Share

4. Empat

KEJUTAN UNTUK SUAMIKU 4

"Aku tidak percaya kalau kamu hamil, Dek. Sudahlah jangan terlalu berharap berlebihan agar tidak kecewa. Lebih baik kamu menerima Anisa sebagai madu dan berharap agar ia segera punya anak dan kamu bisa menjadi ibunya juga." Mas Rey kembali meraih tanganku.

"Tidak, Mas. Aku tetap mau minta pisah dari kamu meskipun aku harus membesarkan anak ini seorang diri." 

"Ulfa hentikan khayalanmu yang terlalu tinggi itu. Aku khawatir kamu kenapa-napa jika terus berharap bisa hamil padahal tidak. Seandainya kemarin aku izin dulu sama kamu sebelum menikahi Anisa pasti tidak akan seperti ini kejadiannya." Mas Rey menunduk.

"Aku tidak peduli kamu mau percaya atau tidak dengan kehamilanku ini. Yang pasti aku akan tetap minta pisah," ucapku tegas.

"Kamu yakin mau pisah sama aku? Memangnya ada yang masih dengan wanita mand*l sepertimu?" tanya Mas Rey. Kata-kata itu seperti busur panah menghujam jantungku, menyakitkan. 

Dadaku bergemuruh mendengar ucapan Mas Rey itu. Ini untuk pertama kalinya ia mengataiku man*ul semenjak kami menikah, bahkan sejak ia tahu aku punya penyakit. Sekalipun ia tidak pernah mengucapkan kata yang dapat membuat wanita sakit hati itu.

Kenapa ia dengan mudah mengatakan itu. Sakit, Mas. 

"Aku bukan wanita mand*l, Mas!" ucapku dengan nada tinggi.

"Terus kalau bukan man*ul apa bagi seorang wanita yang tidak punya anak?" Tiba-tiba mama mertua  datang bersama seorang wanita yang kemarin di samping Mas Rey saat di pelaminan.

"Mama?" Aku melongo melihat mama mertua yang datang tiba-tiba.

"Kamu rela untuk dimadu, kan, Ul?" tanya mama.

"Aku tidak mau, Ma," jawabku lantang.

"Kamu harus mau karena mereka sudah menikah," ucap Mama sambil masuk dan duduk di kursi.

"Kalau begitu biarkan aku mundur jadi istri Mas Rey karena aku tidak mau berbagi suami," ucapku tegas.

"Kamu yakin mau pisah dengan Rey yang sudah membersamaimu enam rahun ini?" 

"Aku yakin, Ma. Dari pada harus satu atap dengan madu," 

"Baiklah, Rey. Kalau Ulfa tidak mau dimadu sekarang kamu talak dia. Ayo, Rey!" Mama menggoyangkan lengan anaknya.

"Tidak semudah itu, Ma. Aku tidak mau pisah dengan Ulfa." 

"Jangan bod*h kamu, Rey. Buat apa kamu masih memelihara wanita man*ul sepertinya. Lebih baik kamu tinggalkan dia sekarang juga. Sebenarnya Mama sudah lama ingin membuangnya," teriak mama mertua lantang.

"Mama?" Aku terperangah mendengar ucapan mama barusan, tanganku refleks menutup mulut. 

Selama ini mama mertua sangat menyayangiku, bahkan ia sayang padaku seperti anak sendiri. 

Astagfirullah, bahkan ia bilang ingin membuangku. Jadi, ini wajah asli mertuaku?

"Baiklah aku terima Mas Rey menceraikan aku, aku siap," jawabku mantap.

"Tidak, Ma. Aku tidak mau berpisah dengan Ulfa apapun yang terjadi," timpal lelaki yang sebentar lagi menjadi mantan suamiku itu.

"Lalu bagaimana dengan Anisa? Kalau memang Ulfa tidak mau dimadu, lepaskan saja dia!" teriak mama mertua lantang.

"Baiklah, Ma. Aku terima kalau memang sudah tidak ingin punya menantu aku lagi," ucapku lirih.

"Tentu saja aku sudah tidak mau punya menantu kamu lagi karena Mama sudah punya menantu yang sudah jelas akan memberikan aku cucu," ucap mama sinis.

"Iya, Ma, aku terima,"  

"Harus, dong. Ayo, Rey cepat talak Ulfa sekarang juga," teriak mama.

"Aku nggak mau, Ma." Mas Rey mengacak rambutnya karena frustasi.

"Kenapa? Ulfa saja sudah mau kok pisah sama kamu?" Ayo, tunggu apa lagi! Sekarang, kan ada Anisa yang pasti lebih cantik, lebih muda dan yang pasti sudah mengandung anakmu, ups." Mama spontan menutup mulutnya, sepertinya ia keceplosan.

"Apa? Hamil? Apakah itu artinya kamu sudah melakukan hubungan terlarang dengannya sebelum terjadi pernikahan ini?" tanyaku dengan muka merah padam.

"Iya, aku sudah mengandung dan ini anak Mas Rey." Sahut wanita itu sambil menggandeng Mas Rey tanpa ada rasa malu sedikitpun.

"Baiklah. Kalau begitu silahkan ambil Mas Rey dan pergi sekarang juga dari rumah ini!" ucapku lantang sambil menunjuk pintu keluar.

"Kalau kamu sudah rela mau pisah dengan Rey, kamu yang seharusnya pergi dari sini. Ini rumah Rey, kamu hanya nebeng selama ini. Dan saat kamu pergi, kamu tidak berhak membawa apapun dari sini seperti saat pertama kamu datang ke sini," ucap mama mertua sinis.

"Ayo, Mas. Talak aku sekarang juga dan katakan pada Mama siapa yang harus pergi dari sini jika kita pisah?" tanya Ulfa dengan nada tinggi.

"Aku tidak akan pernah menalakmu, Sayang," ucap Mas Rey sendu.

"Baiklah, kalau begitu aku yang akan menggugat kamu. Jangan kamu pikir wanita tidak bisa melakukannya apalagi aku sudah punya bukti pernikahanmu, bahkan meniduri perempuan lain. Hakim pasti dengan mudah akan mengabulkan permohonanku," ucap Ulfa menggebu-gebu.

"Kenapa kamu tidak mau menalak Ulfa? Padahal sudah jelas ada Anisa yang jauh lebih baik dan suruh wanita tidak tahu diri ini pergi," ucap mama mertua dengan muka merah padam.

"Ma, rumah, mobil dan toko itu atas namaku semua. Jadi, saat aku pisah dengan Mas Rey, kalianlah yang harus pergi!" Aku menjelaskan lagi meski sebenarnya sudah jelas.

"Kamu bermimpi, ya? Bagaimana bisa kamu mengaku rumah ini milikmu?" tanya mama dengan senyum mengejek.

"Bisa saja, Ma. Mas Rey sudah menyerahkan semua aset atas namaku," jawabku tersenyum sinis, meski hati ini sakit tiada terkira.

Aku memang tersenyum, tetapi jangan ditanya bagaimana rasanya hati ini. Sakit, sangat sakit.

"Iya, Ma. Aku sudah menyerahkan semua aset yang kumiliki pada Ulfa. Aku sudah balik nama untuk membuktikan cintaku padanya dan itu kulakukan dengan kesadaran dan tanpa ada paksaan dari siapapun." Mas Rey menunduk.

Syukurlah lelaki itu mau mengakui semuanya tanpa harus susah payah kumemintanya.

"Ya Ampun, kenapa kamu bisa seceroboh ini?" tanya mama lantang.

"Aku pikir pernikahan kami akan langgeng dan tidak akan berpisah," jawab Mas Rey. 

"Kalau sudah begini bagaimana nasipmu dan calon cucuku yang ada dalam kandungan Anisa ini?" tanya mama.

Mama mendekati wanita yang panggil Anisa itu dan mengusap perutnya dengan lembut. Melihat itu membuatku melengos.

"Em." Mas Rey menggaruk kepalanya seperti orang kebingungan.

"Silahkan kamu pergi bersama istri barumu ini!" ucapku lantang.

Makanya, Mas. Berpikirlah sebelum melakukan sesuatu agar tidak menyesal kemudian.

Dulu aku memang sangat mencintai Mas Rey, tetapi setelah melihat pernikahannya kemarin rasa cinta ini pudar tidak berbekas.

Aku tidak akan mau untuk kembali padanya apapun alasannya.

    

    

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status