Aether kembali memperhatikan wajahnya di cermin satu badan setelah mandi dan berhasil mengusir wanita dan kepala pelayan tadi, tersisa pelayan muda yang takut padanya.
Pelayan muda itu menuruti perintah Aether sambil menjawab pertanyaannya dengan gugup.
Wajah dan kehidupan yang berbeda, namun memiliki nama dan tanggal lahir yang sama. Tuhan memang kejam.
Aether kembali memperhatikan wajahnya yang sangat tampan di depan cermin dan berkata di dalam hati. Sayang sekali, wajah tampan ini digunakan untuk melakukan hal yang tidak berguna. Jika aku menjadi dia, aku akan melakukan upaya terbaik untuk menaikkan posisi.
Aether dibantu memakai pakaian, awalnya sangat canggung karena selama ini memakai pakaian sendiri, namun sepertinya pelayan muda itu tidak perhatikan.
Aether kembali mendengar penjelasan pelayan muda tersebut.
"Anda adalah anak sah dari Presiden dan istri. Presiden merupakan menantu dari klan Kailash, dan berhasil mendapatkan kedudukan berkat klan, namun karena pemimpin klan sebelumnya tidak memiliki anak laki-laki- sehingga-"
"Kakek yang waktu itu masih hidup, membawa Ayah." Aether belajar menyebut nama panggilan keluarga pemilik tubuhnya.
"Tu... tuan muda, apakah anda benar-benar hilang ingatan?" Tanya pelayan muda dengan bingung. "Jika, ada sesuatu pada anda... anda bisa bicara ke Presiden."
"Tidak perlu, kepala pelayan pasti sudah melapor sekarang." Aether melirik pelayan muda. "Beritahu aku- semalam apa yang aku lakukan?"
"Anda hanya berpesta dan kencan seperti biasanya."
Aether menatap tubuhnya sekali lagi. Wajah tampan dan tubuh tinggi, saat dirinya masih hidup- tinggi badannya berhenti di angka 165cm, wajahnya juga biasa dan tidak didekati banyak wanita jika mereka tidak tahu identitasnya.
Yah, sejak kecil Aether sudah menyadari kerasnya kehidupan dan harus bertahan hidup, sehingga tidak memperhatikan gizi yang diperlukan.
"Tuan muda, Presiden akan menjadi kesal karena membuatnya menunggu."
"Aku sedari tadi heran, kenapa kamu memanggil aku Tuan muda dan ayahku Presiden? Bukankah pria itu cocok dipanggil Tuan besar?" Aether tidak peduli dengan amarah pria yang disebut ayah itu, dia hanya fokus dengan sebutan pelayan muda dan kepala pelayan terhadap ayahnya.
Bukankah pria yang disebut Presiden itu merupakan pria narsis yang bangga dengan pencapaiannya?
Pelayan muda itu menundukkan kepala. "Saya juga tidak paham, saya hanya diajarkan seperti itu oleh kepala pelayan."
Rupanya tidak semua hal diberitahukan kepada pelayan, khususnya yang masih junior.
Aether tidak terlalu mengenal keluarga Kaliash, dia hanya mengenal karena pernah bertemu dengan Presiden saja.
"Tuan muda, ayo ke ruang makan. Saya bisa dima-" pelayan muda itu terdiam ketika melihat tatapan dingin Aether. "Maafkan saya-"
Aether memiringkan kepalanya, kalau tidak salah pemilik asli tubuh ini masih memiliki ibu. "Di mana Ibuku?"
"Ya?"
"Apakah Ibuku tidak ikut sarapan?" Tanya Aether.
"Selama ini Nyonya besar, tidak pernah ikut sarapan dan hanya makan di kamar."
"Kenapa?"
"Itu-"
"Apakah karena wanita selingkuhan yang dibawa Ayah?"
Pelayan muda tidak menjawab.
Aether harus mencari tahu tentang kematiannya dan kenapa dia bisa berpindah ke tubuh lain. "Aku ingin makan dengan Ibu."
"Tuan muda, tidak bisa begitu. Nyonya besar akan marah jika anda tidak ikut sarapan dengan Presiden."
Tapi, hal pertama yang harus Aether lakukan adalah mendekati ibu pemilik tubuh ini.
"Aku tidak peduli. Sampaikan kepada Ibu, jika dia tidak muncul di ruang makan, aku akan melakukan hal yang sama. Ah, satu lagi. Jangan sampai kepala pelayan dan Ayah tahu tentang ini."
"Ta- tapi saya tidak bisa berbohong."
"Kamu tidak perlu berbohong, yang perlu dilakukan hanya menutup mulut kecil itu." Aether menatap dingin pelayan muda yang sudah gemetar ketakutan itu. "Jika aku tahu, kamu terlalu lebar membuka mulut- aku tidak akan menahan amarahku lagi."
"Ba- baik!"
Aether memperhatikan sekeliling kamar lalu melihat sebuah kotak di atas meja nakas, dia berjalan mendekati meja itu dan melihat isi kotak. Mendadak, dia mendapatkan ide untuk menjilat ibu kandung pemilik tubuh ini.
***
Julia yang sedang membaca buku dan minum kopi di balkon kamarnya, mengerutkan kening ketika mendengar laporan dari pelayan pribadi. "Apa?"
"Tuan muda ingin sarapan dengan anda, di meja makan. Jika anda tidak datang, beliau tidak akan makan di sana."
"Apa yang dilakukan anak itu? Bukankah selama ini, dia tidak membutuhkan Ibu kandungnya?"
"Itu-"
"Apakah dia disuruh Ayahnya?" Tanya Julia dengan tatapan curiga.
Pelayan pribadi Julia, Juni. Membungkukkan badan dan berbisik di telinga Julia. "Tuan muda tidak mengizinkan siapa pun tahu mengenai hal ini, dia menyuruh seorang pelayan muda datang dengan membawa kotak kosong."
Setiap hadiah yang datang, selalu dibuka dan dicek oleh Juni. Sehingga dia tahu isi kotak yang dibawa oleh pelayan muda Aether.
Julia mengangkat salah satu alis. "Kotak kosong, ya- siapa yang memberikan ide buruk ke putraku?"
Juni tidak menjawab dan hanya menegakkan tubuhnya.
Julia memperhatikan langit yang cerah lalu memutuskan tutup buku dan bangkit dari kursi. "Di mana anak itu? Aku tidak mungkin diam saja mendengar rengekannya, dia harus mendapatkan hukuman dariku."
***
Di ruang makan, Presiden, istri siri dan putra serta putri kesayangan mereka berdua, menunggu dengan gelisah- kedatangan Aether, di waktu bersamaan Aether bangun dan mempersiapkan diri setelah mengusir kepala pelayan dan kekasih satu malam.
"Kemana perginya Aether?" Tanya Presiden dengan kesal bercampur cemas, biar bagaimanapun dia darah dagingnya. "Biasanya di pagi hari dia mau datang, meskipun harus menyeret tubuhnya yang sakit."
Kepala pelayan yang baru tiba di ruang makan, segera berbisik di telinga Presiden.
Presiden terkejut lalu menoleh. "Benarkah? Kamu tidak bohon? Dia mulai kehilangan akal sehatnya?"
"Saya yakin sekali, Tuan muda tidak mengenali saya- bahkan sedari pagi marah dan menghukum pelayan yang membangunkannya." Kepala pelayan menjelaskan kepada Presiden.
Istri siri Presiden yang duduk di samping suaminya, bisa mendengar percakapan mereka berdua, dan langsung berkomentar. "Itu sudah biasa, dia memang memiliki kelakuan buruk yang tidak bisa diperbaiki. Hanya saja, kenapa dia sampai tidak mengenali kepala pelayan?"
Presiden mengerutkan kening. "Tidak perlu membuat asumsi yang tidak berguna, Aether pasti lupa karena terlalu sering banyak minum minuman keras."
Kedua anak presiden dan selingkuhannya tidak berani bersuara atau mengeluarkan komentar untuk sementara.
"Minum minuman keras terlalu banyak tidak baik untuk perkembangan otak manusia. Kenapa tidak dihentikan saja?" Tanya istri siri presiden sambil tersenyum lebar. "Dia pasti kewalahan dan sudah tidak sanggup lagi mengatasinya."
Presiden menggeleng. "Tidak, tidak perlu dibatasi, dia pasti akan melakukan hal nekat dan melakukan sembunyi-sembunyi. Jika dia minum secara terang-terangan, aku bisa mengatasinya jika dia membuat masalah."
Tidak ada yang berani membantah keputusan sang presiden.Pintu ruang makan dibuka, semua orang yang duduk di meja sontak menoleh, termasuk kepala pelayan yang berdiri di belakang kursi Presiden. Julia masuk dengan santai dan menyipitkan kedua mata ketika melihat letak duduk istri siri suaminya. "Aku heran, ini rumahku- dan tidak ada tempat duduk untuk aku?" Meja makan panjang dan kursi makan banyak, ada tempat untuk orang lain namun Julia hanya memikirkan posisinya sebagai istri sah. "Kenapa kamu sarapan di sini? Bukankah biasanya kamu di kamar?" Julia menaikkan salah satu alis dan hendak mengatakan sesuatu, Aether masuk ke dalam ruang makan setelah mendapat laporan dari pelayan muda dan tertawa melihat wanita cantik yang dia kenal melalui majalah. Istri sah presiden yang tidak terlalu suka dengan publikasi. "Ibu-" Julia menoleh lalu terpana melihat Aether, tubuhnya membeku sesaat dan bertanya. "Aether?" "Ada apa, bu?" tanya Aether dengan sopan. "Tidak mau sarapan di sini?" Julia menggeleng lalu memperhatikan putranya dari atas sam
Aether si anak presiden, disebut sebagai The Rebel Prince atau Pangeran Bermasalah karena selalu membuat ulah akibat dimanjakan presiden. Tidak ada yang berani mengkritik tindakan presiden yang seluruh pekerjaannya dianggap sempurna. Namun, para pendukung presiden justru mengalihkan kebencian kepada Aether dan memuji Alvin yang merupakan anak haram presiden. Sementara Aether si anak yatim piatu dan besar di masyarakat pecundang di kota belakang, disebut sebagai Pangeran Mafia. Entah kenapa dia disebut seperti itu, dan sejak kapan.Kelihatannya memang lebih mahal dan bagus sebutan pangeran bermasalah daripada pangeran mafia. Batin Aether.Julia memperhatikan Aether yang makan bubur dengan lahap. "Apakah kamu menyukai buburnya?""Ya?""Kamu tidak suka dengan bubur kan? Katanya makanan bubur itu aneh dan tidak bisa dimakan, kamu lebih suka makan daging mahal." Julia menatap cemas Aether. "Apakah ada masalah dengan pencernaan kamu?"Sepertinya Aether harus pintar mencari alasan jika ditan
Presiden menjadi bingung. Ini kali pertamanya Aether bersikap seperti itu, biasanya anak sulung hanya marah dan bersikap impulsif, melakukan hal yang tidak berguna. Tapi sekarang kenapa malah- "Jadi, Ayah lebih suka membela kepala pelayan yang tidak tahu malu?" Tanya Aether sambil melihat jam tangannya. "Ah, sudah jam segini. Aku harus pergi. Ibu." Julia menoleh dan menatap putranya dengan tersenyum. "Ada apa Putraku? Ngomong-ngomong, dari tadi Ibu melihat kamu memakai kaos tangan, apakah ada luka di tanganmu?" Aether menyeringai. "Tidak ada, hanya keisengan." Setelah menjawab pertanyaan Julia, dia mengeluarkan kartu kredit dari dalam dompetnya. Sebelum keluar kamar, dia sudah meneliti uang, debit card dan juga kredit card yang diberikan sang ayah. Pemilik tubuh sebelumnya pasti terlalu bodoh untuk membedakan debit dan kredit card. Dari perkataan pelayan, pemilik tubuh sebelumnya hanya asal memilih kartu di dompet, dan hanya beberapa kartu kredit saja yang terlihat sering dipakai.
Tidak lama muncul suara rekaman video terakhir, Aether tertawa. "Oh, ternyata yang tadi direkam." Julia bersandar di kursi dengan angkuh. "Oh- apakah Aether bisa melihat postingan media sosial tentang pangeran bermasalah?" Aether menuruti perintah ibunya. "Okey dokey." Alvin bangkit dan hendak meraih handphone di tangan Aether. Aether melepas tangan ayahnya lalu menendang perut Alvin dengan keras, setelahnya berjalan santai ke Julia. "Sepertinya Ibu yang paling paham soal media sosial. Bolehkah bantu aku?" Julia yang hendak mengambil handphone di tangan Aether, tersenyum ketika putranya tiba-tiba menarik handphone. "Dasar anak nakal!" Aether tersenyum lalu memberikan saran. "Aku sarankan memakai sarung tangan, karena handphone ini menjadi barang bukti sekarang." Presiden berteriak marah. "AETHER!" Julia menghela napas. "Ibu tidak membawa sarung tangan, jika kamu bicara lebih awal- mungkin bisa Ibu persiapkan terlebih dahulu." Aether masih menunjukkan senyumnya. "Tidak perlu kh
Aether menuruni tangga dengan santai. Hari ini dia bisa tidur nyenyak dan bangun dengan nyaman setelah mendapat perlakuan khusus dari para pelayan baru. langkah kakinya terhenti di tengah tangga ketika mendengar jeritan histeris Aida. "JANGAN BAWA PELAYANKU PERGI!" Alvin berusaha memegang adiknya, supaya tidak menyusul si pelayan sementara Danti hanya berdiri kebingungan, tidak bisa berbuat sesuatu. Aether berjalan melewati kekacauan itu. Aida menatap marah Aether. "KAKAK PUAS SEKARANG? SUDAH MENYAKITI AKU, SEKARANG MENGUSIR PELAYANKU KELUAR DARI RUMAH! AKU TIDAK AKAN MEMAAFKAN KAKAK!" Aether berjalan santai dan melambaikan tangan, tanpa menoleh ke belakang. Aida menjerit putus asa, sementara Alvin hanya menatap punggung Aether yang menjauh. "Kita mau ke mana?" "Tuan muda!" Aether menoleh lalu melihat seorang pria tua berjalan terburu-buru menghampirinya. "Oh-" "Tuan muda, saya dari tadi memanggil anda." "Ada apa?" "Ini." Aether menaikkan salah satu alis, menerima sebuah a
Wisata alam di kota belakang sangat indah, karena merupakan pulau dan pantainya bisa dinikmati sebagai liburan, hanya saja ada beberapa tempat yang sangat indah membutuhkan uang banyak untuk keamanan, sementara wisata murah hanya bisa dinikmati oleh masyarakat setempat karena banyak warga luar yang malas dengan perlakuan tidak menyenangkan. Kebanyakan yang berlibur adalah orang-orang kaya yang membawa keluarga atau selingkuhannya untuk berlibur. "Kamu tahu dari mana?" "Kami harus cepat mendapatkan informasi demi majikan, kami tidak ingin kehilangan majikan." "Apakah kamu tidak merasa direndahkan karena hal itu?" "Hal itu?" "Majikan dan tuan." "Kenapa Tuan muda bertanya? Bukankah Tuan muda yang su-" pelayan muda itu langsung menutup mulut dengan kedua tangan lalu bersujud di dekat kaki Aether. "Saya minta maaf karena sudah mengatakan hal yang tidak berguna." "Lama-lama, aku tidak suka dengan kelakuan kamu." Aether tidak suka dengan pelayan muda yang selalu merendahkan dirinya u
Dimas mengangkat pistol ke arah Aether dengan tangan kiri sementara tangan kanan diangkat supaya para anggota menahan diri untuk tidak asal tembak, sekarang kelompok mereka sedang disudutkan oleh sekelompok gangster lain, kelompok Balin yang jaya, hampir runtuh karena kehilangan ketua yang dituduh melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Indonesia. Tentu saja, sekarang para kelompok lain berani, karena pemerintah Indonesia juga turun tangan menyerang Balin. Dimas menyipitkan kedua mata dan berusaha mengingat identitas pria yang berdiri di hadapannya. Anggota lain terkejut ketika mengenali Aether. "Bukankah dia anak presiden yang dikenal sebagai pangeran bermasalah?" Dimas juga terkejut. "Kenapa?" Aether tidak lagi tersenyum bodoh atau melakukan kegiatan bodoh lainnya, dia berjalan santai dan mendekati Dimas, tanpa takut meskipun pistol diarahkan ke dirinya. "Ya, saya anak Presiden." Aether belum mau mengungkapkan identitas asli jiwa di dalam tubuhnya, tidak mungkin dia mengatak
Aether menatap tidak percaya Dimas. "Kamu yakin pemerintah tidak mengembalikan tubuh ketua kalian? Kenapa?" "Kami tidak tahu alasannya." Geleng Dimas sementara anggota lainnya menunjukkan wajah sedih. "Mereka tiba-tiba datang mencuri dokumen dan menuduh kelompok kita telah berupaya memberontak dan bekerja sama dengan negara lain." Aether mengepalkan kedua tangannya dengan marah lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Kalian mau diam saja ketika mendapat perlakuan tidak adil?" "Lawan kami penguasa." "Kami bisa berbuat apa?" "Anda hanya anak orang kaya yang masih menerima uang dari orang tua." "Bagaimana bisa kami mempertaruhkan nyawa untuk anda?" "Jangan ganggu kami." Aether tidak menyalahkan sikap mereka, mengambil kartu nama di balik saku jaket dan menyerahkannya ke Dimas. "Ini." Dimas membaca kartu nama kekanakan dan terlihat mewah, berwarna emas. "Apakah ini bisa dijual? Saya yakin ada unsur emas di kartu nama ini." Aether memasang tampang kecut ketika Dimas melontarkan