Share

2. WANITA ULAR

"Via.. aku kangen banget sama kamu.." ucapnya manis yang dengan cepat memelukku. Dasar wanita bermuka dua! Kamu pikir aku tidak tahu seperti apa wajah asli kamu sebenarnya.

Setelah ia melepaskan pelukannya, aku berusaha berpura-pura tersenyum dan bersikap seperti biasanya. Ia pikir dia saja yang bisa berpura-pura bersikap manis ?!

"Aku juga kangen banget sama kamu, Ra. Yaudah, ayo masuk."

Aku mempersilahkannya masuk dan duduk di sofa yang ada di ruang tamu.

Ia memang sering ke rumah ku untuk sekedar meminta tandatangan pada Mas Amar, main dan menanyakan bagaimana kabarku. Bisa dibilang dalam satu minggu, ia dua kali sering main ke rumahku.

Dulu, saat aku belum menikah, bahkan Nura sering menginap di rumah ku. Saat aku masih tinggal bersama kedua orangtuaku, ia juga sering tidur bareng bersama ku.

Aku sudah menganggapnya seperti keluarga sendiri. Tak pernah aku sangka, ternyata Nura menusukku dari belakang.

Mungkin saja Nura dan Mas Amar sering ada main dibelakang ku saat Nura datang ke rumah ini. Sial! Aku benar-benar bodoh sampai tidak pernah menaruh curiga sama sekali terhadap mereka. Aku terlalu menganggap wanita ular ini wanita yang baik.

"Kamu mau minum apa ? Jus, teh, atau air putih ?" Aku menawarkannya minum.

"Aku terserah kamu aja, Vi."

"Kalo teh manis aja gimana ? Kayaknya enak kalo sore minum teh ?"

"Iya, boleh juga tuh, Vi."

"Oke. Kalo gitu, aku buatkan dulu, ya ?"

Ia manggut-manggut sambil tersenyum.

Tak lama Mas Amar turun dari tangga, ia sudah rapih sekali dengan memakai kaos polos warna hitam. Rambutnya masih basah. Selain mapan Mas Amar juga tampan.

Aku lihat, tatapan Nura juga begitu berbinar begitu melihat kedatangan Mas Amar. Mungkin, itu juga salah satu alasan kenapa Nura menginginkan suamiku.

Ini waktu yang tepat agar aku bisa memergoki perselingkuhan mereka. Apa mereka masih berani melakukan perselingkuhan itu di rumah ini ?

"Akhirnya, Pak Amar datang juga. Aku kesini buat minta tandatangan dia untuk berkas-berkas ini," ucap Nura. Ia kemudian mengeluarkan berkas-berkas dalam tasnya.

Hal yang seperti biasa dia lakukan sebagai sekretaris suamiku, selalu ke rumah untuk meminta tanda tangan.

Dulu aku yang menjadi sekretaris-nya Mas Amar.

Saat aku masih di masa melamar pekerjaan, aku melamar menjadi sekretaris ke perusahaan tempat Mas Amar bekerja. Aku diterima menjadi sekretaris-nya Mas Amar. Tak pernah aku sangka, jika Mas Amar menyukaiku dan serius untuk menjadikan ku istrinya.

Sejak menjadi istri Mas Amar, aku memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai sekretaris. Itu semua karena aku lebih memilih untuk menjadi ibu rumah tangga.

Namun, aku juga tetap ingin menjadi wanita yang bekerja dan tetap melayani suami. Akhirnya, aku membuka usaha laundry. Yang aku pikir, aku tidak akan terlalu kecapean sampai melupakan tugasku sebagai istri.

Menjadi sekretaris terlalu melelahkan disaat aku telah menjadi seorang istri. Aku takut jika sampai lalai sebagai istri karena sama-sama kelelahan bekerja seharian di kantor.

Sedangkan di laundry, aku hanya perlu mengecek dalam satu minggu sekitar satu atau dua kali. Para pekerja ku yang sudah mengurusnya.

Setelah aku berhenti menjadi sekretaris, tak lama Nura memohon padaku agar dia bisa bekerja di perusahaan tempat kerja Mas Amar. Aku yang merasa tidak tega padanya, akhirnya meminta pada Mas Amar untuk memperkerjakan dia.

Apalagi, yang membuat ku kasihan, dulu Nura bukan orang yang begitu berada.

Satu lagi rahasia yang belum dia ketahui, yang selalu aku tutupi hingga saat ini adalah tentang Ibunya yang tidak lain bekerja sebagai seorang kupu-kupu malam atau pelacur. Nura sama sekali tidak pernah tahu soal ini.

Aku yang pernah mengetahuinya memilih untuk menutupinya karena merasa tidak berhak dan karena atas sebuah permintaan juga dari ibunya Nura yang bernama Sinta.

"Via, Tante mohon sama kamu, jangan bilang sama Nura tentang pekerjaan Tante yang sebenarnya. Biarkan orang lain tahu seburuk apa Tante. Tapi Tante mohon, jangan bilang sama Nura. Nura sudah selalu menganggap Tante orang yang baik. Tante tidak mau jika Nura sampai kecewa." Kala itu Tante Sinta berucap seperti itu.

Aku menghargai Tante Sinta. Seburuk apapun seorang ibu, pasti ingin memberikan contoh yang baik untuk anaknya.

Hal itu membuat ku semakin tidak tega dengan kehidupan Nura. Ia dibohongi habis-habisan oleh ibunya yang terlihat wanita baik-baik dihadapannya itu.

Untuk membantu perekonomian keluarganya, akhirnya aku meminta pada Mas Amar untuk menerima lamaran kerjanya sebagai sekretaris.

Ia pun bisa bekerja menjadi sekretaris Mas Amar. Dan akhirnya, semenjak Nura menjadi sekretaris dia bisa mencukupi kebutuhan keluarganya.

Meskipun, sebelumnya Nura juga sempat menjadi sekretaris di perusahaan lain. Namun, ia mengatakan jika dia diberhentikan dari tempat kerjanya dan akhirnya melamar pekerjaan kepada perusahaan tempat kerja Mas Amar.

Dan yang aku tahu, sekarang Bu Sinta sudah tidak lagi bekerja sebagai seorang wanita malam.

Tak ada rasa curiga sedikitpun, jika wanita yang pernah aku bantu ini adalah sosok ular yang siap mematuk untuk menghancurkan hidupku.

"Eh, Nura ? kamu ada disini ?" sapa Mas Amar setelah sampai di ruang tamu.

"Iya, Pak. Saya mau minta tanda tangan bapak, seperti biasanya."

"Oh, oke. Mana berkasnya ?"

Mas Amar duduk di sofa satunya lagi. Kemudian, Nura memberikan berkasnya berserta pulpen.

Aku tersenyum melihat akting mereka. Hebat sekali mereka di hadapan ku, seolah-olah memang seperti seorang manajer dan sekretaris.

"Mas, kamu juga mau aku buatkan teh ?"

Lelaki yang tengah melihat berkas itu sejenak menoleh padaku.

"Boleh, sayang."

"Yaudah, aku buatkan, ya ? Mungkin agak lama buat tehnya, soalnya aku juga mau sekalian ke kamar mandi juga, gak papa 'kan ?"

Ucapan ku seperti itu hanya agar tahu apa yang mereka lakukan di belakang ku. Hati mereka pasti begitu senang saat mendengar aku akan lama di dapur.

"Iya, sayang, gak papa."

Setelah itu, aku pun pergi ke dapur yang jaraknya lumayan dekat dengan rumah tamu. Aku membuatkan teh hangat untuk mereka dan aku simpan dalam nampan.

Dibalik dinding, aku sengaja mengintip perbuatan mereka. Baru beberapa menit pun, bahkan ular itu sudah mengeluarkan wujud aslinya.

Aku lihat, dia mulai berpindah tempat duduk, mendekati suamiku dan merangkul siku tangan suamiku, lalu menyenderkan kepalanya di bahu suamiku.

'Ternyata benar, ia adalah ular!'

"Mas.. aku kangen tau.." rengeknya yang begitu manja.

Hati ku langsung panas melihat kelakuan mereka.

"Nura, jangan disini akh. Nanti Via tau lagi hubungan kita," bisik Mas Amar yang nampak tidak nyaman.

"Enggak mungkin lah, Mas. Via 'kan percaya banget sama aku. Ia juga masih lama di dapur."

Tanganku mengepal dengan penuh amarah.

'Dasar ular! Jadi seperti ini kelakuan kamu! Seperti ini kamu memanfaatkan kepercayaan ku! Dasar tidak tahu diri! Tidak tahu terimakasih!'

"Udah, akh. Cepat pindah lagi ke tempat duduk kamu. Nanti Via keburu datang dari dapur."

Mas Amar nampak celingukan, ia terlihat seperti memastikan jika aku belum kembali. Aku semakin bersembunyi di balik dinding.

"Iya, iya. Tapi, ci*m dulu dong bibir aku."

Deg! Permintaan Nura kali ini membuat ku tertegun. Aku tidak menyangka, mereka sampai ke-hal sejauh itu. Apa mungkin, Nura yang belum menikah, juga sudah memberikan kegadisannya pada suamiku ?

Tak lama, Mas Amar langsung mencumbui bibirnya Nura dengan begitu mesra.

Dengan rasa geram, aku mengambil ponselku yang ada di saku celana, dan aku langsung merekam perbuatan men-ji-jikan mereka berdua. Benar-benar gila! mungkin saja mereka sudah sering melakukan hal sebusuk itu di rumah ini.

--------

Bersambung....

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
ayok via kumpulin bukti pengkhianatan mereka berdua
goodnovel comment avatar
Idris
Ini istri kena penyakit masyarakat ..., suka selingkuh
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
istri dungu banyak drama. kamu yg kasih kesempatan suami mu selingkuh. udah tau si nura anak pelacur malahan kamu dekatkan dg suami mu. tolol,bego,dungu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status