Mas Amar sudah kembali ke ruang tamu setelah tadi dari kamar untuk mengambil handphonenya. Ia kembali duduk di tempat semula.
Aku merogoh handphone ku yang ada di saku. Lalu, aku mencari aplikasi perekam suara. Aku menyimpan handphone ku di sofa dengan posisi layar yang terbalik.Rekaman sudah menyala. Aku berharap, suara pembicaraan mereka bisa terdengar."Yaudah, deh. Mas, kamu temenin Nura ngobrol dulu, ya. Aku mau masak dulu. ...Ra, kamu sama Mas Amar dulu, ya." Ucapku sambil berdiri."Iya, sayang. Kamu masak aja.""Mau aku bantu, Vi ?""Ekh, jangan. Kamu duduk manis aja. Kamu 'kan tamu aku. Udah, kamu diam aja, oke.""Yaudah, deh. Kalo itu mau kamu," jawabnya Nura sambil tersenyum.'Halah.. so-so-an pengen bantuin! Bilang aja senang bisa berduaan dengan Mas Amar!'Aku sengaja membiarkan mereka berdua di ruang tamu. Setelah sampai dapur, aku kembali melihat mereka lewat dinding yang ada di dapur. Lagi dan lagi, ular itu berpindah tempat duduk dan mendekati suamiku.'Manusia macam apa yang selama ini aku kenal! Kenapa aku baru sadar sekarang ya Allah'Namun, aku tersenyum senang begitu melihat posisi duduknya tepat membelakangi handphone ku yang ada di sofa. Semoga saja Mas Amar juga tidak curiga. Aku juga sudah mengaktifkan mode pesawat agar tidak ada yang menelpon.Karena mesti masak, terpaksa aku tidak melihat apa yang mereka lakukan. Biarkan saja, cukup rekaman itu dulu yang bekerja. Lagipula, aku belum tentu masih bisa sabar jika sampai melihat mereka melakukan hal men-ji-ji-kan kembali.*****Setelah selesai masak, aku kembali ke ruang tamu. Kedua manusia munafik itu, kembali terlihat duduk berjauhan lagi.'Benar-benar munafik!'"Sayang, kamu sudah selesai, masaknya ?" tanya Mas Amar, saat aku berjalan menghampirinya."Sudah, Mas," jawabku dengan berusaha tersenyum.Sambil berdiri, aku mengambil handphone ku yang ada di sofa. Tombol rekaman aku matikan. Aku akan mendengarkannya nanti. Berharap, semoga saja suara mereka bisa terdengar."Ra, Mas, yaudah yuk, kita ke meja makan."*****Aku dan mereka pun duduk di meja makan. Kami mulai makan disana. Tadi, aku memasak daging sapi yang menurut Mas Amar, masakan ku selalu enak.Aku duduk dan mulai memotong daging dengan memakai pisau tajam."Ra, kamu kapan nyusul nikah ?""Uhuk! Uhuk!"Mas Amar yang tengah makan langsung terbatuk. Ia pasti sangat kaget dengan ucapan ku. Ia pasti tidak rela jika selingkuhannya menikah dengan laki-laki lain.Meskipun muak, aku berusaha berpura-pura perhatian dengan menepuk-nepuk punggungnya dan mengambilkan minum untuknya."Mas, kenapa ? Hati-hati dong makan-nya. Nih, minum dulu," ucapku sambil memberikan gelas berisi air putih padanya. Ia mengambil lalu meminumnya.'Jika saja aku tidak takut di penjara, sudah aku kasih ra-cun kamu, Mas! Biarkan saja kamu mati keracunan!'"Aku gak kasih racun aja kamu udah sampai batuk kayak gitu, Mas," ucapku sambil tersenyum. Terlihat Mas Amar menelan ludahnya. Sedangkan, Nura langsung mengambil air minum dan meminumnya."Kamu ini becanda-nya bikin ngeri aja. Emang kamu tega kasih racun sama orang yang kamu cintai ini ?" tanyanya Mas Amar dengan tawa kecilnya. Wanita ular itu ikut tertawa kecil."Ya bisa aja dong, Mas. Jangankan racunin kamu, bunuh kamu aja bisa kalo sampai kamu selingkuhin aku!" ucapku diakhiri dengan tawa yang membuat Nura dan Mas Amar saling mengulum senyum.Mereka pasti panik dengan ucapanku."Udah, akh. Kayaknya kamu lagi ngelantur. Mana mungkin aku selingkuhin wanita yang paling aku cintai," jawab Mas Amar.'Cih! Muak sekali aku mendengar nya! Ternyata benar, tidak semua laki-laki yang mengatakan hanya mencintai satu wanita, benar-benar hanya mencintai wanita itu!'Namun, dengan cepat aku memeluk Mas Amar untuk membuat Nura cemburu."Eum.. Mas, makasih.." ucapku. Terlihat Nura berusaha tersenyum terpaksa. Sekalipun aku yang diselingkuhi, Hatinya wanita ular itu pasti kepanasan melihat aku bermanja pada Mas Amar.Sesekali tatapanku juga tertuju pada kalung yang menggantung di lehernya. Kalung itu pasti kalung yang dibelikan oleh Mas Amar untuknya. Enak sekali dia ikut menikmati uang suamiku."Jadi kapan, Ra ? Kapan kamu mau menikah ? " tanyaku lagi pada Nura meski sebelumnya dia sudah mengatakan jika dia belum punya pacar."Sayang, 'kok kamu tanya begitu, sih. Nanti Nura tersinggung, loh."Mas Amar terdengar begitu keberatan jika selingkuhannya menikah. Apa dia juga mencintai Nura ?"Aku 'kan sahabatnya, Mas. Emangnya aku salah, kalo aku ingin tau sahabat aku menikah sama siapa ? Aku 'kan juga ingin memastikan, jika Nura mendapatkan laki-laki yang baik. Ya kan, Ra ?""Aku belum kepikiran, Vi. Aku masih mau fokus karir dulu," jawab Nura.Di usianya yang sudah seumuran denganku, 27 tahun, wanita itu lebih memilih melayani suami orang lain ketimbang dia menikah dengan laki-laki yang bukan milik orang lain.'Rendah sekali kamu, Ra! Apa demi menyaingi aku, kamu sampai merendahkan harga diri kamu sendiri dengan menjadi selingkuhan suami ku ?'Aku manggut-manggut dengan jawabannya. Terserah apapun dengan yang dia katakan. Aku sudah tidak percaya lagi. Kembali aku menyantap makanan.Sedangkan, pikiran ku tak henti kepikiran, penasaran dengan isi rekaman mereka yang ada handphone ku.*****POV AMARSaat aku mandi, tiba-tiba aku teringat jika masih ada kwitansi bekas pembelian perhiasan kalung untuk Nura. Buru-buru aku segera selesai mandi meski belum terbilang bersih.Aku buru-buru memakai handuk sebelum Via mengambil jas kantorku untuk dia cuci.Ceklek.Saat aku membuka pintu kamar mandi, aku menghela nafas lega. Ternyata Via tak ada di kamar. Sepertinya dia langsung masak ke dapur dan sepertinya dia tidak menyentuh-nyentuh jas ku apalagi sampai merogoh sakunya.Dengan cepat aku berjalan mendekati laci. Aku merogoh saku jas-ku sendiri. Lagi-lagi aku menghela nafas lega."Selamat... Selamat..." gumam ku sambil mengelus dada begitu melihat kertas kwitansi itu masih ada di saku jas ku. Berarti benar, sepertinya Via tidak menyentuh jas ku.Setelah pulang dari kantor, aku bersama Nura pergi ke toko perhiasan karena Nura ingin membeli kalung.Demi tidak membongkar perselingkuhan ku dengannya, aku rela mengeluarkan uang 55 juta untuk harga kalungnya itu. Ya, bagaimanapun aku juga mencintainya.Setelah itu aku dan Nura pergi ke Mall untuk menemani dia belanja beberapa baju. Jalan-jalan bersama Nura setelah pulang kantor sudah biasa aku lakukan. Dan sampai saat ini, aku yakin Via tidak pernah menaruh curiga sedikitpun.Masalahnya, password handphone-ku saja sengaja aku kasih tau pada istriku itu agar dia tidak menaruh curiga sama sekali. Agar dia percaya, jika aku tidak ada main bersama wanita di belakangnya.Hampir tak pernah ada bekas chat an dengan Nura di handphone ku, karena aku dan Nura sudah sepakat untuk tidak komunikasi mesra lewat handphone kecuali membahas soal kerjaan.Jadi, jika sampai Via berusaha mencari tahu perselingkuhan ku, dia tidak akan menemui diriku sebagai lelaki yang berselingkuh.--------Bersambung...Malam ini, ketika Mas Amar mengerjakan pekerjaan kantor-nya di ruangan kerja.sedangkan, aku langsung mendengar rekaman kemarin sambil tiduran di atas tempat tidur. Meskipun suaranya terdengar pelan, tapi masih bisa terdengar jelas.(Mas, Emang bener, Via mau beli pesawat ?) terdengar suara wanita ular itu nampak gelisah.Aku tersenyum geli mendengarnya. Ternyata benar, ia sampai kepikiran akan ucapanku yang ngelantur itu. Beli pesawat ? Jelas tidak akan aku lakukan ? Aku tidak kepikiran sama sekali. Lebih baik aku gunakan uangnya untuk hal yang lainnya yang lebih penting dan lebih bermanfaat.(Kata siapa ?) tanya Mas Amar.(Via sendiri yang bilang, Mas. Katanya dia mau nabung buat beli pesawat. Biar kalian punya pesawat sendiri kalo mau jalan-jalan ke luar negeri.)(Via cuman becanda kali.. mana mungkin dia mau beli pesawat yang harganya kamu tau sendiri 'kan ? pasti sampai miliyaran. Pesawatnya juga mau disimpan dimana ? Masa dibiarkan terbang dan turun di depan halaman rumah, yang a
POV AMAR[Sayang, aku pulangnya malam, ya. Sekarang aku lembur. Jaga diri baik-baik ya, love you :*]Klik!Malam ini, di depan kantor, aku mengirimkan pesan itu pada Via--istriku. Hal yang sudah sering aku lakukan selama satu tahun selingkuh dengan Nura. Aku selalu membohongi Via dengan alasan lembur. Padahal, aku selalu pergi berduaan dengan Nura. Entah untuk ke cafe, ke mall, bahkan ke apartemen. Ini memang hal gila yang aku lakukan.Tapi, aku sendiri tidak bisa menahan diriku sendiri untuk tidak menyelingkuhi Via. Aku juga mencintai Nura yang merupakan sahabat Via.Apartemen yang biasanya aku tinggali bersama Via, kini menjadi tempat perselingkuhan ku dengan Nura. Aku, bahkan sudah beberapa kali melakukan hubungan layaknya suami istri bersama Nura di apartemen itu. Nura juga pernah mengatakan, jika akulah lelaki yang pertama kali menyentuhnya dan membuatnya tidak menjadi gadis lagi. Aku juga percaya itu. Karena, saat pertama kalinya aku melakukan hal itu pada Nura di apartemen k
[Sayang, aku pulangnya malam, ya. Sekarang aku lembur. Jaga diri baik-baik ya, love you :*]Malam ini, aku membaca pesan itu. Dulu, aku selalu percaya setiap kali dia mengatakan lembur. Tapi, tidak untuk sekarang. Segera aku lihat GPS di handphone ku. Aku ingin melihat keberadaan Mas Amar sebenarnya."Sialan! Mas Amar membohongi ku!"Benar saja kecurigaan ku. Mas Amar berbohong, ia tidak tengah di kantornya yang bernama PT Laskar Angkasa. Selama ini, mungkin sudah banyak sekali dia berbohong dengan alasan lembur seperti ini. Dari GPS, justru dia tengah ada di sebuah apartemen yang lokasinya merupakan lokasi tempat dimana apartemen milik Mas Amar.Aku mengepal tangan dengan erat. Rasa marah dalam dada seketika bergejolak."Brengs*k kamu, Mas! Kamu bohong! Kamu gak ada di kantor! Tapi di apartemen kita! Apa yang kamu lakukan disana, Mas ?! Apa kamu tengah bersama wanita busuk itu ?! Aku akan susul kamu, Mas!" decak ku dengan rasa marah.*****Aku menyetir mobil untuk menyusul ke apart
Membalas pengkhianatan suami dan Sahabatku (8)"Ka-kamu, Via ' kan ?" Lelaki dihadapanku itu menatap ku terlihat sama terkejut.Aku manggut-manggut dengan air mata yang berlinang. Untuk bicara saja rasanya sesak. Setelah lama tidak bertemu, sekarang dia ada di Indonesia. "Via kamu kenapa ? A-apa yang tengah terjadi ?!" Ia terlihat ikut panik."Aku gak bisa jelaskan sekarang, Rasya. Aku harus cepat pergi," ucapku pada Rasya. "Via! Tunggu sayang!" Mas Amar sudah sampai di lobby. Sejenak aku menoleh, lalu cepat-cepat berjalan menuju mobil. Aku cepat-cepat membuka pintu mobil dan masuk ke dalam mobil, lalu menghidupkan mesin mobilnya. Bruk! Bruk! Bruk! Saat aku parkir, Tangan Mas Amar terus menggedor-gedor kaca mobilku. Aku tidak peduli. Langsung aku lajukan mobilku menuju keluar area apartemen. Saat ini, aku sudah tidak sudi lagi melihat wajahnya.*****Aku pulang ke rumah, lalu langsung mengunci pintu rumah. Aku tak ingin Mas Amar masuk ke dalam rumah. Ingin rasanya pulang ke rumah
Setelah kembali masuk ke kamar, aku memasukkan beberapa pakaian ku ke dalam koper. Besok pagi, aku harus pergi dari rumah ini.Tiba-tiba aku teringat pada Rasya. Aku sangat kaget dengan kehadiran Rasya di Indonesia. Ia sahabat ku sejak kecil. Setelah lulus SMA, ia pergi ke Singapura untuk kuliah kedokteran di Singapura. Kemarin, ingin sekali rasanya aku bisa berbincang kembali dengannya setelah lama tidak bertemu. Namun, keadaannya tidak memungkinkan.Delapan tahun kita tidak pernah bertemu langsung. Dalam delapan tahun itu, enam tahun masih saling berkabar meski hanya dengan saling mengirim pesan, telponan, dan video call. Enam Tahun itu saat aku masih kuliah hingga aku kerja sebagai sekretarisnya Mas Amar. Sedangkan, saat aku sudah kerja menjadi sekretaris, saat itu Rasya tengah kuliah lagi. Ia kuliah spesialis jantung, cita-citanya sejak dulu. Namun, Dua tahun yang lalu, aku benar-benar tidak pernah tahu kabar Rasya sama sekali. Entah apa yang terjadi. Ia bahkan sulit untuk dihu
POV NURADengan kesal, aku segera kembali memakai semua pakaianku yang berantakan diatas tempat tidur apartemen miliknya Mas Amar. Mas Amar tega sekali, ia meninggalkan aku sendirian di apartemen-nya. Apalagi, sekarang sudah sangat malam. Aku tidak mungkin untuk pulang sekarang. Terpaksa, aku memilih untuk berdiam dulu di apartemen ini hingga pagi. Aku mencoba menelponnya, namun dengan sepihak Mas Amar mematikan panggilannya.'Benar-benar menyebalkan!'Wajahku dan rambut ku juga basah gara-gara ulah Via. Ternyata dia galak juga. Aku pikir dia wanita yang manis dan lembut seperti yang aku kenal selama ini. Aku beranjak dari tempat tidur karena ingin mengambil handuk untuk mengeringkan rambutku."Aw..sss....." Si-al. Kaki ku menginjak pecahan gelas yang Via lemparkan waktu malam tadi. Aku berjongkok sambil melihat luka di telapak kakiku. Ada sedikit darah yang keluar, namun rasanya sangat perih hingga terasa berdenyut."Akh! Dasar! Via Sialan! Awssss... Kakiku sakit banget lagi!" ce
Karena masih terasa pusing, Via memilih berangkat naik taksi untuk pergi ke rumah sakit. Rasanya tak mungkin baginya untuk menyetir mobil sendiri dalam keadaannya yang sedang tidak enak badan seperti sekarang ini.Badannya benar-benar terasa mual. "Bu, Via mau ke rumah sakit dulu ya." Ucap Via pada ibu Nazwa yang tengah membaca majalah di kursi yang ada di teras luar rumahnya. Bu Nazwa menaruh majalahnya ke meja, ia melihat pada Via dengan khawatir karena tahu keadaan putrinya tengah tidak baik-baik saja."Loh, tadi katanya mau istirahat ?" "Via gak kuat, Bu. Kayaknya ini gak bisa ditidurkan. Kepala Via rasanya benar-benar pusing. Badan Via juga terasa mual, gak enak banget.""Kalo gitu ibu antar, ya ?""Jangan, Bu. Via akan naik taksi aja." Sergah Via yang tak mau merepotkan Ibunya."Oh yaudah deh kalo itu mau kamu. Tapi kamu mesti hati-hati ya, Nak.""Iya, Bu.""Oh iya, Bu. Rasya udah pulang ya ?" tanya Via sambil melihat pada Rumah Rasya yang bersebelahan dengan rumahnya. "Ah,
POV RASYASebenarnya, aku tidak mau pulang ke Indonesia. Jika saja bukan karena ayahku terkena lumpuh, aku pasti akan tetap memilih tinggal di Singapura.Aku benci pada ayahku atas apa yang dia lakukan pada ibu saat aku masih SMA. Ibuku yang bernama Almira, sampai pergi untuk selama-lamanya atas perbuatan bejatnya.Datang ke Indonesia juga membuat rasa sakit itu kembali terasa dalam hati ku. Rasa sakit ketika aku melihat ibuku sendiri meninggal di depan mata kepalaku sendiri atas perbuatan ayah ku sendiri. Perih dan pedih sekali rasanya.Namun, saat ini aku berusaha memaafkan kesalahan ayahku. Meskipun itu sangat berat. Aku berusaha ikhlas atas kepergian ibu dan menganggap itu semua memang sudah takdir. Aku berusaha baik lagi pada ayahku. Apalagi, sekarang ayahku tengah sakit. Aku tidak mau menjadi anak durhaka. Dan aku tidak mau sampai tidak ada kesempatan lagi untuk berusaha memaafkannya.Tidak hanya itu, kembalinya aku ke Indonesia juga semakin takut membuat ku tidak bisa menghilan