Bulu mata Ruyi bergerak perlahan.
Mata yang terpejam perlahan - lahan terbuka dengan lebar. Di hadapannya dia melihat hutan yang sangat lebat. Dia mulai mengingat apa yang terjadi padanya. Dan dia tersadar, bahwa ada sesosok laki - laki penyelamatnya di sampingnya. Dia tersenyum canggung. Dia sangat malu, karena tertidur begitu saja dan bahkan membiarkan orang yang menolongnya menjaganya. "Maafkan saya karena tertidur begitu saja Tuan Luhan, "sambil memasang wajah memelas Ruyi berbicara pada Luhan. "Tidak apa - apa, aku tau kau lelah," jawab Luhan sekenanya. "Kalau kau sudah bangun, ayo kita cari rombonganmu, berpeganganlah padaku.!!" Dengan posisi berjongkok, Luhan mulai menggendong Ruyi. Ruyi melingkarkan tangannya di leher Luhan, saat sudah di gendong oleh Luhan. Luhan mulai berjalan menyusuri hutan, untuk mencari rombongan Ruyi. Mereka menuju ke arah luar hutan. Samar - samar terdengar suara beberpa orang yang berteriak - teriak. "Nona Ruyi.....!!!! " "Nona Ruyi.....!!!! " "Nona Ruyi.....!!!! di mana anda....!!! Beberapa orang berteriak teriak memanggil nama Ruyi. Ruyi mendengarnya. Dia melihat Luhan, dan Luhan memberikan isyarat padanya untuk berteriak. "Semuanya.... aku di sini......!! Teriak Ruyi. Dari arah depan berlari beberapa orang menghampiri Ruyi yang di gendong oleh Luhan. Salah seorang yang berlari adalah wanita dengan wajah penuh air mata. " Nona Ruyi....... anda sudah ketemu, hamba benar - benar kawatir pada keadaan nona," seorang pelayan menghampiri Ruyi dengan air mata masih membasahi wajahnya. "Maaf membuatmu kawatir Rina, aku tadi berlari menghindari kejaran babi hutan dan tanpa sadar masuk ke dalam hutan. Untung saja ada Tuan Luhan yang menyelamatkanku, "ucap Ruyi menenangkan pelayannya. "Tuan Luhan bisa anda turunkan aku, aku sudah baik - baik saja." Dalam diam Luhan menurunkan Ruyi dari gendongannya. Pelayan Ruyi, Nina membantu Ruyi untuk menopang tubuhnya. "Terima kasih banyak Tuan Luhan..... anda benar - benar adalah dewa penolong, seandainya anda tidak menolong nona, aku tidak tau apa yang akan terjadi," tanpa berani membayangkan Nina berbicara. "Tidak apa - apa, lagi pula aku hanya lewat, " ucap Luhan. "Kalau begitu sekarang kau sudah aman, aku pamit untuk meneruskan perjalananku." Luhan berpamitan pada Ruyi dan rombongannya dan dia berjalan meninggalkan mereka. Ruyi memandang kepergian Luhan dengan perasaan tidak rela. Bahkan saat Luhan semakin menjauh dia masih berdiri memandang Luhan. Dia berharap semoga suatu hari dia akan bertemu Luhan kembali. "Ayo nona..., " Nina menyadarkan lamuan Ruyi. "Ya... ayo kita kembali, aku tidak kuat melanjutkan perjalanan, kakiku sakit sekali, " ucap Ruyi sambil berjalan ke arah tandu dengan di papah oleh Nina. ........ Di dalam kegelapan. Sebuah wajah dengan mulut terangkat membentuk senyuman mengawasi dari balik pohon. Dia melihat segalanya. Dia merasa umpannya sudah di makan. Segera dia beranjak pergi dan akan kembali ke tampatnya. "Kau sudah berada dalam genggamanku Dewa Perang Luhan...... " "Ha.... ha.... ha....., " dia tertawa karena rencananya berjalan dengan lancar. ........ Luhan segera menggunakan kekuatan dewanya dan terbang menuju ke Gunung Birlam. Kali ini dia benar - benar tidak dapat berfikir jernih. Bayangan wajah Ruyi yang tertidur selalu terbayang di benaknya. Bahkan rasanya tangannya masih merasakan tubuh Ruyi yang di gendongnya. 'Sial...!!! ada apa denganku !'batinnya. 'Aku harus fokus mengurus segalanya, biar semuanya segera cepat selesai.' Luhan mulai menghilangkan bayangan - bayangan Ruyi yang selalu lewat di dalam benaknya. Dia berusaha fokus pada tujuan kenapa dia turun ke dunia manusia.Di atas singgasananya. Raja Iblis mengernyit. "Cecar sudah mati? Bagaimana pasukan kita? " "Yang Mulia, pasukan berhasil saya amankan, tuan Cecar sudah memberikan waktu pada kami untuk mundur dan bersembunyi," lapor bawahan Cecar. "Untung saja cukup lama tuan Cecar memberikan waktu, kalo tidak, mungkin kami tidak akan bisa hidup." "Alfa, Delta, kalian gantikan posisi Cecar untuk sementara memegang kendali atas pasukan baru," perintah Raja Iblis. Bawahan Cecar merasa agak kurang adil, selama ini biasanya dialah yang memegang kendali saat tuan Cecar tidak ada. Kenapa setelah Tuan Cecar meninggal, pemimpin pasukan malah di serahkan pada Alfa dan Delta. Sungguh tidak adil. Tapi dia hanya bisa membatin hal itu, karena kalau sampai berani menyinggung Raja Iblis, maka sudah di pastikan tidak akan bisa hidup ataupun mati dengan tenang. "Sayang sekali, mesti Cecar seorang pemarah dan mempunyai emosi yang gampang meledak, dia adalah bawahan yang sangat kompeten." "
Di tempat lain. Gunung Birlam. Angin yang tidak terlalu kencang, menggoyang - goyangkan helaian rambut yang tidak terikat milik pria itu. Dia berdiri di atas pohon dengan tatapan tajam seperti mata elang. Dia menatap jauh di ujung sana, seakan sudah menemukan mangsa yang hendak di tangkapnya. Dengan aura dingin, dia memerhatikan keadaan jauh dengan pandangan menusuk. Cukup lama dia mengawasi sesuatu di ujung sana dengan sabar. "Baiklah... cukup bagus kalian bersembunyi," dengan menaikkan sedikit sudut bibirnya, dia mengguyingkan senyum mengejek. Dia mulai bergerak. Secepat kilat dia berpindah sampai tidak ada yang menyadarinya. Di depannya ada sekitar sepuluh ribu prajurit ras iblis yang sedang berlatih bertempur. J
"Luhan.......... " "Luhan....... " Dalam tidurnya, Ruyi mengigau nama Luhan di tengah sakit panasnya. Saat sampai di rumah, kaki Ruyi segera di rawat, tapi tubuhnya bereaksi dengan panas. Tabib yang di undang oleh ayah Ruyi memeriksa Ruyi dan mendiaknosa jika panas Ruyi adalah karena luka - luka yang ada di kakinya. Tapi hal itu wajar, karena itu memang efeknya, makanya tabib itu juga meresepkan obat penurun panas untuk Ruyi. Leon, ayah Ruyi, duduk di kursi di samping tempat tidur Ruyi. Dia menjaga putrinya yang tengah sakit. Sedikit menyesal kenapa dia tadi mengijinkan Ruyi untuk keluar. Kemarin Ruyi berkata bahwa dia ingin mengunjungi makam ibunya sehari setelah tahun baru, makanya Leon, ayah Ruyi mengijinkan Ruyi pergi untuk melakukan doa di makam ibunya. Tapi kelalaiannya adalah dia tidak menyiapkan cukup pengawal untuk menemani dan melindungi Ruyi. "Siapa Luhan ?" tanya Leon kepada Nina, pelayan Ruyi. Leon cukup terkejut kenapa Ruyi sampai mengigau menyebut
Bulu mata Ruyi bergerak perlahan. Mata yang terpejam perlahan - lahan terbuka dengan lebar. Di hadapannya dia melihat hutan yang sangat lebat. Dia mulai mengingat apa yang terjadi padanya. Dan dia tersadar, bahwa ada sesosok laki - laki penyelamatnya di sampingnya. Dia tersenyum canggung. Dia sangat malu, karena tertidur begitu saja dan bahkan membiarkan orang yang menolongnya menjaganya. "Maafkan saya karena tertidur begitu saja Tuan Luhan, "sambil memasang wajah memelas Ruyi berbicara pada Luhan. "Tidak apa - apa, aku tau kau lelah," jawab Luhan sekenanya. "Kalau kau sudah bangun, ayo kita cari rombonganmu, berpeganganlah padaku.!!" Dengan posisi berjongkok,
Luhan berjalan sambil menoleh untuk mendapatkan tempat yang aman dan nyaman. Di sebelah kirinya, dia menemukan sebuah pohon besar yang di lengkungan di bagian bawahnya. Dia berjalan mendekat di ke pohon itu dan meletakkan wanita di gendongannya dengan hati - hati. "Duduklah dengan nyaman, aku akan mencari air untuk membersihkan lukamu, " kata Luhan. Saat Luhan akan berdiri, wanita itu memegang ujung baju Luhan, "aku takut nanti kalau ada babi hutan lagi bagaimana?" ucap wanita itu dengan mata memelas. "Tenang saja, kau aman di sini, lagi pula aku hanya sebentar," Luhan berusaha menenangkan wanita itu. Luhan tau, jelas wanita itu masih ketakutan karena di kejar oleh babi hutan. Tanpa di sadari oleh wanita itu, Luhan membuat penghalang untuk melindungi wanita itu selama dia mencari air. Itu adalah penghalang dewa, hanya para Dewa dan
Di atas Gunung Sigra. Gunung sunyi dengan pepohonan lebat yang belum terjamah manusia. Setelah Luhan turun dari langit, dia memilih Gunung Sigra sebagai tempat tinggal sementaranya di dunia. Di atas Gunung Sigra terdapat hulu sungai Yangze. Dia melihat aliran sungai, Dia akan merasa selalu dekat dengan Meya jika berada di dekat hulu sungai Yanze. Dan karena hal itulah dia memilih tempat ini. Dia mulai membangun sebuah pondok kecil dengan kekuatan internalnya, sebagai tempat istirahatnya. Hari ini sudah malam, di atas Gunung Sigra, Luhan dapat melihat ribuan Bintang yang tersebar menghiasi langit malam yang pekat. Suara - suara binatang saling sahut - menyahut, akan tetapi Luhan tidak menghiraukan hal itu. Jikalau dia di serang binatang, dia hanya cukup mengeluarkan aura kepemimpinannya maka bin