Share

06. Kunjungan Tiba-Tiba

Seanne hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya ketika mendapati saudara kembarnya itu menyelinap masuk ke dalam kamarnya dengan sekantung cookies dan kue-kue kering lain, walaupun ini sudah larut malam.

“Bibi Lye pasti akan menegurmu besok karena kue di dalam toples berkurang banyak.”

Namun, Helio tak ambil pusing. Ia naik dan mendudukkan dirinya di tepi ranjang Seanne dan membuka kantung kue itu lalu menyodorkannya pada kembarannya.

Seanne tak menolak, ia mengambil satu cookies dan memakannya. “Ayah juga bisa memarahimu karena menyelinap ke kamarku tengah malam saat kondisimu belum terlalu baik.”

“Aku tidak peduli.” kali ini, ia menyahut kesal.

Seanne mengernyit, “Kau marah?”

Helio menghela napas, lantas menatap Seanne tepat pada matanya, membuat iris ungu mereka saling bersitatap. Lama-lama, Seanne dapat melihat mata itu digenangi air, siap tumpah bila Helio mengedipkan matanya sekali.

“Aku khawatir denganmu,”

Seanne terkekeh kecil, “Tidak perlu. Pestanya seru dan aku menyamar dengan baik. Aku-yang-menjadi-kau memiliki banyak teman. Mungkin besok akan ada banyak pesan datang──”

“Sea.” Helio memotong kalimatnya. “Bagaimana kakimu bisa terkilir?”

Kembali, Seanne terkekeh. “Hmm, sepertinya kau harus mendengarkan cerita panjangku.”

“Ya, bercerita lah.” Helio menanggapinya cepat.

“Kakiku terkilir saat bermain sepak bola dengan tim Pangeran Zekiel. Anak Count wilayah Barat itu ... astaga, dia mengulurkan kakinya dan membuatku jatuh.” Seanne memulai ceritanya. “Sebelumnya, kau harus bangga denganku. Aku mengalahkan tim Altheo Loeyzen hingga bisa maju melawan tim Pangeran Zekiel.”

“Apa itu penting?” sungut Helio jengkel. “Jadi, anak Count Diarem yang membuatmu begini??”

Seanne mengangkat bahunya acuh, “Entah ia sengaja atau tidak, tapi ... bukan kah ia memperlihatkan minus dirinya pada Pangeran?” ia tersenyum, terlihat menyebalkan di mata Helio.

“Aku ingin membalasnya untukmu.” gumam Helio kecil, namun Seanne masih bisa mendengarnya jelas.

“Jangan membuat usahaku untuk mencari muka hari ini sia-sia,” tegur Seanne. Punggung tangannya terangkat untuk menyentuh kening Helio, “Kau sudah tidak panas lagi, ya.”

Helio lantas merengek, “Kalau begitu, besok aku akan masuk kelas etika sendiri tanpamu? Aku tak mau!”

“Lio──”

“Sea, biarkan aku tidur di sini malam ini bersamamu.”

Seanne tanpa ragu menganggukkan kepalanya dan bergeser untuk memberi bagian dari ranjangnya pada Helio, “Asal kau tidak menendang kakiku.”

Helio mengerucutkan bibirnya, “Mana mungkin!” balasnya. “Apa pestanya seseru itu?”

“Seru, kok. Makanan di sana banyak dan enak-enak,” Seanne sengaja menceritakan hal itu, karena ia tahu ... hal itu yang akan membuat Helio cemburu dengannya.

“Tentu saja, koki kerajaan pasti yang terbaik.” Helio menyahut kesal. Ia menyesal tidak bisa datang ke pesta sang Pangeran dan mencoba segala hidangan enak itu dengan lidahnya sendiri.

“Tahun depan pastikan kau sehat di hari ulang tahun Pangeran.” ucap Seanne.

Helio tak menjawabnya. Ia berhambur memeluk Seanne, “Terima kasih, Sea.”

“Kau manja sekali, ya.” Seanne berkomentar. Meski begitu, ia memeluk balik tubuh saudara kembarnya itu.

“Bukan kah seharusnya kau membalas dengan ‘sama-sama’?” Helio menyeletuk.

Seanne merekahkan senyumnya, “Sama-sama, Lio.”

“Sea, aku belum mengantuk. Ceritakan apa saja yang kau lakukan di pestanya.”

Satu alis Seanne terangkat, “Seperti mendongeng untukmu?”

“Bukan! Kau, 'kan hanya berbagi cerita.”

“Hahaha, baik lah.”

✦ㅤ✦ㅤ✦

Sinar matahari yang hangat menyelinap ke dalam kamar Seanne yang didominasi oleh warna putih dan krem itu. Serta kicauan burung yang hinggap di balkon kamarnya itu berhasil membangunkan sang empunya kamar dari tidur lelapnya.

Hari ini, Seanne bangun lebih lambat, ia kesiangan bahkan melewatkan sarapan bersama dengan ayahnya dan Helio.

Oh, tunggu!

Seanne menoleh ke sisi ranjangnya dan mendapatinya kosong tetapi telah tertata rapi. Tidak mungkin Helio tidur seperti patung tanpa pergerakan sedikit pun yang membuat sprai ranjangnya tak kusut sama sekali. Pasti seorang pelayan telah merapikannya.

Ia memegang tengkuk dan pundak bergantian. Terasa pegal. Jelas saja, kemarin ia naik kereta kuda ke istana dan duduk diam menghabiskan berjam-jam perjalanan jauh yang harus ditempuh, berlarian ke sana dan ke sini mengejar bola juga. Melelahkan.

Cklek!

Seanne menoleh, dilihatnya seorang pelayan yang ia kenal masuk sambil membawakan makanan di tangannya. “Lady ... saya pikir, Lady memelukan banyak istirahat dan akan kurang nyaman bila makan di ruang makan, maka saya membawakan makanan ke kamar Lady.” jelas pelayan itu sopan.

Senyum tipis terukir di bibir Seanne, ia merubah posisi duduknya segera. “Terima kasih telah membuatku lebih nyaman. Memang benar, kakiku masih sakit dan tubuhku kelelahan.” balasnya.

Makanan dihidangkan di meja beroda yang tingginya seperut Seanne yang duduk di ranjang. Tanpa berlama-lama, ia menikmati sarapan──makan siangnya. Ia bersyukur pelayan itu lebih banyak membawakan daging daripada sayuran-sayuran hijau yang membuat Seanne muak.

Sambil mengunyah daging asap kesukaannya, mata Seanne memandang ke luar jendela kamarnya. Sejurus kemudian ia mengernyit kecil, “Ada kereta kuda bangsawan, ya?” gumamnya. Namun, ia teringat sesuatu, lantas bertanya pada pelayan yang setia menungguinya. “Apa Helio kedatangan tamu?”

Pelayan itu mengangguk, membuat senyum bangga Seanne merekah. “Coba kita lihat, siapa yang datang?”

“Tuan Altheo Loeyzen, Lady. Beliau juga menyampaikan keinginannya untuk bertemu dengan saudari kembar Tuan Helio.”

“Ah? Ya ampun, putra seorang Duke yang pertama berkunjung──” Seanne mematung, seketika potongan daging itu berhenti di depan mulut Seanne yang siap melahapnya. Otaknya seperti tengah memuat sebuah data penting. Hingga gebrakan di mejanya mengagetkan sang pelayan. “ALTHEO LOEYZEN, KATAMU?”

Pelayan itu mengangguk, lantas membuat Seanne kalang kabut. “Dan meminta bertemu denganku juga??”

Kembali, pelayan itu menganggukkan kepalanya.

Lupakan aroma daging asap yang menari-nari menggoda hidung dan pasukan di dalam perutnya. Bahkan, Seanne tak peduli jika terdapat jejak saus tertinggal di sudut bibirnya. Ia menggigiti kuku ibu jarinya, berpikir keras, “Tapi, masa aku menemuinya dengan penampilan seperti ini ...?” gumamnya. Tentu saja yang Seanne maksud adalah rambut pendeknya yang dipotong menyerupai rambut Helio. Kalau Tuan Muda Loeyzen itu melihatnya, ia pasti seperti melihat dua Helio dengan matanya itu.

Seanne mengerang keras.

“Bantu aku bersiap.”

.

.

/ To be Continue /

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status