Rekaman video men-ji-ji-kan mereka berdua sudah berhasil aku simpan sebagai bukti. Video ini akan aku simpan di tempat lainnya agar banyak salinan-nya.
Aku baru mendapatkan rekaman video saat mereka saling bercumbu bibir, belum sampai ketahuan melakukan hal yang lebih dari itu. Tidak menutup kemungkinan jika mereka juga sudah sampai melakukan hal se-parah itu.Kembali aku melihat pada wanita ular dan suamiku itu. Wanita busuk itu mencium pipinya Mas Amar sebelum dia berpindah lagi ke tempat duduknya semula.'Benar-benar men-ji-ji-kan! Aku tak pernah menyangka ternyata Nura sebusuk itu!'Wanita mana yang rela jika suaminya di sentuh-sentuh juga oleh wanita lain yang bukan mahramnya ?Aku masih tidak mempermasalahkan saat Nura selalu ingin sama denganku dalam hal apapun. Meskipun, aku tidak suka semua hal yang aku sukai dia sukai juga.Apalagi, ini perihal suami. Yang jelas-jelas raga, hati, waktu, kasih sayang dan perhatiannya tidak rela aku biarkan dia bagi kepada wanita lain.Handphone ku kembali aku masukan ke saku celana. Teh untuk Nura yang tadinya berisi air hangat, aku ganti dengan air panas. Hati ini rasanya benar-benar sudah mu-ak untuk tetap baik kepada wanita ular itu!Aku berjalan sambil membawa nampan berisi dua gelas teh itu ke ruang tamu.Terlihat mereka pura-pura sibuk dengan berkas yang ada di meja.Aku menghampiri mereka berdua, lalu aku ambil teh milik Nura dan berpura-pura tersandung ke sofa."Aduh!" keluhku dengan teh yang berhasil tumpah ke rok Nura.Byur!Ia langsung berdiri dan berjinjit-jinjit kepanasan."Aduh! Aw! Aw! Panas! Panas!"'Mampus kamu!'Mas Amar yang tadinya duduk, juga langsung berdiri dan menatapnya panik. Mungkin, ia khawatir dengan selingkuhannya itu.Dalam hati aku tersenyum puas juga merasa bersalah karena sudah berbuat sejahat ini.Entahlah, dalam hati kecilku sebenarnya aku merasa sangat bersalah seperti ini. Tapi, perlakuan wanita itu, Ia juga begitu tega padaku.Segera aku mengibas-ngibas rok milik Nura, Berpura-pura jika aku juga panik. Panasnya teh ini tidak sepanas hatiku yang terbakar api cemburu. Semua ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kebusukan yang mereka lakukan di belakang ku."Aduh, Ra. Maaf ya, Maaf. Kaki aku tadi kesandung sofa. Mana panas banget lagi, teh-nya. Kamu gak kenapa-kenapa 'kan ? Kamu ganti pake baju aku aja, ya ?""Panas, Vi. Tapi gak papa, kok. Emangnya gak papa juga kalo aku pinjam baju kamu, Vi ?""Ya, gak papalah Ra. Masa sama sahabat sendiri aku gak boleh pinjemin baju. Kecuali, kalo kamu pinjam suami aku. Jelas aku marah!" ucapku diakhiri dengan tawa, hingga membuat Nura dan Mas Amar saling bertatap tegang."Yaudah, ah, yuk! Kamu ikut ke kamar aku untuk ganti baju.""Mas, aku sama Nura mau ke kamar dulu ya ? Untuk ganti bajunya Nura." Suamiku itu hanya mengangguk dengan masih tertegun.*****Setelah mengganti bajunya dengan bajuku. Nura bercermin di cermin tempat rias ku. Aku meminjamkannya baju yang tertutup karena sejak usiaku masih 14 tahun, aku sudah disuruh berhijab oleh ibuku."Gimana ? Kebesaran gak bajunya ?" tanyaku yang berdiri di sampingnya."Enggak, kok. Bajunya pas-pas aja di aku."Aku manggut-manggut dan sejenak melihat penampilannya. Nura memang cantik dan memiliki postur tubuh yang cukup bagus. Apa itu sebabnya Mas Amar hingga menjadikannya selingkuhan ? Apa aku kurang cantik bagi Mas Amar ?"Oh, iya, Ra. Sekarang pacar kamu siapa ?" Tatapan Nura tiba-tiba menohok dengan pertanyaan ku. Padahal aku sudah tahu siapa pacarnya."Ah, pacar, Vi ? Eu-- Aku lagi gak punya pacar," jawabnya gugup. Wanita macam apa dia ? dia melayani suami temannya sendiri. Apa sudah sejak lama Nura menyukai Mas Amar."Masa sih kamu gak punya pacar ? Terus sampai kapan kamu mau sendiri terus ? Ayo dong cepetan susul aku. Cepetan nikah biar kita sama-sama punya suami." Aku bersikap seperti biasanya padanya."*****Setelah Nura ganti baju, aku dan Nura kembali ke ruang tamu."Ra, semua berkasnya sudah aku tandatangan, ya ?" ucap Mas Amar dengan berkas di meja yang sudah dia tandatangani."Oh, iya, Pak."Wanita itu langsung membereskan berkas-berkasnya yang ada di meja dan memasukannya kembali ke dalam tas."Yaudah, deh. Kalo gitu aku pulang ya, Vi, Pak," pamitnya."Makan dulu aja, Ra. Aku juga mau masak dulu. Kita makan bareng aja, yuk ?" ucapku Yang tidak lain hanyalah untuk lebih dalam mengetahui hubungan mereka. Siapa tau akan lebih banyak informasi yang aku dapatkan.Sebelum perselingkuhannya aku ketahui, aku selalu senang hati saat mengajak makan bareng Nura. Ia adalah orang yang paling aku sayangi, yang paling aku percayai, tempat aku bercerita dan merasa nyaman. Wajar jika aku benar-benar hancur saat dia mengkhianati aku."Iya, Ra. Kita makan bareng aja dulu," tambah Mas Amar.'Emang itu maunya kalian 'kan ?!' batinku.Nura pun mengangguk."Yaudah, aku ke kamar dulu ya, sayang," Mas Amar yang beranjak dari sofa."Iya, Mas. Nanti kita makan bareng, ya." Lelaki itu tersenyum kecil sambil mengangguk.Kini, tinggal aku dan Nura yang ditinggal berdua. Mas Amar sudah mulai berjalan menaiki tangga menuju kamar kami yang ada di lantai dua."Oh, iya, Vi. Kamu sekarang punya rencana apa ? Kamu mungkin mau buka usaha ?" tanyanya.Ia sering menanyakan hal seperti ini terhadap ku. Dulu, aku selalu senang saat menceritakan mimpi ku, ia pendengar yang baik dan selalu mendukung ku hingga membuat aku merasa semangat dalam berusaha mewujudkannya.Sekarang, aku baru mengerti kenapa dia selalu menanyakan apa rencanaku. Karena dia ingin juga menggapainya dan menyamaiku. Bahkan, Saat aku ingin membuka Laundry, Nura juga ikut-ikutan membuka usaha laundry.Setiap kali aku menceritakan impian ku, tak lama ia juga pasti mengikutinya. Bukannya apa, tapi, jika semua hal yang aku sukai dia tiru juga, aku juga merasa risih."Eum... Kayaknya... Rencana ku kedepannya, aku pengen beli pesawat deh, Ra," jawabku ngasal, yang membuat dia terlihat berusaha tersenyum.'Pusing-pusing deh, dia mikirin buat beli pesawat juga!'"Wah.. hebat kamu, kamu pasti bisa, Vi," jawabnya. Namun, raut wajahnya yang terlihat tak senang cukup terlihat."Amin. Semoga aja ya, Ra. Aku akan nabung dari sekarang buat beli pesawat itu. Biar kalo mau ke luar negeri, aku dan Mas Amar punya pesawat sendiri," jawabku sambil tersenyum.Aku yakin, dia pasti juga akan berusaha menabung untuk membeli pesawat itu. Padahal, aku 'kan cuma asal ngomong.Rencana ku bukan ingin membeli pesawat. Masih banyak keinginan yang ingin aku capai tanpa akan bercerita lagi pada manusia busuk seperti dia! Aku akan diam-diam mengejar semua impian ku dan buat dia tercengang!---------Bersambung....Mas Amar sudah kembali ke ruang tamu setelah tadi dari kamar untuk mengambil handphonenya. Ia kembali duduk di tempat semula. Aku merogoh handphone ku yang ada di saku. Lalu, aku mencari aplikasi perekam suara. Aku menyimpan handphone ku di sofa dengan posisi layar yang terbalik.Rekaman sudah menyala. Aku berharap, suara pembicaraan mereka bisa terdengar."Yaudah, deh. Mas, kamu temenin Nura ngobrol dulu, ya. Aku mau masak dulu. ...Ra, kamu sama Mas Amar dulu, ya." Ucapku sambil berdiri."Iya, sayang. Kamu masak aja.""Mau aku bantu, Vi ?" "Ekh, jangan. Kamu duduk manis aja. Kamu 'kan tamu aku. Udah, kamu diam aja, oke." "Yaudah, deh. Kalo itu mau kamu," jawabnya Nura sambil tersenyum.'Halah.. so-so-an pengen bantuin! Bilang aja senang bisa berduaan dengan Mas Amar!' Aku sengaja membiarkan mereka berdua di ruang tamu. Setelah sampai dapur, aku kembali melihat mereka lewat dinding yang ada di dapur. Lagi dan lagi, ular itu berpindah tempat duduk dan mendekati suamiku.'Manusia m
Malam ini, ketika Mas Amar mengerjakan pekerjaan kantor-nya di ruangan kerja.sedangkan, aku langsung mendengar rekaman kemarin sambil tiduran di atas tempat tidur. Meskipun suaranya terdengar pelan, tapi masih bisa terdengar jelas.(Mas, Emang bener, Via mau beli pesawat ?) terdengar suara wanita ular itu nampak gelisah.Aku tersenyum geli mendengarnya. Ternyata benar, ia sampai kepikiran akan ucapanku yang ngelantur itu. Beli pesawat ? Jelas tidak akan aku lakukan ? Aku tidak kepikiran sama sekali. Lebih baik aku gunakan uangnya untuk hal yang lainnya yang lebih penting dan lebih bermanfaat.(Kata siapa ?) tanya Mas Amar.(Via sendiri yang bilang, Mas. Katanya dia mau nabung buat beli pesawat. Biar kalian punya pesawat sendiri kalo mau jalan-jalan ke luar negeri.)(Via cuman becanda kali.. mana mungkin dia mau beli pesawat yang harganya kamu tau sendiri 'kan ? pasti sampai miliyaran. Pesawatnya juga mau disimpan dimana ? Masa dibiarkan terbang dan turun di depan halaman rumah, yang a
POV AMAR[Sayang, aku pulangnya malam, ya. Sekarang aku lembur. Jaga diri baik-baik ya, love you :*]Klik!Malam ini, di depan kantor, aku mengirimkan pesan itu pada Via--istriku. Hal yang sudah sering aku lakukan selama satu tahun selingkuh dengan Nura. Aku selalu membohongi Via dengan alasan lembur. Padahal, aku selalu pergi berduaan dengan Nura. Entah untuk ke cafe, ke mall, bahkan ke apartemen. Ini memang hal gila yang aku lakukan.Tapi, aku sendiri tidak bisa menahan diriku sendiri untuk tidak menyelingkuhi Via. Aku juga mencintai Nura yang merupakan sahabat Via.Apartemen yang biasanya aku tinggali bersama Via, kini menjadi tempat perselingkuhan ku dengan Nura. Aku, bahkan sudah beberapa kali melakukan hubungan layaknya suami istri bersama Nura di apartemen itu. Nura juga pernah mengatakan, jika akulah lelaki yang pertama kali menyentuhnya dan membuatnya tidak menjadi gadis lagi. Aku juga percaya itu. Karena, saat pertama kalinya aku melakukan hal itu pada Nura di apartemen k
[Sayang, aku pulangnya malam, ya. Sekarang aku lembur. Jaga diri baik-baik ya, love you :*]Malam ini, aku membaca pesan itu. Dulu, aku selalu percaya setiap kali dia mengatakan lembur. Tapi, tidak untuk sekarang. Segera aku lihat GPS di handphone ku. Aku ingin melihat keberadaan Mas Amar sebenarnya."Sialan! Mas Amar membohongi ku!"Benar saja kecurigaan ku. Mas Amar berbohong, ia tidak tengah di kantornya yang bernama PT Laskar Angkasa. Selama ini, mungkin sudah banyak sekali dia berbohong dengan alasan lembur seperti ini. Dari GPS, justru dia tengah ada di sebuah apartemen yang lokasinya merupakan lokasi tempat dimana apartemen milik Mas Amar.Aku mengepal tangan dengan erat. Rasa marah dalam dada seketika bergejolak."Brengs*k kamu, Mas! Kamu bohong! Kamu gak ada di kantor! Tapi di apartemen kita! Apa yang kamu lakukan disana, Mas ?! Apa kamu tengah bersama wanita busuk itu ?! Aku akan susul kamu, Mas!" decak ku dengan rasa marah.*****Aku menyetir mobil untuk menyusul ke apart
Membalas pengkhianatan suami dan Sahabatku (8)"Ka-kamu, Via ' kan ?" Lelaki dihadapanku itu menatap ku terlihat sama terkejut.Aku manggut-manggut dengan air mata yang berlinang. Untuk bicara saja rasanya sesak. Setelah lama tidak bertemu, sekarang dia ada di Indonesia. "Via kamu kenapa ? A-apa yang tengah terjadi ?!" Ia terlihat ikut panik."Aku gak bisa jelaskan sekarang, Rasya. Aku harus cepat pergi," ucapku pada Rasya. "Via! Tunggu sayang!" Mas Amar sudah sampai di lobby. Sejenak aku menoleh, lalu cepat-cepat berjalan menuju mobil. Aku cepat-cepat membuka pintu mobil dan masuk ke dalam mobil, lalu menghidupkan mesin mobilnya. Bruk! Bruk! Bruk! Saat aku parkir, Tangan Mas Amar terus menggedor-gedor kaca mobilku. Aku tidak peduli. Langsung aku lajukan mobilku menuju keluar area apartemen. Saat ini, aku sudah tidak sudi lagi melihat wajahnya.*****Aku pulang ke rumah, lalu langsung mengunci pintu rumah. Aku tak ingin Mas Amar masuk ke dalam rumah. Ingin rasanya pulang ke rumah
Setelah kembali masuk ke kamar, aku memasukkan beberapa pakaian ku ke dalam koper. Besok pagi, aku harus pergi dari rumah ini.Tiba-tiba aku teringat pada Rasya. Aku sangat kaget dengan kehadiran Rasya di Indonesia. Ia sahabat ku sejak kecil. Setelah lulus SMA, ia pergi ke Singapura untuk kuliah kedokteran di Singapura. Kemarin, ingin sekali rasanya aku bisa berbincang kembali dengannya setelah lama tidak bertemu. Namun, keadaannya tidak memungkinkan.Delapan tahun kita tidak pernah bertemu langsung. Dalam delapan tahun itu, enam tahun masih saling berkabar meski hanya dengan saling mengirim pesan, telponan, dan video call. Enam Tahun itu saat aku masih kuliah hingga aku kerja sebagai sekretarisnya Mas Amar. Sedangkan, saat aku sudah kerja menjadi sekretaris, saat itu Rasya tengah kuliah lagi. Ia kuliah spesialis jantung, cita-citanya sejak dulu. Namun, Dua tahun yang lalu, aku benar-benar tidak pernah tahu kabar Rasya sama sekali. Entah apa yang terjadi. Ia bahkan sulit untuk dihu
POV NURADengan kesal, aku segera kembali memakai semua pakaianku yang berantakan diatas tempat tidur apartemen miliknya Mas Amar. Mas Amar tega sekali, ia meninggalkan aku sendirian di apartemen-nya. Apalagi, sekarang sudah sangat malam. Aku tidak mungkin untuk pulang sekarang. Terpaksa, aku memilih untuk berdiam dulu di apartemen ini hingga pagi. Aku mencoba menelponnya, namun dengan sepihak Mas Amar mematikan panggilannya.'Benar-benar menyebalkan!'Wajahku dan rambut ku juga basah gara-gara ulah Via. Ternyata dia galak juga. Aku pikir dia wanita yang manis dan lembut seperti yang aku kenal selama ini. Aku beranjak dari tempat tidur karena ingin mengambil handuk untuk mengeringkan rambutku."Aw..sss....." Si-al. Kaki ku menginjak pecahan gelas yang Via lemparkan waktu malam tadi. Aku berjongkok sambil melihat luka di telapak kakiku. Ada sedikit darah yang keluar, namun rasanya sangat perih hingga terasa berdenyut."Akh! Dasar! Via Sialan! Awssss... Kakiku sakit banget lagi!" ce
Karena masih terasa pusing, Via memilih berangkat naik taksi untuk pergi ke rumah sakit. Rasanya tak mungkin baginya untuk menyetir mobil sendiri dalam keadaannya yang sedang tidak enak badan seperti sekarang ini.Badannya benar-benar terasa mual. "Bu, Via mau ke rumah sakit dulu ya." Ucap Via pada ibu Nazwa yang tengah membaca majalah di kursi yang ada di teras luar rumahnya. Bu Nazwa menaruh majalahnya ke meja, ia melihat pada Via dengan khawatir karena tahu keadaan putrinya tengah tidak baik-baik saja."Loh, tadi katanya mau istirahat ?" "Via gak kuat, Bu. Kayaknya ini gak bisa ditidurkan. Kepala Via rasanya benar-benar pusing. Badan Via juga terasa mual, gak enak banget.""Kalo gitu ibu antar, ya ?""Jangan, Bu. Via akan naik taksi aja." Sergah Via yang tak mau merepotkan Ibunya."Oh yaudah deh kalo itu mau kamu. Tapi kamu mesti hati-hati ya, Nak.""Iya, Bu.""Oh iya, Bu. Rasya udah pulang ya ?" tanya Via sambil melihat pada Rumah Rasya yang bersebelahan dengan rumahnya. "Ah,