Share

BAB 5

"Ya sudah, kalau begitu, ayo ungkap saja. Siapa sebenarnya, yang telah membikin vidio ini?" Mereka semua berteriak, seakan sudah tidak sabar mengetahui siapa sebenarnya yang melakukannya.

"Baiklah, sebenarnya, yang telah membikin vidio itu, adalah ... aku sendiri!" Aku mengakui, kalau akulah yang sebenarnya membuat vidio itu.

Mereka yang hadir pun langsung melongo, seakan tidak percaya, dengan apa yang mereka dengar. Namun ada pula yang geleng-geleng kepala, serta menghujat Mas Bagas serta Ratna.

Setelah apa yang aku utarakan, Mas Bagas dan Ratna malah saling pandang. Mereka mungkin tak percaya, dengan apa yang aku ucapkan. Mereka mungkin berpikir, dari mana aku mendapat Vidio, tentang mereka berdua.

"Baiklah, akan aku beritahu alasanya, bagaimana aku sampai membuat Vidio ini." Aku menghela napas terlebih dulu, kemudian melanjutkan ceritaku.

"Saat itu aku datang ke kantor, dengan niat membawakan makan siang, kesukaan pria yang ada di vidio itu. Aku sengaja tidak menelpon sekretarisnya, karena ingin memberi kejutan kepadanya."

"Tetapi aku beruntung, karena tidak menelpon terlebih dulu. Sehingga mendapatkan bukti, tentang perbuatan mereka berdua tanpa sepengetahuanku."

"Datang ke kantor, dengan niat ingin memberi kejutan, namun apa yang aku dapatkan, justru aku malah terkejut, dengan perbuatan mereka. Aku, sebenarnya mengharapkan ucapan terima kasih dari mulut kekasihku."

"Namun bukanlah sebuah ucapan terima kasih, yang aku dapatkan, tetapi bukti akan sebuah penghianatan, yang dilakukan mereka berdua." Aku berkata panjang lebar, membeberkan semua yang aku ketahui. Aku pun, kemudian menunjuk Mas Bagas dan juga Ratna.

Aku menyeka air mata, yang tiba-tiba jatuh dari kedua mataku. Rasa sesak di dada pun, kini muai menghilang. Dada ini merasa plong, setelah mengungkapkan beban yang aku rasa. Kemudian aku pun melanjutkan ucapanku.

"Ternyata, mereka berdua berstatus sepasang kekasih, saat si perempuan yang bernama Ratna menjodohkanku dengan pacarnya yang bernama Bagas tersebut. Mereka berdua, sengaja melakukan semua itu karena berniat ingin menguasai, harta benda keluargaku, seperti yang terucap di vidio tadi.

"Jadi, vidio yang kalian tonton tadi, itu real. Bukannya hoax  seperti yang pria itu bilang." Aku mengakhiri ucapanku, sambil menunjuk kedua orang yang kini menjadi bullyan para tamu undangan. 

"Jadi, ini gimana? Pernikahannya batal, apa lanjut Pak Syamsul?" Penghulu kembali bertanya kepada Papaku.

"Tapi, Pah. Mas Bagas, itu 'kan sudah jelas-jelas bukan pria yang baik. Ia, hanya menginginkan harta kita saja. Masa iya, Papa tega nikahin aku, sama pria macam itu?" Aku bertanya, kepada Papa.

"Bagaimana, kehidupan rumah tanggaku nanti, kalau semua itu terjadi? Rumah tanggaku, hanya akan dipenuhi dengan kesengsaraan lahir batin." Aku berkata, panjang lebar karena tidak setuju, dengan keputusan Papa tersebut.

"Siapa bilang, kalau Papa mau nikahi kamu, sama si br*ngs*k itu?" tanya Papa, sambil menunjuk muka Mas Bagas. Ucapan Papa, membuat aku menjadi heran, serta bertanya apa maksud perkataan Papa itu.

"Terus, maksud Papa, aku mau dinikahkan sama siapa? Jangan ngaco, dong Pah, aku enggak mau nikah, sama orang yang belum aku kenal." Aku menolak, keinginan Papa. Aku juga meminta, supaya Papa tidak menikahkanku dengan orang asing.

Semua yang hadir pun pada bengong, dengan apa yang diucapkan Papa. Mereka pun sama sepertiku, merasa kaget mendengar keinginan Papa, melanjutkan pernikahan ini. Mereka saling bertanya, siapakah orang yang akan menggantikan pengantin prianya?

Jangan tanya, aku karena aku pun tidak tahu.

"Andre ... kamu mau 'kan Nak, menikah dengan anak Om? Kamu itu 'kan sudah dewasa, serta sudah mapan. Kamu lebih pantas, menyandang status menantuku, jika harus dibandingkan dengan si Bagas itu." Papa bertanya kepada Andre, mau atau tidak menikah denganku.

"Andre, bukankah kamu petnah bilang, kalau kamu sedang mencari calon istri? Mungkin, ini saatnya buat kamu untuk melepas status lajang," ucap Papa, sambil memegang kedua pundak Andre, dengan kedua tangannya.

"Kamu udah siap 'kan, Nak Andre, buat menjaga putri Om satu-satunya ini? Hanya kamulah, orang yang Om percaya untuk mendampingi putri Om. Tolong jaga Anisa, sayangi serta lindungi dia. Bimbing dia kejalan yang benar, kalau pun ada sifatnya yang kekanakan, kamu tolong maklumi. Mungkin, sifatnya seperti itu karena ia kurang kasih sayang seorang Ibu." Papa panjang lebar berkata, meminta  Mas Andre untuk menerimaku sebagai istrinya. Ia bahkan menceritakan semua kekuranganku, kepadanya.

"Enggak bisa gitu, dong, Om! 'Kan di undangan sudah tertulis jelas, kalau Bagas dan Anisa yang bakal jadi mempelai. Masa iya, nikahnya malah sama Andre, yang notabene tidak ada sangkut pautnya. Itu enggak adil, Om. Itu semua  merugikan saya. Namanya baik, serta harga diri saya merasa terinjak," ucap Mas Bagas tidak terima.

"Apa yang membuat kamu merasa rugi, Bagas? Bukankah, semua biaya pernikahan ini, saya yang tanggung? Apa karena kamu, gagal nikah sama Anisa? Sehingga, gagal pula untuk mengambil harta saya. Itu'kan yang membuat kamu merasa rugi?" Papa bertanya, kepada Mas Bagas, apa yang di maksud rugi olehnya.

Papa berkata dengan nada tinggi. Nada suaranya pun, sampai naik satu oktaf. Seperti itulah sifat Papa, kalau ada keluarganya yang diusik. Dia akan baik jika orang itu baik, dan akan lebih jahat jika dijahatin. Kata bijak mengatakan 'baikku jangan ditanya, tetapi jahatku boleh coba.

"Lebih baik, kalian pergi! Sebelum saya bawa, kasus ini ke jalur hukum." Aku menyuruh kedua benalu itu, untuk segera pergi dari hadapan kami.

"Silakan, kalian pergi! Sebelum saya berubah pikiran. Kalian berdua juga harus ingat, jangan pernah mendekati anak saya lagi. Siapa pun, yang berani menyakiti anak saya. Maka kalian harus berhadapan dulu dengan saya." Papa memberi peringatan kepada mereka berdua, supaya menjauhiku.

Papa juga mengingatkan, kepada siapa pun, supaya tidak seenaknya menyakitiku. Papa pun mengusir kedua benalu itu, sambil menunjuk pintu keluar.

"Ayo, Mas, kita pergi saja dari sini. Daripada, nanti kita di penjara," ajak Ratna. Ia mengajak Mas Bagas untuk segera pergi, dari ballroom hotel bintang lima milik Papa ini.

Mas Bagas pun, akhirnya menuruti ajakan Ratna. Mungkin, ia takut jika nanti akan di penjara, kalau sampai mereka tidak segera pergi. Mereka pun melangkah keluar, meninggalkan kami.

Namun, baru dua langkah mereka berjalan, aku menghentikan langkah mereka. Aku sengaja, menyuruh mereka berhenti karena masih ada, yang mau dibicarakan olehku.

"Kalian berdua, berhenti!" seruku. Aku memerintahkan mereka, supaya berhenti.

Bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status