"Ada apa, Anisa, sayang? Apa kamu sudah berubah pikiran?" tanya Mas Bagas.
Mas Bagas, sudah kegeeran karena aku menghentikan mereka. Mas Bagas mengira, kalau aku menyuruh mereka berhenti karena aku telah berubah pikiran. I am sorry, Mas Bro, itu tidak akan pernah lagi terjadi padaku. Karena aku sudah tidak sudi jika harus terus bersama dengannya."Nisa, maafin semua kesalahan, Mas, ya! Mas, berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Mas, menyesal, Anisa. Jika kamu meminta kepada, Mas, supaya Mas memutuskan Ratna. Mas akan lakukan semua permintaanmu itu, Nisa. Asalkan kamu bisa kembali lagi kepada, Mas." Mas Bagas memelas meminta maaf kepadaku, kalau ternyata ia tidak mau putus denganku.Dia bahkan berkata, kalau dia rela meninggalkan Ratna hanya demi aku. Padahal dulu dia jelas-jelas menghinaku, di hadapan kekasihnya itu. Mas Bagas berharap, kalau aku akan memintanya kembali. Padahal, bermimpi kembali padanya pun, aku sudah tidak sudi lagi. "Mas, kok, kamu ngomongnya begitu sih? Kenapa kamu malah lebih memilih si Anisa, ketimbang mempertahankan hubungan denganku? Mas, kamu harus ingat dong, apa yang selama ini telah aku berikan sama kamu! Bahkan lebih berharga, dari kekayaan yang dimiliki keluarga Anisa. Aku telah memberikan segalanya demi dirimu, Mas. Kamu harus ingat semua pengorbananku itu," ungkap Ratna. Ia berkata kepada Mas Bagas, bahwa ia tidak terima jika Mas Bagas mau kembali kepadaku dan meninggalkannya."Sorry ya, Mas, Ratna. Aku meminta kalian berdua berhenti, bukan untuk memintamu kembali, Mas. Tidak ada niatan, dalam hatiku untuk kembali padamu, Mas. Sudah cukup kamu menorehkan luka padaku, bahkan semua itu tidak akan pernah bisa aku lupakan. Sekali lagi aku ingatkan kepadamu, Mas. Kamu jangan pernah bermimpi, kalau kamu mau kembali lagi kepadaku! Apalagi sampai berpikir, kalau aku akan memintamu kembali. I am sorry, Mas bro!" ucapku. Aku menolak ajakan Mas Bagas untuk kembali, sebab aku sangat muak kepadanya.Sampai kapan pun, aku enggak akan pernah sudi menerima penghianat dalam hidupku. Biarpun mereka bersimpuh di kakiku, tetapi hatiku tidak akan mudah luluh. Luka hati yang diberikan Mas Bagas dan Ratna, mampu membuatku menjadi seorang perempuan yang tegas dalam pendirian."Kalau memang niat kamu, hanya mau berbicara seperti itu. Buat apa kamu sampai meminta kami berhenti, Anisa? Buang-buang waktu saja," ujar Ratna."Ratna, aku meminta kalian berhenti, hanya mau mengingatkan kamu! Mulai saat ini, kita berdua bukan lagi sahabat ataupun teman. Kamu tidak perlu lagi menghubungiku, ataupun datang kerumahku. Paham kamu," terangku. Aku menerangkan kepada Ratna, tentang apa maksud ucapanku menyuruh mereka berhenti."Terima kasih, Ratna. Karena selama ini, kamu telah menjadi teman sekaligus sahabatku. Walaupun semua itu, kamu lakukan hanya demi modus kepadaku. Mulai detik ini, aku tidak lagi mau mendengar, kalau kamu meminta bantuku dalam hal apapun. Ingat itu, Ratna!" timpalku. Aku memperingatkan Ratna, bahwa kini hubungan kami, bukan lagi sebagai seorang sahabat."Baiklah, jika itu maumu, Anisa. Akupun tidak akan sudi lagi, menganggap kamu sebagai sahabatku. Karena dari dulu, aku tidak pernah menyukaimu. Kalau bukan karena ingin memanfaatkanmu, dari dulu aku tidak sudi berteman denganmu. Aku mendekatimu, hanya karena aku ingin hidup tercukupi. Namun, semuanya kini telah terbongkar, jadi aku tidak akan berpura-pura lagi di hadapanmu." Ratna terang-terangan mengakui, kalau dia itu berteman denganku bukan karena tulus, tetapi karena modus.Rupanya selama ini, Ratna tidak pernah menyukaiku sebagai temannya. Dia mendekatiku, hanya karena ingin memanfaatkanku. Miris benar nasibku, memiliki teman hanya ingin memanfaatkan diriku saja."Kamu itu perempuan bodoh, Anisa. Kamu mau saja, diperbudakan olehku dan juga Mas Bagas. Kamu terlalu naif jadi orang, makanya kamu mudah untuk di manfaatkan. Kamu juga menerima, Mas Bagas sebagai kekasihmu, tanpa mau mengetahui asal usulnya dulu. Bodoh kamu , Anisa, dasar perempuan bodoh! Mulai detik ini aku tidak akan membiarkan perempuan mana pun, merebut Mas Bagas dariku termasuk kamu, Anisa. Jangankan untuk merebutnya dariku, kalian tidak akan membiarkanku pergi. Ingat itu!" ucap Ratna panjang lebar, ia malah balik mengancamku.Bersambung..."Ya sudahlah, Mas, ayo kita pergi! Nggak ada gunanya lagi, kita berlama-lama disini. " Ratna mengajak Mas Bagas untuk pergi.Tetapi sebelum mereka benar-benar pergi, aku segera menyuruhnya untuk tetap di tempat semula. Aku masih belum selesai bicara, masih ada hal yang ingin aku sampaikan lagi kepada mereka."Tunggu, kalian jangan pergi dulu! Aku belum selesai bicara, dasar pasangan tidak tahu etika! Kalian, jangan pernah meninggalkan tempat ini, sebelum aku perintahkan! Kalian berdua paham?" tanyaku. Aku meminta mereka, supaya tetap di tempat. Karena aku masih ada pembicaraan yang belum selesai."Apalagi sih, Anisa? Bukannya tadi kamu, yang menyuruh kami untuk segera pergi? Kenapa sekarang kamu malah melarang kami pergi?" Ratna bertanya kepadaku, ia juga malah membalikan semua ucapanku.Ratna, sekarang berubah menjadi sangat sinis, jika sedang berbicara denganku. Sangat berbeda dari biasanya, dulu ia selalu lemah lembut dala
"Kenapa kamu bilang begitu, Anisa? Apa kamu tidak menyukaiku? Padahal aku ini pria baik-baik lho, Nia. Berbeda sekali dengan mantan pacarmu tadi," ujar Mas Andre."Iya, Nis, kenapa kamu menolak Nak Andre? Apa alasan kamu menolak dia?" tanya Papa."Karena Mas Andre galak, Pah. Pasti kalau nanti kami sampai menikah, setiap hari aku akan dikasarin terus sama dia, Pah! Makanya, Anisa nggak mau nikah sama, Mas Andre. Pah, nggak usah dilanjut ya nikahnya! Biar nanti, Anisa sendiri yang mencari calon suami buat Anisa." Aku menolak keinginan Papa, aku pun meminta Papa, supaya membatalkan niatnya itu.Aku tidak mau, kalau sampai nanti setelah menikah. Rumah tangga kami berdua, hanya akan dihiasi dengan pertengkaran. Karena tidak didasari rasa cinta, yang tumbuh di dalam hati sanubari kami berdua."Anisa, sudah sejak lama Papa mau menjodohkanmu dengan Nak Andre, tetapi waktu itu kamu bilang sudah ada, Bagas. Makanya, Papa menurut
"Sah ...," ucap mereka serempak."Alhamdulillah," ucap Pak Penghulu. Kemudian, beliau melanjutkannya, dengan doa.Setelah itu, Mas Andre membaca sighat taklik pernikahan. Kemudian dilanjutkan dengan acara yang lainnya, serta di susul dengan acara resepsi pernikahan. Alhamdulillah, acara pernikahanku pun berlangsung khidmat dan lancar. Rupanya, mas kawin yang diberikan Mas Andre kepadaku. Tadinya untuk kado untukku, tetapi sekarang ia alih fungsikan, dengan menjadikan sebagai mas kawin untukku. Acara resepsi pernikahan, yang digelar pun dengan begitu mewah dan meriah. Walaupun kini berganti mempelai pria, tetapi semuanya tetap berjalan dengan lancar."Bu Anisa, Pak Andre selamat ya. Semoga kalian berdua, menjadi keluarga yang samawa." Mirna, mengucapkan selamat, kepadaku, saat acara resepsi berlangsung."Iya, Mirna, terima kasih ya," sahutku."Iya, Bu. Maafkan saya ya, Bu! Karena, saya telah menutupi kejahat
Saking capeknya, sehingga rasa kantuk datang begitu cepat. Tidak terasa aku pun terlelap, walaupun hanya tidur di sofa.Saat dalam tidur, aku bermimpi. Aku bertemu dengan seorang pangeran berkuda. Ia menjadikanku istrinya, aku diperlakukan seperti seorang putri raja. Ia begitu lembut, memperlakukanku. Sang Pangeran, meletakkanku ke atas kasur, yang sangat empuk dan juga indah . Ia pun mengecup keningku, hati ini merasa bahagia mendapat perlakuan romantis dari sang pangeran. Berbeda sekali, dengan kenyataannya. Aku, malah bersuamikan Mas Andre, yang menurutku paling jutek di dunia. Dia tidak memberikan keromantisan untukku, seperti yang Pangeran kakukan dalam mimpiku.*****"Aa ... aa ... a," jeritku, saat aku membuka mata saking kagetnya.Bugh!"Aduh," kataku. Aku mengaduh, saat sebuah bantal
"Maaf ya, Mas, kalau membuatku menunggu lama," sahutku.Kemudian, kami pun shalat subuh berjamaah. Ternyata, Papa memang tidak salah dalam memilihkanku suami. Ia, seorang yang taat akan agamanya, walaupun sifatnya selalu jutek padaku. Mungkin semuanya ini butuh proses untuk kami, supaya kami bisa menjadi suami istri yang romantis. *****"Mas, aku izin sama kamu, aku mau pergi ke kamar Papa dulu ya! Aku mau bangunin Papa, barangkali saja Papa masih tidur karena kecapekan." Aku meminta izin kepada Mas Andre untuk membangunkan Papa."Nisa, kenapa kamu mesti nyamperin ke kamar, Papa? Kenapa, nggak bangunin Papa lewat telepon aja? Kamu mah segalanya di bikin ribet," ucap Mas Andre, ia juga bertanya alasannya kenapa aku mesti nyamperin Papa kekamarnya."Nggak, Mas, lebih baik aku s
"Iya, Nis. Ayo kita pergi ke kamarmu, sebab Papa mau pamit sama suamimu," sahut Papa, sambil menutup pintu kamarnya, kemudian mengajakku kembali ke kamarku.Aku dan Papa pun berjalan menuju kamarku, yang tidak berada jauh dari kamar Papa. Hanya perlu berbelok saja. Kami berdua berjalan berdampingan. Aku berjalan, sambil bergelayut manja di tangan Papa, kepalaku pun aku senderkan ke pundaknya Papa. Perlakuan seperti itulah, yang selalu membuatku nyaman, bila sedang bersama Papa.Aku memang sangat manja kepada Papa. Makanya, Mas Andre selalu bilang, kalau aku adalah seorang anak manja, yang hanya bisa berada di bawah ketiak Papa. Aku hanya memiliki Papa, jadi aku hanya bisa bermanja kepadanya. Andai Mama belum meninggal, mungkin aku juga akan manja kepada Mamaku."Nis, kamu yang baik ya, ladenin suamimu. Ia adalah imammu sekarang," pesan Papa, saat kami menuju kamarku."Iya, Pah, tapi Mas Andrenya saja yang suka n
Mendengar perkataan, Mas Andre dan Papa membuatku kesal dan juga malu. Saking kesalnya, aku pun tidak lagi berkata apapun. Aku tidak ikut berkomentar, dengan apa yang sedang dibahas Papa dan Mas Andre.'Ih lagian salah, Papa juga. Kenapa dia nikahin aku sama manusia dingin dan jutek macam begini? Coba kalau Papa cari orangnya yang lebih seru, mungkin akan asyik menikmati malam pertama tadi. Ini boro-boro berbuat yang asyik-asyik, tapi Mas Andre malah bikin aku naik darah melulu. Bagaimana aku mau punya anak, kalau suaminya saja jutekin aku melulu,' gumamku."Ya sudah, Papa pergi dulu ya! Kalian baik-baik di sini, yang akur-akur ya, biar cepet punya dede bayi." Papa pamit, sambil kembali berpesan tentang keinginannya untuk memiliki cucu."Iya, Pah. Papa nggak usah khawatir, Andre akan menjaga Anisa kok, Pah." Mas Andre menyahut ucapan Papa.Setelah pamit, Papa pergi dari kamar kami. Mas Andre pun, kembali memainkan
"Cantik," lirihnya, ucapan Mas Andre hampir saja tidak terdengar olehku saking pelannya."Apa, Mas, kamu barusan bilang apa?" Aku bertanya kepada Mas Andre, barangkali saja telingaku salah mendengar, dengan apa yang diucapkan oleh suamiku itu."Oh, ng ... nggak kok, aku nggak bilang apa-apa. Kamu salah dengar kali, Nis. Sudah ah, ayo kita turun mumpung masih pagi! Setelah sarapan, nanti sekalian kita jalan-jalan ketaman," ajaknya.Mas Andre pun mengajakku untuk yang kedua kalinya, tapi menurutku ada yang aneh, dengan nada bicaranya. Ia tidak sejutek dan sesinis seperti tadi, malahan kedengarannya terasa lembut di telingaku.Setelah mengajakku, Mas Andre pun duluan melangkah, kemudian aku mengekorinya dari belakang. Namun, setelah berada di luar, ia memintaku untuk menggandeng tangannya. Rasanya aneh banget, dengan permintaannya ini. Biasanya juga ia selalu mengejekku, tapi kali ini Mas Andre malah memintaku, supay