Share

3. MENGIKUTI PERMAINAN

Rekaman video men-ji-ji-kan mereka berdua sudah berhasil aku simpan sebagai bukti. Video ini akan aku simpan di tempat lainnya agar banyak salinan-nya.

Aku baru mendapatkan rekaman video saat mereka saling bercumbu bibir, belum sampai ketahuan melakukan hal yang lebih dari itu. Tidak menutup kemungkinan jika mereka juga sudah sampai melakukan hal se-parah itu.

Kembali aku melihat pada wanita ular dan suamiku itu. Wanita busuk itu mencium pipinya Mas Amar sebelum dia berpindah lagi ke tempat duduknya semula.

'Benar-benar men-ji-ji-kan! Aku tak pernah menyangka ternyata Nura sebusuk itu!'

Wanita mana yang rela jika suaminya di sentuh-sentuh juga oleh wanita lain yang bukan mahramnya ?

Aku masih tidak mempermasalahkan saat Nura selalu ingin sama denganku dalam hal apapun. Meskipun, aku tidak suka semua hal yang aku sukai dia sukai juga.

Apalagi, ini perihal suami. Yang jelas-jelas raga, hati, waktu, kasih sayang dan perhatiannya tidak rela aku biarkan dia bagi kepada wanita lain.

Handphone ku kembali aku masukan ke saku celana. Teh untuk Nura yang tadinya berisi air hangat, aku ganti dengan air panas. Hati ini rasanya benar-benar sudah mu-ak untuk tetap baik kepada wanita ular itu!

Aku berjalan sambil membawa nampan berisi dua gelas teh itu ke ruang tamu.

Terlihat mereka pura-pura sibuk dengan berkas yang ada di meja.

Aku menghampiri mereka berdua, lalu aku ambil teh milik Nura dan berpura-pura tersandung ke sofa.

"Aduh!" keluhku dengan teh yang berhasil tumpah ke rok Nura.

Byur!

Ia langsung berdiri dan berjinjit-jinjit kepanasan.

"Aduh! Aw! Aw! Panas! Panas!"

'Mampus kamu!'

Mas Amar yang tadinya duduk, juga langsung berdiri dan menatapnya panik. Mungkin, ia khawatir dengan selingkuhannya itu.

Dalam hati aku tersenyum puas juga merasa bersalah karena sudah berbuat sejahat ini.

Entahlah, dalam hati kecilku sebenarnya aku merasa sangat bersalah seperti ini. Tapi, perlakuan wanita itu, Ia juga begitu tega padaku.

Segera aku mengibas-ngibas rok milik Nura, Berpura-pura jika aku juga panik. Panasnya teh ini tidak sepanas hatiku yang terbakar api cemburu. Semua ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kebusukan yang mereka lakukan di belakang ku.

"Aduh, Ra. Maaf ya, Maaf. Kaki aku tadi kesandung sofa. Mana panas banget lagi, teh-nya. Kamu gak kenapa-kenapa 'kan ? Kamu ganti pake baju aku aja, ya ?"

"Panas, Vi. Tapi gak papa, kok. Emangnya gak papa juga kalo aku pinjam baju kamu, Vi ?"

"Ya, gak papalah Ra. Masa sama sahabat sendiri aku gak boleh pinjemin baju. Kecuali, kalo kamu pinjam suami aku. Jelas aku marah!" ucapku diakhiri dengan tawa, hingga membuat Nura dan Mas Amar saling bertatap tegang.

"Yaudah, ah, yuk! Kamu ikut ke kamar aku untuk ganti baju."

"Mas, aku sama Nura mau ke kamar dulu ya ? Untuk ganti bajunya Nura." Suamiku itu hanya mengangguk dengan masih tertegun.

*****

Setelah mengganti bajunya dengan bajuku. Nura bercermin di cermin tempat rias ku. Aku meminjamkannya baju yang tertutup karena sejak usiaku masih 14 tahun, aku sudah disuruh berhijab oleh ibuku.

"Gimana ? Kebesaran gak bajunya ?" tanyaku yang berdiri di sampingnya.

"Enggak, kok. Bajunya pas-pas aja di aku."

Aku manggut-manggut dan sejenak melihat penampilannya. Nura memang cantik dan memiliki postur tubuh yang cukup bagus. Apa itu sebabnya Mas Amar hingga menjadikannya selingkuhan ? Apa aku kurang cantik bagi Mas Amar ?

"Oh, iya, Ra. Sekarang pacar kamu siapa ?" Tatapan Nura tiba-tiba menohok dengan pertanyaan ku. Padahal aku sudah tahu siapa pacarnya.

"Ah, pacar, Vi ? Eu-- Aku lagi gak punya pacar," jawabnya gugup. Wanita macam apa dia ? dia melayani suami temannya sendiri. Apa sudah sejak lama Nura menyukai Mas Amar.

"Masa sih kamu gak punya pacar ? Terus sampai kapan kamu mau sendiri terus ? Ayo dong cepetan susul aku. Cepetan nikah biar kita sama-sama punya suami." Aku bersikap seperti biasanya padanya.

"

*****

Setelah Nura ganti baju, aku dan Nura kembali ke ruang tamu.

"Ra, semua berkasnya sudah aku tandatangan, ya ?" ucap Mas Amar dengan berkas di meja yang sudah dia tandatangani.

"Oh, iya, Pak."

Wanita itu langsung membereskan berkas-berkasnya yang ada di meja dan memasukannya kembali ke dalam tas.

"Yaudah, deh. Kalo gitu aku pulang ya, Vi, Pak," pamitnya.

"Makan dulu aja, Ra. Aku juga mau masak dulu. Kita makan bareng aja, yuk ?" ucapku Yang tidak lain hanyalah untuk lebih dalam mengetahui hubungan mereka. Siapa tau akan lebih banyak informasi yang aku dapatkan.

Sebelum perselingkuhannya aku ketahui, aku selalu senang hati saat mengajak makan bareng Nura. Ia adalah orang yang paling aku sayangi, yang paling aku percayai, tempat aku bercerita dan merasa nyaman. Wajar jika aku benar-benar hancur saat dia mengkhianati aku.

"Iya, Ra. Kita makan bareng aja dulu," tambah Mas Amar.

'Emang itu maunya kalian 'kan ?!' batinku.

Nura pun mengangguk.

"Yaudah, aku ke kamar dulu ya, sayang," Mas Amar yang beranjak dari sofa.

"Iya, Mas. Nanti kita makan bareng, ya." Lelaki itu tersenyum kecil sambil mengangguk.

Kini, tinggal aku dan Nura yang ditinggal berdua. Mas Amar sudah mulai berjalan menaiki tangga menuju kamar kami yang ada di lantai dua.

"Oh, iya, Vi. Kamu sekarang punya rencana apa ? Kamu mungkin mau buka usaha ?" tanyanya.

Ia sering menanyakan hal seperti ini terhadap ku. Dulu, aku selalu senang saat menceritakan mimpi ku, ia pendengar yang baik dan selalu mendukung ku hingga membuat aku merasa semangat dalam berusaha mewujudkannya.

Sekarang, aku baru mengerti kenapa dia selalu menanyakan apa rencanaku. Karena dia ingin juga menggapainya dan menyamaiku. Bahkan, Saat aku ingin membuka Laundry, Nura juga ikut-ikutan membuka usaha laundry.

Setiap kali aku menceritakan impian ku, tak lama ia juga pasti mengikutinya. Bukannya apa, tapi, jika semua hal yang aku sukai dia tiru juga, aku juga merasa risih.

"Eum... Kayaknya... Rencana ku kedepannya, aku pengen beli pesawat deh, Ra," jawabku ngasal, yang membuat dia terlihat berusaha tersenyum.

'Pusing-pusing deh, dia mikirin buat beli pesawat juga!'

"Wah.. hebat kamu, kamu pasti bisa, Vi," jawabnya. Namun, raut wajahnya yang terlihat tak senang cukup terlihat.

"Amin. Semoga aja ya, Ra. Aku akan nabung dari sekarang buat beli pesawat itu. Biar kalo mau ke luar negeri, aku dan Mas Amar punya pesawat sendiri," jawabku sambil tersenyum.

Aku yakin, dia pasti juga akan berusaha menabung untuk membeli pesawat itu. Padahal, aku 'kan cuma asal ngomong.

Rencana ku bukan ingin membeli pesawat. Masih banyak keinginan yang ingin aku capai tanpa akan bercerita lagi pada manusia busuk seperti dia! Aku akan diam-diam mengejar semua impian ku dan buat dia tercengang!

---------

Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status