Beranda / Fantasi / KEHIDUPAN KEDUA SANG DUKE / 04. Pesta Ulang Tahun Pangeran

Share

04. Pesta Ulang Tahun Pangeran

Penulis: j-Taesyaa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-07 11:03:25

“Saya, Altheo Loeyzen mengucapkan selamat ulang tahun untuk Pangeran.” Altheo menyentuh dadanya seraya membungkukkan tubuhnya, memberi hormat pada sang tuan acara.

Bukannya suara tegas maupun kaku yang membalas, justru kikikan kecil menyapa indra pendengarannya. “Kau kaku sekali, Theo.”

Altheo menegakkan kembali tubuhnya, menatap lurus lawan bicaranya. Ingatannya masih cukup baik tentang sosok yang berdiri dengan balutan pakaian khas keluarga kerajaan. Ialah bintang hari ini, Zekiel De Sternhill. Seorang putra dari Raja Daveed dengan Ratu Roxy membuatnya otomatis memegang posisi sebagai Pangeran yang paling dekat dengan tahta.

“Aku terus memikirkannya. Kira-kira, apa yang sepupuku ini hadiahkan untuk ulang tahunku yang ke-12 ini, ya?” Zekiel tersenyum tipis, “Tapi, melihatmu datang saja ... wah, aku merasa bangga.”

Sejenak, Altheo memejamkan matanya, belum sepenuhnya terbiasa dengan keadaan yang mundur ke masa lampau ini ... seperti menonton sebuah pertunjukkan drama dua kali.

“Saya tidak tahu apakah Anda akan menyukai hadiah──”

“Aku akan menyukainya.” Zekiel menyela segera, “Karena sepupuku yang kaku ini yang memberikannya.”

Altheo menyunggingkan senyum tipisnya, “Suatu kehormatan untuk saya.” balasnya, seraya menyerahkan sebuah kotak dibalut kertas berwarna silver dan sedikit dekorasi di ujung kanannya.

Zekiel menerimanya dengan senang hati. Ia bahkan meminta pelayan untuk memisahkan hadiah dari Altheo agar langsung diletakkan di kamarnya.

“Kau harus mencoba pie susunya, Theo.” Zekiel berbisik.

“Sayangnya saya tidak terlalu suka makanan manis,” balas Altheo. Mengingat usianya ‘yang sebenarnya’, di pesta ... biasanya ia hanya akan meminum wine. Tapi, sekarang, usianya belum legal untuk mencicipi minuman keras itu.

Kepalanya bergerak menoleh ke kanan dan ke kiri, Altheo memendarkan pandangannya menyapu seisi hall megah ini.

“Kau mencari seseorang?”

Ya, seharusnya dia datang hari ini, 'kan?

Suara tapak kaki kuda dan roda yang berputar bergesekkan dengan tanah itu terdengar. Seketika, Altheo memusatkan perhatiannya pada kereta kuda itu. Lambang bangsawan pada kereta kuda itu yang menarik perhatiannya.

‘Dia datang.’

Begitu kereta kuda berhenti, turun lah seorang anak laki-laki dengan rambut silver berkilau dan iris mata berwarna ungu yang terlihat senada dengan jas putih dengan beberapa corak dan permata ungu yang dikenakannya.

“Fenheir ....” gumam Altheo tak sadar.

Kaki itu melangkah menghampiri Zekiel, kemudian melakukan hal yang sama persis seperti apa yang Altheo lakukan sebelumnya; menyentuh dada seraya membungkukkan tubuhnya. “Selamat ulang tahun, Pangeran.” namun, nadanya terdengar lebih bersahabat.

Zekiel tersenyum, “Terima kasih, Helio Fenheir, benar?”

Seanne yang sedang menyamar sebagai saudara kembarnya──Helio itu telah menegakkan kembali tubuhnya dan mengangguk dengan tawa kecil. “Benar, saya Helio Fenheir.” dalam hati, Seanne mengutuk Count Fenheir yang membuatnya berbohong pada sang Pangeran. Mengabaikan hal itu, ia mengeluarkan sebuah kotak yang dibungkus rapi dengan kertas berwarna ungu dan pita berwarna emas yang diikat cantik. “Ini bukan lah apa-apa, Pangeran, tapi saya harap hadiah ini berkesan untuk Anda.”

“Sekali lagi, terima kasih, Helio Fenheir.” balas Zekiel dengan ramah.

Interaksi antara Zekiel dan Seanne tak luput dari pandangan Altheo. Ia mengamatinya seksama dalam diam bagaimana dua orang itu beramah-tamah hampir melupakan eksistensinya──

“Oh? Theo, kau masih di sini? Katakan, apa kau tak bisa jauh-jauh dari sepupumu ini, hm?” Zekiel menggodanya, membuat Altheo mendengus kecil.

“Salam, Tuan Altheo.” Seanne memberi salam, bentuk menghormati dan ya ... bisa dibilang cari muka. Ingatkan Seanne bahwa misinya nekat menghadiri pesta ulang tahun sang Pangeran yang dikhususkan untuk anak bangsawan laki-laki ini adalah untuk memperluas relasi Helio──seperti yang Count Fenheir inginkan.

Altheo menatapnya, dari ujung pantofel yang dikenakan hingga ujung rambut. “Ya.” dan hanya memberi tanggapan sesingkat itu.

Seanne spontan mendongakkan kepalanya, menatap lurus wajah angkuh yang ditunjukkan Altheo.

‘Cih, sombongnya!’

Zekiel terkekeh kecil, mencairkan suasana yang tiba-tiba saja terasa tak mengenakkan. Ia berujar, “Dia benar-benar kaku, 'kan, Helio Fenheir?”

Seanne mengalihkan pandangannya, memaksa senyum begitu bertatapan dengan Zekiel. “Ah, tidak apa-apa, Pangeran.” ucapnya, meskipun ia merasa jengkel.

Tak ingin berlama-lama di dekat orang angkuh itu, maka Seanne pun pamit undur diri untuk berbaur dengan yang lain sambil mencicipi hidangan yang disediakan. Tentu, Zekiel menyilakannya, ditambah kembali merekomendasikan pie susu padanya.

“Sepertinya Helio Fenheir terkejut dengan sikapmu itu, calon Duke masa depan.” tegur Zekiel.

Altheo tak langsung membalas. Manik matanya itu bergerak mengawasi objek yang bergerak ke sana dan ke mari menyapa satu persatu anak laki-laki yang juga tengah mencicipi hidangan pesta.

“Helio Fenheir, ya?”

Zekiel mengernyitkan dahinya, menyadari tingkah aneh sepupunya itu. Namun, ia membiarkannya, lagi pula Altheo memang sulit dimengerti jalan pikirnya. Terlebih ia kembali sibuk menyambut tamu-tamu undangan pesta ulang tahunnya yang baru datang dan memberi ucapan selamat langsung padanya.

Melihat Zekiel yang sibuk berbincang dengan putra seorang Baron, membuat Altheo memilih untuk pergi dari sana. Entah kenapa, kakinya justru melangkah ke arah meja-meja yang menghidangkan beraneka-ragam makanan ringan.

“Aku akan mengirimkan surat di musim semi nanti! Pastikan kau membalasnya, ya, Helio.”

Sosok berambut silver berkilau itu tersenyum sambil melambaikan tangan ketika teman mengobrolnya undur diri untuk menyapa anak lain. Setelah itu, ia kembali pada kesibukkannya──mengambil banyak kue ke piring kecil di tangannya. Kue muffin strawberry dan pie susu menumpuk di piringnya.

“Bukannya kau terlalu menyukai makanan manis?”

Altheo dapat melihat kedua bahu sempit itu yang berjengit kecil, mungkin terkejut dengan suara rendah Altheo yang kini berdiri tepat di belakang tubuhnya.

Sosok itu berbalik, matanya agak membulat ketika mendapati Altheo di hadapannya. Lantas, dengan ragu menjawab, “Apa menyukai makanan manis itu sebuah kesalahan?” ...atau, melempar kembali pertanyaan.

“Tidak.” Altheo membalas datar.

“Ya sudah, lalu kenapa Anda berkomentar?” sedetik kemudian, Seanne merutuki dirinya sendiri karena mengeluarkan kalimat dengan nada yang agak ketus itu kepada anggota Keluarga Loeyzen. Parahnya, ia adalah keturunan terakhir Loeyzen saat ini, yang berpotensi akan menjadi Duke di masa depan! Seharusnya, Seanne membantu Helio menjalin relasi baik dengannya.

‘Salahnya karena begitu angkuh dan menyebalkan!’

Satu alis Altheo terangkat naik, pun dengan segaris senyum tipis di bibirnya. “Kudengar kau memiliki saudari kembar.”

Seanne hampir saja tersedak ketika mendengar pertanyaan -yang mengalihkan topik- itu dari Altheo. ‘Kenapa tiba-tiba membahasku?!’ ia bertanya-tanya.

Seanne berdehem, “Ya, itu adalah benar. Kenapa Anda membahasnya?”

Masih dengan senyum tipis itu, Altheo menjawabnya, “Tidak, tapi kupikir ia pasti sangat mirip denganmu.”

“Tentu saja, kami kembar identik.” tanggap Seanne. Kemudian ia menggigit kue almond hingga memejamkan mata saking jatuh cinta dengan kue itu. ‘Tangan koki istana pasti diberkati! Mereka yang terbaik.’

Namun, kalimat selanjutnya dari Altheo berhasil membuat Seanne tersedak. Benar-benar tersedak sampai terbatuk karena kue almond yang lezat itu seperti tiba-tiba berhenti di kerongkongannya.

“Jika dia memotong rambutnya, pasti dia bisa menggantikanmu di sini.” begitu, kata Altheo sebelum akhirnya pergi meninggalkannya ketika Zekiel berseru mengajak mereka semua bermain sepak bola bersama.

‘APA SIH?!’ Seanne kesal. ‘Itu hanya omong kosong, 'kan? Tak mungkin ia menyadari jika aku bukan Helio.’

.

.

/ To be Continue /

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • KEHIDUPAN KEDUA SANG DUKE   16. Keluarga Kecil Loeyzen

    ‘Ini ... dimana?’Gelap. Seluruh yang bisa ia lihat hanyalah kegelapan yang hampa. Sama sekali tak ada penerangan meski ia mencoba untuk menengok kesana dan kemari.“UHUK!!”“Akhh, sakit! Sakit sekali, tenggorokanku sangat sakit seperti terbakar.”“Ha ... menyesakkan.”“Pengkhianat!”“Cinta yang besar, dukungan, bahkan nyawa seseorang. Segalanya telah kuberikan.”“Tetapi kau membunuhku, sialan!”“Benci. Aku membencimu!”“Oh, Dewa Yang Agung, tolong biarkan aku membalaskan dendamku pada dia yang telah berkhianat padaku.Suara-suara yang familier itu terdengar lagi dan lagi. Terdengar menyakitkan namun juga penuh amarah.Ah, Altheo akhirnya mengingat siapa pemilik suara itu.Seanne De Fenheir.✦ㅤ✦ㅤ✦“Selamat pagi, Tuan Muda. Apa tidur Anda semalam nyenyak?”Altheo mengerjapkan matanya perlahan, membiasakan matanya yang telah terpejam berjam-jam dengan cahaya.Ia melihat seorang pelayan yang membuka gorden, membiarkan lebih banyak cahaya matahari memasuki kamar dan meneranginya. Pelayan i

  • KEHIDUPAN KEDUA SANG DUKE   15. Bertemu Orang Aneh

    Seanne memberikan gigitan terakhirnya pada sebuah manisan berwarna merah muda yang kini menjadi salah satu makanan yang ia sukai. Kemudian ia membersihkan sudut-sudut bibirnya, takut menyisakan remah makanan-makanan yang ia makan.Beberapa anak-anak yang lebih kecil dari mereka berlarian di sekitarnya, membuat Seanne terkejut. Helio dengan sigap menahan tangan kembarannya itu, takut bila Seanne terjatuh.“Hei! Kemari~ jangan kabur kau!”“Ayo kejar aku jika kau mampu~”“Dasar kau! Hahahaha.”“AKH JANGAN MENARIK HIASAN RAMBUTKU!”Mereka saling berkejaran dengan senyum yang lebar. Kemudian, suara omelan para ibu mulai terdengar meneriaki anak-anak mereka agar kembali dan tak pergi terlalu jauh.Seanne mendongak, menatap langit yang semakin menjingga, lalu beralih pada Helio di sisinya yang baru saja menghabiskan kue lembah persik yang dibelinya. “Lio, ayo kita pulang, hari kian sore.”Helio menoleh, lalu matanya menyorot tak rela. “Ya ... baiklah.”Setelah menghabiskan berjam-jam waktu un

  • KEHIDUPAN KEDUA SANG DUKE   14. Di Akhir Pekan

    Altheo tersenyum segaris saat ia mendapati sebuah surat yang datang kepadanya hanya satu saja. Tanpa membukanya pun ia sudah tahu, surat balasan siapa dari antara dua orang yang ia kirimi surat beberapa hari lalu.Maka, ia hanya menerimanya, lalu meletakkan surat itu begitu saja di meja. Tak berminat untuk membuka dan membacanya.✦ㅤ✦ㅤ✦“Maaf. Apa aku mengganggumu?” Duchess Wilonia yang baru saja masuk ke dalam ruang kerja suaminya itu tercengir kecil, nampak cerah sekali, sepertinya ia tengah membendung kesenangan.Duke Hardef tanpa ragu menutup buku catatan keuangan yang sedang diperiksanya itu dan bangkit dari duduknya. Langkahnya membawa ia pada Duchess, tangannya melingkar pada pinggang kecil itu. “Tidak. Tapi, ada apa, Nia? Kau sedang senang?”Semakin lebar lah senyuman Duchess Wilonia. Hardef Loeyzen tak akan berbohong atau menyangkal bahwa senyuman manis itu adalah candu untuknya dari waktu ke waktu. “Aku dengar surat balasan telah dikirimkan dari Keluarga Fenheir.”Duke Hardef

  • KEHIDUPAN KEDUA SANG DUKE   13. Surat Darinya

    “Kau tidak akan keberatan untuk berbagi pelajaran denganku, 'kan?”Pertanyaan──ah, itu bukan pertanyaan biasa, melainkan permintaan tersirat yang Seanne utarakan pada Helio.Sudah dikatakan, Seanne itu cerdas dan peka. Ia bukannya tak tahu jika sang ayah, Elcan Fenheir bersikap lebih baik kepada saudara kembarnya, Helio. Bukankah terlalu jelas? Helio mendapatkan segala yang jauh lebih baik darinya.Patriarki? Seanne berpikir begitu.Mulanya, ia tak peduli siapa yang akan ayahnya tunjuk untuk menjadi suksesor Keluarga Fenheir. Mulanya, Seanne mengerti jika anak laki-laki akan diutamakan untuk mendapatkan posisi kepala keluarga dan mewarisi gelar bangsawan. Ya, itu mulanya. Karena entah sejak kapan tepatnya ... Seanne mulai jengkel dan merasa tak senang karena gendernya menjadi poin minus di mata sang ayah.Pernah──tidak, tapi seringkali Seanne berpikir: ‘Bagaimana Ibu akan memperlakukan aku dan Lio?’. Dan tentu saja sampai kapanpun ia tak akan pernah mendapatkan jawabannya.Terhitung s

  • KEHIDUPAN KEDUA SANG DUKE   12. Pelajaran ‘Etiket’

    “Jari kelingkingmu, Lady,” Madam Laura menegurnya pelan. Tidak, tapi lagi-lagi Seanne mengulangi kesalahan yang sama.Dengan segera Seanne memperbaiki posisi kelingkingnya itu dan melanjutkan kegiatannya; menuangkan teh. Salah satu ajaran etiket bagi para lady. Teh kemudian mengucur dari mulut teko cantik itu dan mengisi penuh cangkir.Madam Laura tersenyum tipis, Seanne dapat menangkap raut ketidak-puasan di wajahnya. “Lady bisa mengulanginya sekali lagi, mungkin akan sempurna.”Meski enggan, namun Seanne tetap mengangguk dan melakukan pengulangan. Pelajaran etiket bangsawan ini telah dimulai sejak satu jam lalu, Seanne lelah dan muak. Entah kenapa ia seperti tak berbakat dengan hal-hal yang memang seharusnya seorang lady lakukan.“Ah ... bagus!” Madam Laura memuji ketika ia lihat kali ini Seanne menuangkan teh dengan baik, tak mengulang kembali kesalahannya. “Hanya saja jemari Lady seperti masih kaku? Lady bisa terus berlatih.”“Baiklah, Madam.” Seanne menanggapinya.“Kemudian, berik

  • KEHIDUPAN KEDUA SANG DUKE   11. Perubahan Altheo

    Pintu dengan ukiran-ukiran corak yang khas itu terbuka, cahaya dari luar menyelinap masuk sepersekian detik sebelum pintu kembali ditutup. Pantulan cahaya rembulan membuat bayangan mengiri langkah anggunnya.Duchess Wilonia baru saja memasuki kamarnya bersama sang suami. Sementara suaminya, Duke Hardef yang sebelumnya memandang langit malam itu membalik diri, menatap sang istri yang telah dibalut gaun tidurnya, kemudian melangkah mendekat.Dua insan yang telah terikat oleh janji suci pernikahan itu bertemu, saling melepaskan rindu dari tatapan teduh keduanya.“Aku merindukanmu, Nia ....” Duke Hardef berucap rendah, seraya ia menyembunyikan wajahnya diceruk leher Duchess Wilonia.Duchess Wilonia tersenyum, tangannya menggenggam kembali tangan Duke Hardef, merasakan kehangatan dari sana. “Kau baik-baik saja bersama anak kita, 'kan?”“... Mungkin?” Duke Hardef menyahut tak yakin. “Jangan tersinggung, tapi anak kita sepertinya ada sesuatu, dia tak seperti biasanya.”“Melihatnya menangis p

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status