Share

04. Pesta Ulang Tahun Pangeran

“Saya, Altheo Loeyzen mengucapkan selamat ulang tahun untuk Pangeran.” Altheo menyentuh dadanya seraya membungkukkan tubuhnya, memberi hormat pada sang tuan acara.

Bukannya suara tegas maupun kaku yang membalas, justru kikikan kecil menyapa indra pendengarannya. “Kau kaku sekali, Theo.”

Altheo menegakkan kembali tubuhnya, menatap lurus lawan bicaranya. Ingatannya masih cukup baik tentang sosok yang berdiri dengan balutan pakaian khas keluarga kerajaan. Ialah bintang hari ini, Zekiel De Sternhill. Seorang putra dari Raja Daveed dengan Ratu Roxy membuatnya otomatis memegang posisi sebagai Pangeran yang paling dekat dengan tahta.

“Aku terus memikirkannya. Kira-kira, apa yang sepupuku ini hadiahkan untuk ulang tahunku yang ke-12 ini, ya?” Zekiel tersenyum tipis, “Tapi, melihatmu datang saja ... wah, aku merasa bangga.”

Sejenak, Altheo memejamkan matanya, belum sepenuhnya terbiasa dengan keadaan yang mundur ke masa lampau ini ... seperti menonton sebuah pertunjukkan drama dua kali.

“Saya tidak tahu apakah Anda akan menyukai hadiah──”

“Aku akan menyukainya.” Zekiel menyela segera, “Karena sepupuku yang kaku ini yang memberikannya.”

Altheo menyunggingkan senyum tipisnya, “Suatu kehormatan untuk saya.” balasnya, seraya menyerahkan sebuah kotak dibalut kertas berwarna silver dan sedikit dekorasi di ujung kanannya.

Zekiel menerimanya dengan senang hati. Ia bahkan meminta pelayan untuk memisahkan hadiah dari Altheo agar langsung diletakkan di kamarnya.

“Kau harus mencoba pie susunya, Theo.” Zekiel berbisik.

“Sayangnya saya tidak terlalu suka makanan manis,” balas Altheo. Mengingat usianya ‘yang sebenarnya’, di pesta ... biasanya ia hanya akan meminum wine. Tapi, sekarang, usianya belum legal untuk mencicipi minuman keras itu.

Kepalanya bergerak menoleh ke kanan dan ke kiri, Altheo memendarkan pandangannya menyapu seisi hall megah ini.

“Kau mencari seseorang?”

Ya, seharusnya dia datang hari ini, 'kan?

Suara tapak kaki kuda dan roda yang berputar bergesekkan dengan tanah itu terdengar. Seketika, Altheo memusatkan perhatiannya pada kereta kuda itu. Lambang bangsawan pada kereta kuda itu yang menarik perhatiannya.

‘Dia datang.’

Begitu kereta kuda berhenti, turun lah seorang anak laki-laki dengan rambut silver berkilau dan iris mata berwarna ungu yang terlihat senada dengan jas putih dengan beberapa corak dan permata ungu yang dikenakannya.

“Fenheir ....” gumam Altheo tak sadar.

Kaki itu melangkah menghampiri Zekiel, kemudian melakukan hal yang sama persis seperti apa yang Altheo lakukan sebelumnya; menyentuh dada seraya membungkukkan tubuhnya. “Selamat ulang tahun, Pangeran.” namun, nadanya terdengar lebih bersahabat.

Zekiel tersenyum, “Terima kasih, Helio Fenheir, benar?”

Seanne yang sedang menyamar sebagai saudara kembarnya──Helio itu telah menegakkan kembali tubuhnya dan mengangguk dengan tawa kecil. “Benar, saya Helio Fenheir.” dalam hati, Seanne mengutuk Count Fenheir yang membuatnya berbohong pada sang Pangeran. Mengabaikan hal itu, ia mengeluarkan sebuah kotak yang dibungkus rapi dengan kertas berwarna ungu dan pita berwarna emas yang diikat cantik. “Ini bukan lah apa-apa, Pangeran, tapi saya harap hadiah ini berkesan untuk Anda.”

“Sekali lagi, terima kasih, Helio Fenheir.” balas Zekiel dengan ramah.

Interaksi antara Zekiel dan Seanne tak luput dari pandangan Altheo. Ia mengamatinya seksama dalam diam bagaimana dua orang itu beramah-tamah hampir melupakan eksistensinya──

“Oh? Theo, kau masih di sini? Katakan, apa kau tak bisa jauh-jauh dari sepupumu ini, hm?” Zekiel menggodanya, membuat Altheo mendengus kecil.

“Salam, Tuan Altheo.” Seanne memberi salam, bentuk menghormati dan ya ... bisa dibilang cari muka. Ingatkan Seanne bahwa misinya nekat menghadiri pesta ulang tahun sang Pangeran yang dikhususkan untuk anak bangsawan laki-laki ini adalah untuk memperluas relasi Helio──seperti yang Count Fenheir inginkan.

Altheo menatapnya, dari ujung pantofel yang dikenakan hingga ujung rambut. “Ya.” dan hanya memberi tanggapan sesingkat itu.

Seanne spontan mendongakkan kepalanya, menatap lurus wajah angkuh yang ditunjukkan Altheo.

‘Cih, sombongnya!’

Zekiel terkekeh kecil, mencairkan suasana yang tiba-tiba saja terasa tak mengenakkan. Ia berujar, “Dia benar-benar kaku, 'kan, Helio Fenheir?”

Seanne mengalihkan pandangannya, memaksa senyum begitu bertatapan dengan Zekiel. “Ah, tidak apa-apa, Pangeran.” ucapnya, meskipun ia merasa jengkel.

Tak ingin berlama-lama di dekat orang angkuh itu, maka Seanne pun pamit undur diri untuk berbaur dengan yang lain sambil mencicipi hidangan yang disediakan. Tentu, Zekiel menyilakannya, ditambah kembali merekomendasikan pie susu padanya.

“Sepertinya Helio Fenheir terkejut dengan sikapmu itu, calon Duke masa depan.” tegur Zekiel.

Altheo tak langsung membalas. Manik matanya itu bergerak mengawasi objek yang bergerak ke sana dan ke mari menyapa satu persatu anak laki-laki yang juga tengah mencicipi hidangan pesta.

“Helio Fenheir, ya?”

Zekiel mengernyitkan dahinya, menyadari tingkah aneh sepupunya itu. Namun, ia membiarkannya, lagi pula Altheo memang sulit dimengerti jalan pikirnya. Terlebih ia kembali sibuk menyambut tamu-tamu undangan pesta ulang tahunnya yang baru datang dan memberi ucapan selamat langsung padanya.

Melihat Zekiel yang sibuk berbincang dengan putra seorang Baron, membuat Altheo memilih untuk pergi dari sana. Entah kenapa, kakinya justru melangkah ke arah meja-meja yang menghidangkan beraneka-ragam makanan ringan.

“Aku akan mengirimkan surat di musim semi nanti! Pastikan kau membalasnya, ya, Helio.”

Sosok berambut silver berkilau itu tersenyum sambil melambaikan tangan ketika teman mengobrolnya undur diri untuk menyapa anak lain. Setelah itu, ia kembali pada kesibukkannya──mengambil banyak kue ke piring kecil di tangannya. Kue muffin strawberry dan pie susu menumpuk di piringnya.

“Bukannya kau terlalu menyukai makanan manis?”

Altheo dapat melihat kedua bahu sempit itu yang berjengit kecil, mungkin terkejut dengan suara rendah Altheo yang kini berdiri tepat di belakang tubuhnya.

Sosok itu berbalik, matanya agak membulat ketika mendapati Altheo di hadapannya. Lantas, dengan ragu menjawab, “Apa menyukai makanan manis itu sebuah kesalahan?” ...atau, melempar kembali pertanyaan.

“Tidak.” Altheo membalas datar.

“Ya sudah, lalu kenapa Anda berkomentar?” sedetik kemudian, Seanne merutuki dirinya sendiri karena mengeluarkan kalimat dengan nada yang agak ketus itu kepada anggota Keluarga Loeyzen. Parahnya, ia adalah keturunan terakhir Loeyzen saat ini, yang berpotensi akan menjadi Duke di masa depan! Seharusnya, Seanne membantu Helio menjalin relasi baik dengannya.

‘Salahnya karena begitu angkuh dan menyebalkan!’

Satu alis Altheo terangkat naik, pun dengan segaris senyum tipis di bibirnya. “Kudengar kau memiliki saudari kembar.”

Seanne hampir saja tersedak ketika mendengar pertanyaan -yang mengalihkan topik- itu dari Altheo. ‘Kenapa tiba-tiba membahasku?!’ ia bertanya-tanya.

Seanne berdehem, “Ya, itu adalah benar. Kenapa Anda membahasnya?”

Masih dengan senyum tipis itu, Altheo menjawabnya, “Tidak, tapi kupikir ia pasti sangat mirip denganmu.”

“Tentu saja, kami kembar identik.” tanggap Seanne. Kemudian ia menggigit kue almond hingga memejamkan mata saking jatuh cinta dengan kue itu. ‘Tangan koki istana pasti diberkati! Mereka yang terbaik.’

Namun, kalimat selanjutnya dari Altheo berhasil membuat Seanne tersedak. Benar-benar tersedak sampai terbatuk karena kue almond yang lezat itu seperti tiba-tiba berhenti di kerongkongannya.

“Jika dia memotong rambutnya, pasti dia bisa menggantikanmu di sini.” begitu, kata Altheo sebelum akhirnya pergi meninggalkannya ketika Zekiel berseru mengajak mereka semua bermain sepak bola bersama.

‘APA SIH?!’ Seanne kesal. ‘Itu hanya omong kosong, 'kan? Tak mungkin ia menyadari jika aku bukan Helio.’

.

.

/ To be Continue /

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status