Vincent hampir terhuyung saat Arabella menelponnya."Ada apa, Vinc?" tanya Jovan."Terjadi sesuatu pada tuan Kanigara."Mata Jovan melebar. "Katakan dengan benar!""Kita ke rumah sakit untuk tahu kebenarannya. Arabella tidak bilang secara detail.""Aku ikut, Jo." Mata berkaca Ayana menatap harap."Aku akan kabari kamu nanti. Ini sudah malam, kamu harus istirahat."Ayana terpaksa menurut, dan para pria lekas pergi ke rumah sakit."Jovan cepat berlari ke ruang penanganan."Vinc!" Arabella menghambur memeluk Vincent sambil terisak. "Papa, Vinc."Vincent membawa duduk dan tetap mendekap."Apa yang terjadi, Rey?" seru Jovan.Rey hanya menggeleng. Dia meremas tangan di depan, dan terus menoleh pada pintu ruang tindakan.Jovan mulai membuat praduga. "Apa yang kamu sembunyikan dariku selama ini, Rey?" Rasa gelisah membuat Jovan menyentak.Rey terdengar menghela nafas. "Dokter yang akan menjelaskan nanti.""Jika nanti kamu terbukti sengaja membuat kekacauan, aku akan membuat perhitungan padamu
Ditinggal hampir satu bulan oleh Jovan. Ayana jadi semakin kurus. Dia susah tidur dan makan, suami hanya vc sehari satu kali."Kamu harus makan, Ayana. Kalau Jovan pulang dan kamu terlihat seperti ini, kami yang akan jadi sasaran utama," ucap Leo."Apa dia sangat sibuk di sana, sampai tidak bisa sering menghubungiku? Kan hanya jaga saja, nggak kerja?""Jovan tidak di sini bukan berarti dia tidak bekerja. Justru dia sangat sibuk di sana," ucap Brox."Benar, jangan sampai saat suamimu di sana sibuk, kamu di sini malah membuat dia cemas," sahut Robin.Ayana diam sejenak, dia lantas mengambil piring itu dan makan banyak.Masih pagi di depan rumah Jovan. Sasmita dan Alex sudah berada di sana."Ada tamu yang ingin bertemu dengan tuan dan Nyonya," kata penjaga."Siapa?" tanya Ayana."Ibu Sasmita dan Alex."Semua jadi saling pandang."Bawa masuk!" suruh Vincent.Penjaga pergi."Aku takut." Wajah Ayana jadi pucat."Kami pastikan dia tidak akan bisa menyakitimu," ucap Brox.Alex dan Sasmita masu
SRETT. "Aaa!" Gaun tipis Ayana seketika robek. Terpampang jelas bahu dan sebagian dadanya. Segera dia menutupi dadanya dengan tangan."Ha ha ha ha! Kita nikmati malam ini gadis manis." Pria yang hanya berbalut celana pendek itu segera mengukung Ayana."Jangan! Kumohon jangan!" teriak Ayana. Dia terus meronta, mendorong paruh baya berperut buncit itu.Pria itu terus berusaha menguasai Ayana. "Diam kamu! Aku sudah membayar mahal, sekarang lakukan tugasmu dengan baik!"Pria itu memegang dua tangan Ayana yang terus melawan. Dia letakkan di atas dengan satu tangan kuatnya. "Diam, dan layani aku dengan baik, jika kamu masih ingin hidup!" geram pria itu."Cuihh!" Ayana meludah. "Bunuh saja aku!" teriaknya dengan mata nyalang."Ini pilihanmu. Aku sangat suka bermain dengan gadis manis agresif. Berteriaklah sekuatmu! Ha ha ha ha ha ha!"Paruh baya itu menekan kaki Ayana kuat dengan kakinya. Kini dia mulai merebahkan di atas tubuh Ayana."Baumu wangi sekali." Pria itu mulai mengendus bagian ceru
Mata sendu yang basah itu, dengan suara serak lirih mampu menghunus hati dingin Jovan."Ikut denganku!" Jo berbalik dan melepas maskernya.Ayana bernafas lega. Dia hendak bangkit. "Aaaaahh!" teriaknya. Tubuh lemah itu lunglai ke lantai. Dia terlalu lama meringkuk.Jovan langsung sigap. Dia menangkap Ayana. Paham dengan keadaannya, Jovan langsung mengangkat ala bridal style."Aaahh!" Ayana mengaduh saat punggungnya tersentuh. Jovan membawanya menuruni tangga, dengan langkah tegas dan tanpa menoleh wajah Ayana.Ayana hanya termangu. Dia menatap lekat wajah tampan dengan mata elang itu.Di bawah. Jovan melihat musuhnya telah tersungkur tergeletak dan terikat di pojok sana."Sepertinya kalian sangat menikmati malam ini," seru Jovan pada temannya."Mereka terlalu lemah." Brox terkekeh. "Wow, siapa yang kamu bawa?""Jo, apa dia ...?" Vincent membolakan mata, dia tidak pernah melihat Jovan peduli dengan urusan wanita."Klien membayar harga tinggi hanya untuk para pecundang ini. Apa itu bonu
"Aku hampir melupakan gadis itu. Haishh!"Suara tangisan yang mengganggu telinga Jovan. Tangisan itu semakin jelas. Jovan masuk ke kamar Ayana, dia menjumpai Ayana sedang meringkuk di atas tempat tidur. Dia menangis bertopang lutut."Aku tidak terbiasa memelihara wanita. Apa yang terjadi?" Jovan berdiri di depan ranjang.Ayana sedikit mereda, dia menghapus air matanya. Namun, dia masih diam menunduk."Lihatlah aku, dengar! Di sini tidak ada yang akan menyakitimu." Jovan melihat Ayana ketakutan.'Apa dia mengalami trauma fisik atau serangan?' batin Jovan.Saat ini Ayana baru percaya pada Jovan. Ayana pelan mendongak, dia melihat wajah Jovan.Jovan kini melihat jelas wajah Ayana, meski matanya agak bengkak, tapi Jovan tahu kalau Ayana cantik dan manis."Cobalah percaya!" Jovan kembali meyakinkan.Ayana mengangguk kecil."Siapa namamu?"Ayana diam menunduk."Baiklah, jika kamu belum mau mengatakannya. Apa kamu sudah sarapan?"Ayana menggeleng pelan."Di luar ada pantry, di bawah ada dapu
Di sebuah tempat pemakaman umum bagi kalangan elit. Seorang paruh baya mengenakan pakaian serba hitam, juga berkaca mata hitam. Ada seorang ajudan yang membawakan payung hitam untuk memberinya keteduhan.Dia berjongkok di antara dua nisan. Satu nisan bertuliskan Addy dan satu lagi Jelita.Dia menaburkan bunga pada keduanya."Sudah 20 tahun. Kamu tidak bisa memberi tahuku di mana anakmu sekarang. Seharusnya kamu datang padaku, dan memberiku penerangan," lirih paruh baya itu.Dia menarik nafas dalam."Seandainya saja kamu mendengarkan apa kataku. Kita masih bisa tetap bersama."Pria itu sebentar mengusap nisan Addy. Lalu berdiri meninggalkan tempat itu.Berjalan dengan iringan beberapa pria tegap dan kekar. Kanigara nama itu. Nama dan wajah yang selalu Jovan ingat.Satu ajudan membukakan pintu mobil mewah. Kanigara duduk tegap penuh wibawa di dalam sana."Jalan!" tegasnya.Mobil melaju. Di dalam mobil, sang Asisten yang duduk di kursi depan sebelah kemudi, mulai membacakan jadwal sang k
"Misi baru!"Seketika semua menatap. Mereka menggunakan komunikasi lewat email, dengan semua klien. Hanya beberapa saja yang tahu pekerjaan mereka, yang pasti kalangan elit yang mampu membayar."Apa kali ini?" tanya Vincent."Sengketa Tahta." Leo menaikan alisnya."Jelaskan!" ujar Jovan."Orang tua mereka, pemilik perusahaan besar yang sudah tua, dibawa pergi sang menantu yang mereka bilang ketua Gangster yang cukup besar. Menantu itu juga membawa banyak document aset perusahaan.""Kenapa tidak lapor polisi? Pasal menculikan." Brox heran."Menantu itu mengancam akan menghabisi Papanya seketika, jika sampai polisi datang.""Kita terima. Berapa dia kasih kita waktu?" tanya Jovan."3 hari.""Cukup. Kita mulai pengintaian nanti malam," ujar Vincent."Berapa dia berani bayar?" tanya Brox."1 milyar.""Kita lihat dulu bagaimana situasinya. Nanti baru kita minta tawaran harga." Jovan masih ragu."Minta titik target!" ujar Vincent."Siap!" sahut Leo."Fix. Nanti malam kita beraksi!" Robin mer
Ayana meringkuk, pikirannya kembali mengulas kejadian malangnya.Jika kamu ingin terus melangkah, kamu harus bisa keluar dari jeratan pikiranmu sendiri. Ketakutanmu jangan kamu jadikan cengkraman pijakan untuk menopang langkahmu. Percayalah, tidak ada cerita kelam yang abadi.Saat itu. Orang tuanya meninggal akibat kecelakaan. Belum kering gundukan tanah kubur kedua orang tuanya. Ayana didatangi rentenir."Sertifikat tanah dan bangunan ada padaku. Surat perjanjian juga sah. Kalau kamu mau menuntutku, silahkan bawa pengacara!" teriak sang Rentenir.Ayana menelan ludah. Dia termasuk gadis kurang pintar. Dia hanya bisa takut. "Aku tidak tahu soal itu.""Harga rumah ini tidak bisa menutup utang Ayahmu. Jadi, kamu masih punya tanggungan, 50 juta."Ayana membelalakkan mata. "Kenapa banyak sekali?""Aku kasih waktu 1 bulan, atau kamu aku masukkan penjara!" ancam Rentenir.Ayana merupakan anak semata wayang. Di dekatnya hanya ada Paman serta Bibinya yang tinggal agak jauh.Entah untuk apa oran