Share

5. MEREKA KEMBALI

Author: White Lies
last update Last Updated: 2022-08-31 09:30:02

Telepon Ferdy dan Ronald baru saja terputus.

"Siapa yang dihabisi, Pa?" Allen yang turut mendengarkan percakapan Ronald dan Ferdy bertanya dengan penasaran. Ia penasaran kenapa wajah Ronald terlihat sangat marah.

"Hmm, jadi Papa sudah mencari berbagai informasi mengenai kamu, lalu Ferdy menemukan tentang apa yang dilakukan orang yang bernama Anggoro kepadamu. Orang-orang yang menabrak kamu dalam kecelakaan ini juga ternyata suruhan Anggoro. Jadi, Papa meminta Ferdy untuk mengurusnya. Dia harus diberi hukuman yang setimpal!" Ronald kembali mengepalkan kedua tangannya. Darahnya kembali mendidih mengetahui anaknya hampir terbunuh karena ulah lelaki brengsek tersebut.

"Serius, Pa? Yang bikin aku kecelakaan Anggoro?" tanya Allen dengan ekspresi terkejut. Ini fakta yang baru saja ia ketahui. Ia berpikir ini hanya kecelakaan biasa tanpa ada unsur kesengajaan.

"Betul. Papa akan jebloskan dia ke penjara! Beraninya dia menyentuhmu!"

Mendengar penuturan Ronald, tanpa disadari Allen menyunggingkan senyumnya. Semenjak kematian mamanya, Alessia seorang yang mendukung dan melindunginya. Mendengar ada sosok lain yang tidak terima melihat ia disakiti nyatanya membuatnya merasakan sedikit kehangatan.

"Eh, tapi kalau diselesaikan diam-diam bisa tidak, Pa? Sebisa mungkin aku ingin merahasiakan identitasku sebagai anak Papa." Allen membuat permohonan kepada Ronald.

"Kenapa memangnya, Nak?" Ronald mengerutkan kedua alisnya tidak mengerti. Ia teringat Jonathan yang selalu membawa-bawa nama Ronald dan perusahaan mereka kemana pun Jonathan pergi. Jonathan ingin siapa pun mengetahui identitasnya yang merupakan putra salah satu orang terkaya di negeri ini.

"Papa ingin aku mulai belajar dan mempersiapkan diri untuk menjadi penerus perusahaan Papa bukan? Menurutku belajar dengan cara seperti ini akan jauh lebih efektif. Jika orang-orang tahu aku anak Papa, mereka akan berusaha menjilat kepadaku. Aku tidak suka hal-hal seperti itu." Allen panjang lebar menjelaskan alasannya kepada Ronald. Membayangkan orang-orang yang berusaha mendekatinya karena uang dan kekuasaan akan membuatnya merasa muak.

"Hm ...." Ronald masih berusaha mencerna alasan yang diutarakan oleh Allen.

"Aku juga ingin belajar di perusahaan pusat dari posisi yang memang aku mampu dahulu, Pa. Selain itu Papa tahu sendiri kan, kantorku yang ternyata salah satu anak perusahaan milik Papa banyak karyawan yang bermain busuk di belakang. Dengan bekerja dari posisi bawah tanpa karyawan lain mengetahui identitasku, akan lebih memudahkan untuk mengetahui pihak-pihak yang bermain kotor, Pa!" Allen kembali memberikan argumennya. Dia mengatakannya dengan semangat yang menggebu-gebu.

Ronald tersenyum simpul melihat Allen yang begitu semangat mengutarakan keinginannya. Dia lalu berpikir bahwa apa yang dikatakan oleh Allen benar adanya. Keberadaan Allen sebagai putranya bisa menimbulkan berbagai niatan jahat orang-orang yang dipenuhi keserakahan di sekelilingnya. Ia tiba-tiba teringat Magdalena yang kemungkinan akan berusaha menyingkirkan Allen jika tahu Allen sudah ditemukan. Alasan yang baru saja diutarakan Allen menjadi sangat masuk akal baginya.

Ronald mengeluarkan gawai miliknya dan menghubungi seseorang.

"Ferdy, urus Anggoro diam-diam. Untuk saat ini rahasiakan dari siapapun jika Allen sudah ditemukan. Kau berkelitlah dari Anggoro jika kau sudah terlanjur mengatakan tentang Allen padanya."

"Baik Tuan, saya mengerti."

Sambungan telepon keduanya tertutup.

"Sudah. Semua beres." Ronald berkata ringan pada Allen.

"Jadi, Papa juga menyetujui syarat keduaku itu?"

"Syarat kedua? Ah ... benar juga. Syarat pertama sudah kamu ajukan tadi. Iya papa menyetujui kedua syaratmu. Begitu dokter bilang sudah sembuh dan boleh pulang, kita langsung berangkat!"

"Dokter tadi bilang besok kemungkinan sudah boleh pulang kan, Pa. Ya sudah, langsung saja." ucap Allen. Mata Allen mulai terasa berat sehingga ia memejamkannya.

"Bagaimana dengan Alessia? Kamu sudah tanya pendapatnya memangnya?" Ronald bertanya pada Allen.

"Belum." jawab Allen yang kembali teringat dengan ekspresi aneh Alessia tadi sebelum pulang. Baginya Alessia terlihat sangat gelisah, entah kenapa.

"Segera katakan kepadanya." Ronald kembali mengingatkannya.

"Hmm." ucap Allen yang sudah setengah tertidur.

***

Alessia melajukan mobilnya dengan perlahan. Kondisi hujan yang lebat membuatnya dan para pengendara lain menjadi jauh lebih waspada. Perjalanan yang biasanya bisa ditempuh dalam waktu satu jam kini harus memakan waktu lebih dari dua jam. Alessia memijat tengkuknya sesaat setelah mobilnya terparkir sempurna di depan garasi rumahnya.

Alessia masih terdiam di dalam mobilnya. Beberapa hari terakhir telah menguras hati dan pikirannya. Saat ini tubuhnya tiba-tiba terasa sangat lelah. Pikirannya tidak menentu. Matanya menatap kosong ke arah pintu garasi di hadapannya.

Suara petir yang menyambar dengan sangat kencang menyadarkan Alessia dari lamunannya. Jantungnya berdebar cepat karena terkejut. Ia yang sudah kembali tenang mengumpulkan barang-barang bawaannya dan bergegas turun. Alessia berlari kecil menuju ke pintu utama rumahnya.

'Dingin banget,' batin Alessia yang mulai menggosokkan kedua telapak tangannya untuk menghangatkan diri.

Begitu sampai di teras depan rumahnya, mata Alessia tertuju ke jejak sepatu yang cukup banyak di sana. Jejak tersebut meninggalkan bekas lumpur yang cukup jelas terlihat di atas lantai yang berwarna putih. Di beberapa titik juga terdapat bekas abu rokok dan puntungnya yang dibuang sembarangan. Puntung yang jumlahnya lebih dari sepuluh itu membuat jantung Alessia mulai berdebar tidak karuan.

Alessia kembali menatap sekelilingnya. Beberapa kursi teras yang biasanya berjejer dengan rapi kini sudah berpindah tidak karuan. Alessia semakin merasa tidak nyaman dan segera membuka kunci pintu rumahnya. Ia bergegas masuk dan menguncinya kembali.

Mereka kembali.

Mereka kembali.

Semuanya akan terulang lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KEMBALINYA, TUAN MUDA ALLEN   17. KANDIDAT TERKUAT

    "Aku tidak akan bercerai. Titik.""Kita lihat saja nanti." jawab Ronald dengan ekspresi menantang.Ronald bergegas meninggalkan Magdalena yang masih berdiri mematung. Ia melambaikan tangan ke arah Ferdy yang berdiri tidak jauh darinya."Ada apa, Tuan?" tanya Ferdy yang kini telah berada di hadapan Ronald."Aku tidak jadi pergi. Tiba-tiba tubuhku terasa lelah.""Baik, Tuan.""Pastikan Magdalena segera pergi dari sini. Setelah itu kau temui aku di ruang kerja.""Saya mengerti, Tuan."Ronald melangkah dengan sedikit gontai menuju ke lantai dua rumahnya. Ia menuju ke ruang kerja pribadinya yang terletak persis di samping kamar utama.Ia lalu terduduk dengan lemas di kursi andalannya. Perasaannya campur aduk atas apa yang baru saja ia ucapkan pada Magdalena.Mereka akhirnya akan bercerai. Lagi.Ini bukanlah hal baru bagi Ronald, toh sebelumnya ia sudah pernah menceraikan Magdalena. Hanya saja kini sudah tidak ada lagi Jane di dunia ini. Tidak ada lagi harapan baginya untuk bisa meyanding

  • KEMBALINYA, TUAN MUDA ALLEN   16. LEPASKANLAH

    "Silakan Tuan, ini coklat hangatnya." ucap Dian sembari meletakkan secangkir coklat hangat di hadapan Ronald."Terima kasih, ya!" jawab Ronald dengan senyum simpul. Ia mengambil cangkir hitam tersebut dan mulai menyesap minumannya.Dian tersenyum sembari memperhatikan Ronald. Setelah kepulangan Ronald, Dian bisa merasakan perubahan yang sangat kentara pada Ronald. Sebelumnya, Ronald yang sangat terpukul atas kecelakaan yang merenggut nyawa putranya, Jonathan, menghabiskan banyak waktunya dengan berdiam diri dan termenung.Terlebih semenjak Ronald bertengkar hebat dengan Magdalena, Ronald menjadi semakin murung dan menghabiskan waktunya dengan mengurung diri di kamar. Ia bahkan sering melewatkan jam makannya dan nyaris tidak keluar kamar sama sekali.Tetapi setelah kepergian Ronald selama sepekan, Ronald terlihat jauh lebih baik dan mudah tersenyum. Bahkan Dian beberapa kali mendengar Ronald bersenandung menyanyikan lagu-lagu lawas kesukaannya."Sama-sama, Tuan. Apakah tidak terlalu ma

  • KEMBALINYA, TUAN MUDA ALLEN   15. JALAN PINTAS

    "Mainan baru, Tan?" tanya Fabio cengengesan."Gitu deh. Kalian ada apa nih ke sini tanpa kabar-kabar dulu? Tumben." tanya Magdalena sembari melakukan peregangan. Beberapa bagian tubuhnya terasa pegal.Melissa menatap datar ke sekeliling Magdalena kemudian berucap, "Kita ngobrol di luar saja."Melissa segera melangkah ke luar kamar dan menuju ke sofa yang tersedia di balkon lantai dua. Fabio mengekorinya dan berdiri di sisi balkon. Dari sana ia memperhatikan sekeliling rumah Magdalena yang terlihat asri dan terawat. Tentu saja para karyawannya yang merawat, bukan Magdalena.Fabio dan Melissa menoleh saat terdengar suara langkah kaki mendekat. Ternyata Sania yang datang dengan membawakan minuman yang mereka minta. Sania meletakkan dengan hati-hati dua cangkir teh hangat dan kopi hitam di atas meja."Ada hal lain yang bisa saya bantu?" tanya Sania dengan sopan."Rapikan kamarku dong, Sania!" perintah Magdalena yang baru saja keluar dari kamar. Ia berjalan menuju ke arah balkon. Ia kini s

  • KEMBALINYA, TUAN MUDA ALLEN   14. MAINAN

    Sebuah mobil hitam melaju cepat di jalanan sebuah perumahan. Dilihat dari jejeran rumah di sebelah kiri dan kanannya, bisa jelas diketahui bahwa itu adalah sebuah perumahan kelas atas. Tidak lama kemudian, mobil itu menepi di depan sebuah rumah dengan pagar tinggi berwarna coklat. Petugas keamanan yang berjaga di sisi pagar menelisik sejenak siapa yang datang, sebelum akhirnya mempersilakan mobil itu masuk.Petugas keamanan segera menghampiri mobil yang kini telah berhenti di pekarangan rumah yang luas. Ia bergegas membukakan pintu penumpang dan menunduk dengan hormat."Selamat pagi, Nyonya Melissa. Silakan masuk," ucap petugas keamanan tersebut dengan sopan. Wanita tersebut hanya mengangguk singkat tanpa berbicara.Tidak lama kemudian pintu bagian pengemudi terbuka. Seorang pemuda melangkahkan kakinya keluar dari mobil. Ia mengenakan celana jeans dan kemeja hitam yang membalut sempurna tubuh atletisnya. Menilik kemiripan wajah keduanya, tidak salah lagi bahwa keduanya adalah ibu dan

  • KEMBALINYA, TUAN MUDA ALLEN   13. TANGAN KANAN

    "Papa, itu punya siapaa?!""Hehehe" Ronald hanya terkekeh dan tidak menjawab."Papa," Allen kembali memanggil Ronald."Selamat sore." ucap seorang pria yang berjalan menghampiri mereka."Yang hitam punya yang ini, yang merah punya yang ini!" sahut Ronald kepada pria tersebut. Ia menunjuk ke arah Allen lalu berganti ke arah Alessia. Mendengar penuturan Ronald, pria tersebut lalu tersenyum sopan dan menyapa keduanya. Dari seragam yang dikenakannya, bisa diketahui bahwa ia adalah seorang pegawai sebuah dealer mobil terkemuka."Dokumen sudah selesai diurus, tetapi kami masih membutuhkan tanda tangan Bapak Allen dan Ibu Alessia. Mohon kesediaannya," ucapnya sembari menyerahkan lembaran dokumen pembelian mobil beserta kelengkapan lainnya.Allen dan Alessia saling bertukar pandang."Maaf, Om. Saya tidak bisa menerimanya," ucap Alessia yang bergegas menghampiri Ronald."Om tidak menerima penolakan, Alessia. Lagi pula sudah terlanjur dibeli. Sekarang kalian tanda tangan saja, kasihan mereka ya

  • KEMBALINYA, TUAN MUDA ALLEN   12. RUMAH BARU

    Mobil yang dikendarai oleh Allen dan Alessia perlahan memasuki sebuah perumahan yang tampak masih baru. Beberapa unit yang mereka lewati terlihat masih kosong dan belum berpenghuni. Tidak lama kemudian mereka berhenti di depan sebuah rumah dua lantai dengan nuansa warna putih."Ini kita di mana, Pa?" tanya Allen memperhatikan sekelilingnya."Yang ini rumah Allen, yang ini rumah Alessia." sahut Ronald sembari menunjuk dua rumah di hadapan mereka yang letaknya persis bersebelahan."Ha?" tanya Allen kebingungan."Sudah ayo masuk dulu. Papa sudah suruh orang untuk mempersiapkan semuanya sebelum kedatangan kalian. Ayo, kita lihat dulu!" ujar Ronald. Ia melangkah masuk ke rumah yang tadi ia sebut sebagai rumah Allen.Begitu di dalam, Allen tahu bahwa rumah ini memang sudah siap untuk ditempati. Segala perabotan, peralatan dapur dan berbagai peralatan penunjang keseharian sudah tersedia dengan lengkap. Allen iseng membuka kulkas dan benar saja, di dalamnya sudah terdapat berbagai bahan yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status