Share

5. Lima

KEJUTAN UNTUK SUAMIKU 5

"Silahkan Mama pergi dari sini bersama anak dan menantu baru ini. Aku ikhlas, Ma," ucapku sambil menahan air mata.

"Wanita licik kamu, Ul. Bisa-bisanya kamu membuang suamimu sendiri setelah mendapatkan hartanya," ucap mama.

Muka mama merah padam. Tangannya menunjuk mukaku, tetapi dengan cepat aku menurunkannya.

"Mas Rey sendiri yang sudah memberinya tanpa kuminta. Namanya juga diberi, pasti kuterima. Rezeki nomplok tidak boleh ditolak," ucapku dengan tangan bersedekap.

"Maksudnya kita tidak bisa tinggal di rumah mewah ini?" tanya wanita yang katanya akan dijadikan maduku itu kebingungan.

Aku memutar bola mata melihat wanita yang ingin menjadi maduku itu. Cantik-cantik, kok, mau dimadu.

"Iya, tetapi tidak masalah, Sayang. Kalian berdua bisa tinggal di rumah Mama untuk sementara waktu." Mama merangkul pundak menantu barunya itu.

Aku mencelos. Sungguh pemandangan yang menyesakkan dada. Dulu, aku juga yang selalu diperlakukan seperti itu  oleh mama mertua dan sekarang posisiku sudah tergantikan olehnya. 

"Rumah Mama, kan tidak sebagus ini? Kalau hanya untuk tinggal di rumah mama yang jelek itu pasti aku tidak akan mau menikah dengan Mas Rey." Wanita itu mengerucutkan bibir.

"Sabar, dong, Sayang," ucap mama mertua lembut. Ia kembali mengusap pundak wanita itu. Huh menyebalkan.

"Mama bilang kalau aku mau menikah dengan Mas Rey dan bisa memberikan mama cucu, aku akan tinggal di rumah ini dan akan diperlakukan bak seorang ratu dengan Ulfa sebagai pembantunya," ucap Anisa dengan dengan bersemangat. Ucapannya sukses membuatku naik darah.

"Apa? Jadi kamu berencana menjadikan dia sebagai ratu di istana kita? Jangan mimpi, Mas." Aku menggelengkan kepala.

"Tidak, Sayang. Ini hanya salah paham." Mas Rey berusaha meraih tanganku, tetapi dengan cepat aku mundur beberapa langkah untuk menghindarinya.

"Salah paham? Jelas-jelas kamu bilang seperti itu, kok, Mas?" kata Anisa dengan nada tinggi.

Muka Mas Rey memerah mendengar pengakuan Anisa. 

"Nis, Nisa, sabar dulu. Rey pasti bisa mendapatkan kembali rumah ini. Aku pikir Ulfa akan menerima kamu sebagai madu dan sadar diri dengan kekurangannya. Ibu tidak menyangkan kalau ternyata si Ulfa itu keras kepala dan sombong." Mama masih berusaha memberi pengertian pada wanita yang lebih pantas disebut pelakor itu.

"Sebaiknya kita pulang untuk menenangkan pikiran. Kasihan jabang bayi dalam kandunganmu ini kalau kamu marah-marah seperti ini." Imbuh wanita yang sudah melahirkan suamiku itu, maksudku calon mantan suami. 

Mama mengusap perut Anisa yang masih rata. Aku melengos, tidak tahan melihat pemandangan yang menyakitkan ini. Seharusnya perut ini yang dielus mama, di sini juga ada  calon cucumu, Ma.

"Ayo, Rey, kita pulang ke rumah Mama. Calon cucuku ini lebih berharga dibandingkan semua aset yang sudah direbut Ulfa." Mama tersenyum sinis seraya menggandeng Mas Rey.

"Aku tidak pernah merebut ya, Ma!" ucapku dengan emosi yang meledak-ledak.

"Tidak merebut tetapi memaksa Rey untuk menyerahkan semuanya. Dasar licik." Mama kembali menunjuk mukaku.

"Terserah Mama mau bilang apa yang penting semua aset sudah berada di tanganku. Silahkan kalian pergi. Itu pakaian Mas Rey sudah kumasukkan dalam koper semua. Kalian tidak perku repot menatanya." Aku menunjuk koper yang masih tergeletak di dekat pintu.

"Baiklah, kalau memang itu sudah menjadi keputusanmu. Ayo, Ma." Mas Rey mengambil koper dan menyeretnya.

"Tunggu sebentar. Aku ingin menunjukkan sesuatu." Aku berlari masuk ke kamar dan mengambil sesuatu kemudian kuberikan pada Mas Rey.

"Apa ini?" Mas Rey mengamati dengan seksama selembar kertas yang kuberikan.

"Itu hasil USG anak kita, Mas. Kamu tidak usah kahawatir,  aku akan menjaga anak ini dengan baik meskipun harus berpisah denganmu. Aku pastikan ia akan baik-baik saja meski harjs dibesarkan tanpa ayah." Aku tersenyum dan berusaha tegar sambil mengusap perutku.

"Jadi, kamu benar-bebar hamil, Sayang?" Mata Mas Rey berbinar dan aku hanya mengangguk.

"Kenapa kamu masih ngotot ingin pisah denganku?" 

"Aku tidak mau anak ini dibesarkan dengan adanya tekanan batin ibunya." 

"Ya ampun. Ulfa, Ulfa. Sampai segitunya kamu bermimpi hamil dan punya anak. Aku yakin hasil USG ini kamu ambil di g****e dan kamu edit sedemikian rupa agar terlihat seolah-olah kamu hamil padahal tidak." Mama mertua tertawa lebar.

"Betul itu, Ma. Dia pasti melakukan banyak cara agar merasa hamil padahal tidak. Kasihan!" Anisa ikut tertawa.

"Tidak, Ma. Aku percaya ini asli. Itu artinya Ulfa benar-benar hamil," sahut Mas Rey.

"Sudahkah Rey. Mungkin sebaiknya kita pergi secepatnya dari sini agar tidak ikutan gila seperti Ulfa. Tidak hamil, tetapi mengaku hamil." Mama kembali tertawa.

"Buat apa dia bohong tentang kehamilannya, Ma?" tanya Mas Rey.

"Ulfa pasti ingin saat berpisah denganmu dan ia ingin kamu menyesal. Aku pastikan itu tidak akan terjadi. Dia sendiri yang akan menyesal minta pisah daripada dimadu," ucap mama sinis.

"Ayo kita pulang!" ucap Mas Rey.

Mas Rey menggandeng tangan istri barunya, tetapi wanita yang katanya sedang hamil itu mengempaskan tangannya dengan cepat.

"Nggak mau, Mas. Aku mau tinggal di rumah ini. Percuma aku nikah sama kamu kalau pada akhirnya tidak jadi tinggal di rumah yang sudah lama kuincar ini." Pelakor itu cemberut dan tangannya bersedekap.

Aku kesal, tetapi ingin tertawa melihat Anisa yang bertingkah seperti anak kecil yang gagal mendapatkan mainan yang ia inginkan.

"Ul, sebaiknya biarkan saja Rey dan Anisa tinggal di sini kalau menantuku ini tidak mau tinggal di rumah Mama. Rumah ini terlalu besar untuk kamu tinggali seorang diri," ucap mama.

Mama yang sudah siap menuruni undakan berbalik lagi dan diikuti oleh Anisa. Kini keduanya mendekatiku.

"Boleh, ya, please!" Anisa menangkupkan tangan di dada dan matanya memancarkan bintang sebagai pertanda ia memohon dengan sangat.

Apa-apaan ini tadi mereka garang, sekarang memohon-mohon. Cepat sekali mereka berubah pikiran.

Aku tersenyum melihat mereka seperti bunglon yang bisa berubah dalam sekejap.

"Mama tidak perlu khawatir rumah ini terlalu besar untukku. Aku juga tidak mau tinggal di sini karena aku akan menjualnya dan bisa membeli rumah yang lebih kecil, tetapi nyaman." Aku tersenyum sinis.

Ya, sepertinya aku memang harus menjual rumah yang sudah memberikan sejuta kenangan manis dengan Mas Rey ini.

    

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yung
mertua pengacau itu akan dapat karma secepat nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status