Share

13. Ciuman Pertama

Author: Hakayi
last update Last Updated: 2025-10-31 12:41:14

Aksa duduk tenang di bangku deretan tengah, matanya fokus menatap ke arah dosen yang sedang menjelaskan materi di depan kelas. Namun ketenangan itu tiba-tiba buyar ketika pintu kelas terbuka keras.

Dua sosok berjalan masuk dengan langkah penuh gengsi. Tristan dan Saka. Suasana kelas langsung hening.

“Maaf, Pak,” ucap Tristan dengan nada sopan yang dibuat-buat. “Saya ingin berbicara dengan Beni Pramudita.”

Sang dosen, yang tahu betul siapa Tristan, anak pemilik Cendekia Royale University, hanya mengangguk. “Silakan, Tristan. Jangan lama-lama,” ujarnya.

Tristan dan Saka berjalan ke depan kelas. Semua mata kini tertuju pada mereka, termasuk mata Aksa yang sempat menegang.

Dengan wajah penuh kemenangan, Tristan mengangkat selembar surat berstempel resmi.

“Beni Pramudita! Mulai hari ini kamu dikeluarkan dari kampus ini! Ini surat resmi dari pihak rektorat!”

Suara gemerisik langsung terdengar di seluruh kelas. Para mahasiswa saling berpandangan, terkejut dan kebingungan.

Aksa berdiri perlah
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • KEMBALINYA SANG PEWARIS TRILIUNER   32. Nama Doni Pramudita Menggema

    Pak Surya dan Pak Ahmad melangkah memasuki ruang utama rumah megah itu, ditemani oleh House Manager, Pak Tarkam.Dari arah depan, puluhan wartawan dan kru televisi sibuk menyiapkan kamera serta pencahayaan.Kilatan lampu kamera menyala bertubi-tubi ketika keduanya berjalan menuju Nyonya Rukmini, Darren, Kirana, dan Nadin yang sudah duduk rapi menunggu di kursi utama.Mereka saling bersalaman dengan sopan sebelum akhirnya duduk di tempat yang telah disediakan. Suasana ruangan terasa penuh gengsi sekaligus tegang, seperti upacara resmi yang sedang disaksikan seluruh negeri.“Selamat datang, Pak Surya, Pak Ahmad,” sambut Nyonya Rukmini dengan senyum yang terlatih, lembut namun penuh wibawa.“Terima kasih, Nyonya,” jawab Pak Surya sopan.Rukmini menarik napas, lalu berkata dengan nada diplomatis yang terdengar jelas ke arah kamera, “Maaf bila saya tidak sempat memberi tahu sebelumnya bahwa acara hari ini akan diliput dan disiarkan secara langsung. Saya hanya ingin dunia tahu bahwa mendian

  • KEMBALINYA SANG PEWARIS TRILIUNER   31. Pengumuman Warisan

    Di ruang tengah yang megah, berkilau oleh lampu kristal dan aroma bunga segar, Nyonya Rukmini telah duduk anggun dengan gaun terbaiknya berwarna merah marun, berhiaskan mutiara di kerahnya. Darren, putra sulungnya, tampak rapi dengan setelan jas abu gelap. Dua putrinya, Kirana dan Nadin, juga telah bersiap dalam balutan gaun pesta yang menawan. Hari itu, rumah keluarga Pramudita berdenyut dengan kesibukan dan gengsi.Jamuan istimewa telah disusun di meja panjang. Kristal, lilin aromaterapi, dan deretan hidangan mewah untuk menyambut Pak Surya, manajer pribadi mendiang Damar Pramudita, serta Pak Ahmad, pengacara keluarga yang akan membacakan surat warisan."Aku sudah tak sabar memeluk Lee Joon-ho di pesta perayaan besok malam," ujar Kirana sambil bercermin."Aku malah ingin berfoto dengan Avier Ruiz," timpal Nadin dengan tawa ringan."Tenang saja, semuanya akan datang sesuai rencana," sahut Nyonya Rukmini dengan senyum yakin.Tak lama, Pak Tarkam, House Manager, masuk dengan langkah t

  • KEMBALINYA SANG PEWARIS TRILIUNER   30. Pewaris Itu Datang

    “Oh iya… iya! Betul juga, maaf ya, Nak Beni,” katanya cepat-cepat, pura-pura salah tingkah. “Tapi bagaimana pun kamu itu juga cucu Nenek... eh, maksud Nenek, teman cucu Nenek.”Aksa memijat telinganya yang masih merah, menatap neneknya sambil cemberut. “Iya, iya, Nek. Tapi lain kali jewernya jangan kekencengan.”Dita menahan tawa, menutup mulutnya dengan tangan. Sang nenek ikut terkekeh kecil, pura-pura batuk untuk menutupi.Ruangan itu kembali hangat. Matahari sore mengintip dari sela tirai, membiaskan cahaya lembut ke wajah mereka bertiga.Dan untuk sesaat, luka, darah, dan pertarungan tadi terasa seperti mimpi yang perlahan memudar, menyisakan tawa kecil dan rasa hangat yang sulit dijelaskan.Ketukan pelan terdengar di pintu kamar. Tok… tok… tok…Nenek yang duduk di kursi dekat ranjang segera berdiri dan membukanya. Di balik pintu, berdiri Pak Surya, mengenakan jas hitam rapi seperti biasa, wajahnya penuh kecemasan.“Nenek, biar saya bicara sebentar dengan Tuan Muda,” ucapnya sopan

  • KEMBALINYA SANG PEWARIS TRILIUNER   29. Sore Sebelum Pengumuman

    Baron berusaha berdiri, tubuhnya goyah tapi matanya masih menyala. Ia mengangkat tinjunya tinggi, napasnya berat.“Kau… benar-benar membuatku… marah, bocah!”Ia berlari, tinjunya mengayun ke arah kepala Aksa. Udara bergetar oleh kekuatannya.Namun Aksa tidak menghindar.Dengan refleks yang tajam, ia menangkap tangan Baron di udara, memutarnya ke bawah, lalu melangkah cepat ke depan dan menghantam kepala Baron dengan tinjunya sendiri, keras sekali, lebih keras dari semua pukulan sebelumnya.Braak!Suara benturan itu begitu keras hingga warga menjerit serempak. Darah menyembur dari mulut Baron Taji.Tubuh besar itu bergoyang sesaat, lalu jatuh menghantam aspal dengan bunyi berat. Debu naik ke udara.Sunyi.Benar-benar sunyi.Tak ada yang bergerak selama beberapa detik.Hanya napas Aksa yang terdengar, kasar, berat, tapi hidup. Ia berdiri di tengah jalan dengan tubuh penuh luka dan darah di tangannya.Warga menatap, sebagian menutup mulut, sebagian masih merekam dengan gemetar.Pasukan p

  • KEMBALINYA SANG PEWARIS TRILIUNER   28. Pertarungan Belum Selesai

    Sorak dan teriakan warga mulai membuncah di pinggir jalan. Sebagian memegang dada, sebagian menutup mulut, tak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat.Aksa, anak muda yang tadi terlempar oleh pukulan Baron Taji hingga memuntahkan darah, kini berdiri lagi sedikit goyah, tapi tegak.“Dia gila…” bisik seorang bapak paruh baya di antara kerumunan.“Gila tapi keren!” sahut pemuda lain sambil menahan napas, ponselnya masih mengarah ke tengah jalan.Baron Taji berdeham keras, otot-ototnya menegang seperti tali baja yang siap meletus. “Kau benar-benar cari mati, bocah.”Suara tawanya berat, namun di baliknya ada nada yang berbeda, bukan sekadar amarah, melainkan rasa kagum yang samar.Aksa hanya mengusap darah di bibirnya. “Aku tidak berkelahi untuk mati,” katanya pelan, “aku berkelahi untuk berdiri.”Kata-kata itu seperti menyiram bensin ke bara suasana. Warga yang menonton serentak terdiam. Bahkan hembusan angin pun terasa tertahan.Baron menggeram dan maju dengan langkah besar. Asp

  • KEMBALINYA SANG PEWARIS TRILIUNER   27. Pertarungan di Tengah Jalan

    Namun sebelum Aksa sempat maju lebih dekat, suara deru motor mendadak menggema dari kejauhan. Lampu-lampu putih menyala bersamaan, menyilaukan mata siapa pun yang menatap.Beberapa motor berhelm putih meluncur cepat dan berhenti melingkari Aksa. Di dada mereka terpampang logo kecil berbentuk kilatan perak.Warga mundur, terkejut.Baron Taji mengerutkan kening. “Pasukan pelindung…?” gumamnya. "Siapa sebenarnya anak muda ini?"Salah satu dari mereka melangkah maju, mengangkat senjata laras pendek yang bersinar dingin di bawah lampu motor. Suaranya berat dan terlatih, “Jauhi Tuan Muda kami, atau peluru ini akan menembus dadamu.”Baron menatap mereka sebentar, lalu tertawa keras, suaranya memantul di antara pepohonan.“Hahaha! Peluru? Tak akan ada peluru yang mampu menembus kulitku, bocah!”Ia menepuk dadanya, menantang. Namun sebelum pasukan itu sempat bereaksi, Aksa mengangkat tangannya pelan. Tatapannya tenang, namun suaranya tegas seperti bilah baja yang baru diasah.“Menyingkirlah. K

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status