung menyerang Wan Yunan tanpa persiapan apapun. "Bruaakhh!!" Arash terjungkal jauh hingga membentur dinding. Wan Yunan mengerahkan Mana yang besar untuk menyerang Arash. "Arash!" Bie Xulai sudah akan maju, namun beberapa murid cilik lainnya menahan Bie Xulai. "Habisi dia Wan Yunan, balaskan dendamku!! patahkan tangannya!!" pinta Halim Chao yang masih merasa kesakitan karena tangannya patah. Wan Yunan tersenyum, "kalian semua jadi saksi!! karena yatim ini membuat masalah, aku hanya bertindak sebagai pahlawan untuk menolong Halim Chao!!" kata Wan Yunan untuk membenarkan perbuatannya. Semua murid cilik langsung mengangguk setuju. "Hahaha.... hahaha... pahlawan sepertimu? tidak pantas!!" sahut Arash. "Kamu memang harus diberi pelajaran, dasar anak yatim terkutuk!!" Wan Yunan menghampiri Arash yang masih terduduk dan menendang dada Arash dengan keras. "Aaarrrggghhh!!" Arash hanya bisa berusaha melindungi tubuh intinya dengan kedua tangan. "Rasakan!! kalau perlu matilah, susul orangtuamu!! yatim!!" (Biarkan aku yang melawan anak ini, aku akan membalaskan dendammu!) (Berikan aku kuasa atas tubuhmu!!) Bagaimana caranya? (asalkan kamu mengiyakan, maka aku akan menguasai tubuhmu!) baiklah!! "Wuuuussshhh!!" sebuah ledakan tenaga dalam keluar dari tubuh Arash seperti angin yang tak terlihat, membuat Wan Yunan mundur beberapa langkah. Arash lalu berdiri, mata yang tadinya putih kini berubah menjadi bewarna merah darah. Dengan kilat yang tajam seolah akan membunuh siapapun.Semua orang menatap Rama secara bergantian dengan Arash, Kedua ayah dan anak itu memiliki wajah yang begitu tampan. Hanya saja Arash memiliki mata dan rambut berwarna putih. Itu membuatnya terlihat berbeda. "Arash, ternyata kamu tampan karena ayahmu," kata Jatiagung. "Nggak juga, ibunya juga cantik," sahut Rama dengan senyum ramah. Arash senang begitu mendengar ayahnya memuji ibunya, meski ia tidak bersama mereka. "Jadi bagaimana bisa kalian ada di sini?" tanya Rama akhirnya. Arash nampak kebingungan, apa ia harus bercerita dengan jujur kepada ayahnya itu? Jadi Arash menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Uhm, aku ke sini untuk mengendalikan Raja Iblis yang ada di dalam tubuhku," jelas Arash. Perkataan itu jelas mengubah ekspresi Rama, ia terlihat sedih. "Tapi ayah, aku sudah nggak marah kepadamu," kata Arash buru-buru. Rama kembali tersenyum, 'sudah nggak marah? Rupanya anakku sempat sakit hati atas keputusanku, maafkan aku Arash! Aku nggak layak menjadi ayahm
Setelah Arash mengatakan itu, Fatta dan Jatiagung berlari dengan cepat untuk menghadang Ketua Yohan dan Ketua Agung. "Arash, jangan tawar menawar dengan mereka. Mereka dari sekte kegelapan nggak bisa dipercaya," kata Jatiagung. "Arash, lukis ayahmu sekarang, biar paman yang hadapi mereka!" seru Fatta pula. "Cih, kalian pikir kalian mampu!" sahut Ketua Yohan. "Kita coba saja, jangan terlalu banyak omong!" sahut Jatiagung. Setelah itu keempat pria dewasa itu saling bertarung, Arash tidak boleh melewatkan kesempatan itu. Itu karena Raja Iblislah yang memintanya untuk segera melukis ayahnya Rama. (Arash, aku nggak suka ayahmu, tetapi saranku, hanya ayahmu yang bisa menghadapi manusia-manusia ini) Memangnya ayahku sehebat itu? Raja Iblis terkekeh saat itu, (kamu pikir siapa lagi yang punya ide untuk menyegel ku bahkan di tubuh anaknya sendiri, hanya ayahmu saja yang dengan cepat berpikir seperti itu) Karena itulah Arash mengambil keputusan itu, Arash mengeluarkan
"Masuklah gadis-gadis cantik!" seorang pria penjaga membuka pintu yang merupakan ruangan khusus ketua sekte kegelapan. Ruangan itu begitu besar dengan beragam sajian menarik dari surga dunia. Begitu memasuki ruangan itu, awalnya Arash mengira mereka akan menemui para pria tua, nyatanya mereka adalah pria yang nampak masih berumur sekitar diawal 40an. "Plak!" seseorang bahkan memukul pantat Arash, membuat Arash tersenyum mengerikan. Ia bahkan ingin segera melayangkan tinjunya saat ini juga, tetapi Anastasya segera memegang tangan Arash. Begitu pula dengan Mei Xue, ia juga menahan tangan Arash. Sudut bibir Arash terasa berkedut karena memaksakan senyum di wajahnya. "Wah para gadis telah datang," pria-pria itu bersorak dan meminta penjaga pintu untuk menutup pintu."Cepat menari sayang!""Goyangkan pantatmu cantik!" "Tap!" setelah pintu tertutup, Arash berjalan perlahan ke pintu. Disana penjaga pintu mengira Arash mencoba menggodanya, ia tersenyum dengan lidah menyapu bibirnya. Te
Arash menatap foto itu dan mulai menggambar, "Nona, dari mana kamu mendapatkan benda seperti ini? Bukankah ini foto?" tanya Arash. "Aku punya seorang teman wanita, dia melakukan perjalanan sendirian, ia sampai di tempat ini, kamu lihat pria ini? Dia adalah kakaknya," jelas Imelda. Arash mengangguk paham, "aku tanya satu hal lagi, apa dia mendapatkan ini dari masa depan?" tanya Arash. Karena benda berupa foto itu hanya bisa di dapatkan dengan kamera saja. "Kamu benar, darimana kamu tahu? Aku nggak tahu lebih tepatnya seperti apa, yang jelas temanku menggunakan barang yang belum pernah aku lihat," Imelda nampak bersemangat. Baju pengantin yang Imelda minta telah selesai dibuat, setelah Imelda mencobanya semua orang terpana melihat baju pengantin itu. Baju pengantin tradisional yang nampak indah di tubuh Imelda. "Nona Imelda, kamu cantik sekali." Perkataan Arash itu disetujui oleh semua orang, begitu pula dengan Norman. Setelah giliran Imelda, sekarang Arash juga menggambar b
Arash segera mengikuti Anastasya, ia begitu khawatir dengan keadaan teman-temannya. Jika apa yang Anastasya katakan benar, maka kemungkinan saat ini keadaan teman-temannya akan sulit. Mengingat begitu sulit mencari makanan di tempat ini. Arash dengan langkah yang terburu-buru mengikuti Anastasya dari belakang, tetapi betapa bingungnya Arash begitu mendapati teman-temannya malah makan dengan nikmat. Bahkan tidak terlihat kesulitan. "Ha! Apa yang baru saja aku khawatirkan?" gumam Arash kesal. "Arash! Akhirnya kamu keluar juga!" Fatta segera menghampiri Arash, begitu pula dengan Jatiagung dan Norman. Sedang Mei Xue segera berlari dan memeluk Arash, perasaan baru seminggu Arash berada di dalam gua. Mengapa mereka memperlakukan Arash seolah lama tak berjumpa. "Haish! Jangan memeluk seperti ini, sungguh memalukan." Arash berusaha melepaskan pelukan Mei Xue darinya, tetapi gadis muda itu masih mempererat pelukannya, ia menangis terisak di dalam pelukan Arash. Arash menatap F
Arash mengepalkan tangannya, ia merasa tak kuat dan ingin membuka matanya, ia ingin bertemu kedua orangtuanya. Hal yang wajar bukan? "Arash, mengapa kamu nggak membuka mata nak?" suara Rama lagi-lagi terdengar di telinga Arash. "Arash, maafkan ayah! Arash ...." Ketika Arash ingin membuka mata, kali ini suara Rama menghilang. Berganti dengan suara Fatta. "Arash, kamu mengapa ada di sini? Lama sekali paman menunggumu di luar!" "Arash apa yang kamu lakukan? Buka matamu, tempat ini aneh sekali! Arash!" "Astaga, ini yang nggak paman suka darimu! Kamu berbuat sesuka hatimu Arash!" "Arash, apa yang kamu tunggu, cepatlah kita pergi!" Kali ini Arash ingin membuka matanya, ingin memukul suara yang meniru suara Fatta. Haish! Arash benar-benar kesal, bahkan ketika ia mengomel seperti itu sangat mirip dengan pamannya. "Arash, cepatlah! Haish, karena inilah kedua orangtuamu meninggalkan kamu Arash, karena kamu sulit diatur!" Arash mengepalkan tangannya, saat ini rasanya ada kedut
"Yah, hanya itu keinginan kami, makanan lezat, seperti yang aku lihat, kamu menggunakan kuas ajaib milik Raja Iblies, jadi aku juga tahu kalau benda itu nggak bisa digunakan oleh orang lain dan hanya bisa digunakan olehmu, benar bukan!" Anastasya duduk sembari menyilangkan kaki. Ia memakan buah di atas meja. Buah yang nampak bening, tidak seperti buah lainnya, lebih seperti agar-agar. "Katakan lebih dulu apa yang harus aku lakukan?" tanya Arash. "Kamu hanya perlu menahan makan dan minum, bukan hanya itu, setelah itu kamu nggak boleh bicara, meski kamu ingin bicara, bahkan di dalam hatimu." Anastasya melirik Arash, ia tahu kalau cara ini akan berhasil. "Dari mana aku tahu kalau cara itu berhasil? Kamu bisa saja membunuhku," tuduh Arash. Anastasya tergelak, "membunuhmu? Apa itu mungkin sedangkan di dalam tubuhmu sedang bersemayam Raja Iblies, anak muda aku nggak senekat itu ingin membunuhmu! Apa kamu nggak sadar kalau selama ini kedua siluman itu juga sedang mengikuti mu?" tanya Ana
Arash menahan kedutan di wajahnya, kalau bukan karena Fatta adalah pamannya, sudah pasti pukulan ini akan melayang kepadanya. "Paman!" protes Arash dengan mata mendelik. Fatta menahan tawanya, ia bahkan sedikit menjauh karena tak kuasa menahan tawa. Astaga! Arash sungguh menggemaskan di mata Fatta. "Mengapa Kakak jadi terlihat lebih cantik dariku?" protes Mei Xue. Bukannya senang, Arash malah memberi Mei Xue jitakan di kepala. "Aduh!" Mei Xue hanya bisa mengelus kepalanya kemudian mengikuti Arash tanpa berani mengejeknya lagi. Tidak berapa lama akhirnya mereka sampai di depan halaman sekte bunga beracun. Seperti namanya bunga beracun tersebar di mana-mana, dengan keindahan yang mampu menggoda siapa pun yang melihatnya. Ketika terhisap aromanya, seseorang bisa saja mati. Karena itulah Norman, Jatiagung dan Fatta hanya bisa melihat dari kejauhan. Hal tepat ketika mengirim Mei Xue yang merupakan siluman ular, sedangkan Arash, ia memiliki Elixir healing potion yang bisa ia m
Mereka keluar dari rumah Norman ketika keadaan telah lebih baik, para warga di kota pertengahan beraktivitas seperti biasa dan tidak begitu peduli dengan keberadaan mereka. Kota ini nampak cantik, rumah-rumah di sini memang berukuran kecil. Dibuat dari bahan yang bukan kayu biasa. Kalau menatap ke arah selatan dan utara mereka bisa lihat kalau ada bangunan-bangunan megah yang menjulang tinggi. Bukan hanya itu, pemandangan pagi ini memang menggambarkan tempat ini seolah surga dunia. Karena ada bunga-bunga indah yang menghiasinya, ada pula batu-batu indah dengan nilai tinggi. Air yang mengalir deras seperti sungai-sungai kecil dengan aneka ikan hias di dalamnya. "Guru, batu apa ini?" tanya Arash, ia belum pernah melihat batuan indah yang ada di kota pertengahan. "Batu merah delima, jantung sang Naga." ketika Norman mengatakan itu Naga muda bereaksi. "Heh?!" "Hanya perumpamaan saja," Norman tertawa. Setelah itu Naga muda kembali berkamuflase dan bertengger di bahu Arash.