“Ibuku memberikannya padaku sebelum meninggal, dia bahkan memberinya nama—sirion.”
Harvey merasa udara di sekitarnya menipis. Ternyata itu memang sebagian lain dari sirion miliknya.
‘Ibunya? Berarti ratu Leonor yang memberikannya? Dari mana seorang ratu Feyre mendapatkan sirion? Bukankah itu adalah batu pusaka milik keluarga kerajaan Helion?’ Suara-suara itu terus menggema di kepalanya.
Harvey tidak berpikir ratu Leonor mencurinya. Jadi dia memutuskan akan mencari tahu nanti.
‘Sepertinya pertemuan kita memang bukan sebuah kebetulan.’ Batinnya lagi.
“Kau tidur?” Harvey mendapati gadis itu terlelap dalam pelukannya. Napasnya pelan teratur, Harvey bisa merasakan hembusannya di tangannya.
“Tidurlah yang nyenyak, sayangku.” Harvey mengecup pucuk kepala Ravena sekali lagi sebelum dirinya ikut terlelap.
“Ternyata tidurmu memang setenang ini. Bodohnya saat itu aku mengira kau sudah mati.” Harvey menyeringai, menertawai
“Apa-apaan ini?” Harvey menaikan sebelah alisnya, masih menatap Ravena otomatis menggeleng dan menatap bingung padanya. “Kau jangan gila Athens!” Suara permaisuri Camilia kembali terdengar, dia bahkan langsung berdiri dari kursinya. “Sepertinya kau salah paham. Wanita ini milikku.” Harvey meraih lengan Ravena dan membawanya ke sisinya. “Cih, sejak kapan kau tertarik dengan seorang wanita?” Athens bertanya dengan nada mengejek, mengabaikan ayah dan ibunya yang masih berada di sana. “Aku yakin kau tidak akan sanggup menerima wanita yang sudah pernah tidur dengan saudara tirimu.” Harvey menarik sudut bibirnya. Tidak hanya Athens. Ravena, bahkan semua orang yang ada di sana juga terkejut mendengar pengakuan Harvey. “Kau—apa yang kau bicarakan?” Athens mulai diserang kepanikan, dia tidak tahu kalau Elsa ternyata memiliki hubungan sedekat itu dengan saudara tirinya. “Di malam pesta ulang tahun ayah. Apa kalian lupa d
“Ada apa?” Tiba-tiba, Harvey menarik tubuhnya menjauhi Ravena—lagi dan duduk di ujung ranjang. Tangannya mengusap wajah dengan gusar.Ravena merasa canggung dengan situasi seperti ini, dia menggaruk lehernya yang tidak gatal, lalu memilih duduk di atas ranjang.“Aku tidak bisa melakukannya.” Ucapan pria itu terdengar seperti petir yang baru saja menyambarnya.“Kenapa?” Ravena merutuki pertanyaannya, mungkin Harvey akan benar-benar menganggapnya jalang setelah ini.“Maksudku, apa karena kita sudah pernah melakukannya sebelum ini? Jadi kau merasa aku sudah tidak menarik lagi?” Harvey menahan senyum mendengar ucapan wanita itu, Ravena benar-benar polos.Namun di sisi dirinya yang lain, dia bisa menjadi sangat—panas.“Tidak. Aku hanya tidak bisa melakukannya. Bukan karena kau tidak menarik, kau sangat menarik sampai membuatku harus setengah mati menahan diri.&rdqu
“Lihat, kalian tidak akan bisa saling membunuh tanpa menyakitiku.” Harvey dan Athens menarik pedangnya bersamaan, lalu menjatuhkannya di sisi masing-masing.“Aku tidak akan melepaskanmu, Elsa. Karena aku yakin, perasaanku jauh lebih besar dari pada si brengsek ini.”‘Dan juga, kau adalah alat yang bisa kugunakan untuk menjadi putra mahkota Helion.’ Lanjutnya dalam hati.“Selama aku masih hidup, itu tidak akan pernah terjadi. Satu hal lagi, namanya Ravena, bukan Elsa. Dan dia adalah calon istriku.” Harvey berhasil menyerang psikologis Athens dengan ucapannya.Terlebih suaranya terdengar sangat meyakinkan, pria itu menyeringai melihat Athens yang tampak kebingungan. Seperti anak bebek yang kehilangan induknya.“Tidak mungkin. Tidak mungkin secepat itu.” Athens menatap Ravena, menuntut penjelasan. Namun gadis itu hanya diam, tidak memberikan apa yang diinginkan Athens.
“Ada apa?” Ravena berlutut untuk mengambil kertas itu, lalu membacanya.“Kau tidak akan menanggapinya, kan?” Tanya Ravena, mempersiapkan diri untuk mendengar keputusan Harvey.“Tentu saja aku harus. Athens sudah mengumumkan perang denganku. Bisa kupastikan dia juga pasti telah menyebarkannya di seluruh penjuru Helion. Bagaimana aku bisa mengabaikannya.” Ucap pria itu tenang, sama sekali tidak ada emosi di wajahnya.“Aku tidak ingin sesuatu terjadi padamu.”“Aku pasti akan memenangkannya.”“Harvey. Aku percaya padamu, tapi tidak dengan Athens. Kita sama-sama tahu pria itu bisa melakukan apapun. Lagi pula, semua ini adalah salahku. Kau tidak harus menanggungnya untukku.”“Kenapa kau berpikir begitu?”“Kalau sedari awal aku tidak melibatkan diri dengan Athens, dia mungkin—““Aku memang merebutmu darinya. San
“Lihat? Baru setengah dari kekuatanku saja, kau sudah nyaris mati seperti ini. Kau bisa menebaknya sendiri apa yang akan terjadi kalau aku meledakkan semuanya?” Athens terbatuk sembari mengeluarkan lebih banyak lagi darah segar dari mulut dan hidungnya.“Dengar, aku tidak akan mengampunimu kalau sesuatu terjadi padanya.” Ucap Harvey terakhir kali sebelum pergi meninggalkan Athens seorang diri di tengah lapangan dalam keadaan terluka cukup parah.“Uhuk! Uhuk! Brengsek! Athens meninju tanah di bawahnya sebelum akhirnya tumbang tak sadarkan diri.***Di waktu yang bersamaan…“Nona, kau harus tenang dan percaya kalau pangeran Harvey pasti memenangkan pertarungan.”“Aku percaya padanya, Naomi. Tapi entah kenapa, dari tadi perasaanku tidak enak.”“Mungkin karena kau terlalu mengkhawatirkannya.” Naomi mencoba tersenyum untuk membuat Ravena tena
“Apa yang terjadi?” Ravena menyentuhkan tangannya pada sesuatu yang tak kasat mata—pelindungnya. Samar-samar Ravena mendengar suara langkah kaki lain mendekat dengan cepat. Tak lama setelahnya, seluruh gua dibanjiri cahaya dan terdengar suara teriakan dan tembakan. “Ravena? Ravena!” Suara Harvey terdengar serak dan putus asa, emosi di dalam suara pria itu terasa meremas hati Ravena, dan dia tahu dia harus menenangkan tunangannya. Ravena menghambur ke dalam pelukan Harvey, dia bersyukur karena pria itu datang tepat waktu. “Syukurlah, kau datang.” Lirihnya yang nyaris tidak terdengar. “Maafkan aku karena terlambat datang.” “Aku takut sekali.” Ravena semakin menenggelamkan wajahnya ke dalam dada bidang pria itu. “Kau sudah aman sekarang. Apa kau terluka? Apa mereka menyakitimu?” Harvey melepas pelukannya, meletakkan kedua tangannya di sisi kepala Ravena, matanya menelusuri tubuh gadis itu dari atas hingga ba
“Kau benar. Kalau sampai tahu bibi Lucy kehilangan salah satu kakinya akibat serangan hari ini, nona Ravena pasti tidak akan memaafkan dirinya sendiri.” “Kuharap kau bisa menjaga rahasia dengan baik.” “Aku tidak janji, tapi akan kuusahakan.” Naomi tampak berpikir sejenak, “Menurutmu, siapa yang berniat mencelakai nona Ravena?” Tanyanya. “Aku akan menyelidikinya.” “Apa kau mencurigai seseorang yang sangat mungkin untuk melakukannya? Atau hal ini berhubungan dengan orang yang berusaha meracuni pangeran waktu itu? Benar, pasti ini ada hubungannya.” “Kita akan segera mengetahuinya.” “Kau harus memberitahuku terlebih dulu kalau sudah mengetahui orangnya.” “Itu pasti.” *** Harvey sedang mempelajari kitab kuno di ruang baca ardglass saat Noland mengetuk pintu. Hari sudah sangat larut, namun Harvey seolah enggan melepaskan diri dari buku tua yang tampak using itu. “Maaf, pangeran Harvey. Apa aku
“Athens, apa yang kau lakukan di sini?” Camilia hendak mendekati putranya sebelum pria itu mengangkat tangannya, memberitahu ibunya agar berhenti di tempat.“Sebenarnya apa yang sedang kalian rencanakan? Dan gadis siapa yang kalian maksud? Apa itu—Elsa?” Athens memincingkan matanya, dalam hati berharap kalau dirinya salah dengar.“Athens kau harus banyak istirahat, nak.”“Katakan!” Camilia dan Fraign terperanjat mundur mendengar bentakan Athens yang menggema ke seisi ruangan.“Apa kalian berniat melenyapkan Elsa tanpa sepengetahuanku? Fraign? Kau tahu aku menyukainya, kan?” Mata Athens dipenuhi amarah saat melihat adiknya yang sedari tadi menunduk, menghindari bertatapan dengannya.“Kak, biar kujelaskan.”“Katakan, apa dia masih hidup?” Sahut Athens cepat.“Ya. Harvey berhasil menyelamatkannya.”“Hah, kau