Share

Bab 4

Author: Siti_Rohmah21
last update Last Updated: 2022-09-25 14:27:54

"Bagaimana, Mas? Kok melamun?" tanyaku pada Mas Fariz yang sedari tadi aku liat terdiam.

"Ya sudah, kebetulan aku masih pegang uang di ATM. Itu kamu pegang saja untuk masak sebulan. Kak Murni pakai uang di ATM." Ucapan Mas Fariz membuatku merasa tidak enak. Ternyata suamiku memiliki hati yang lapang. 

"Terima kasih, Mas. Semoga Allah selalu lancarkan rezeki Mas Fariz," ucapku. 

"Aamiin."

***

Pagi ini, tepat hari minggu. Biasanya kami berdua berkunjung ke rumah mama. Mas Fariz pun sudah bersiap-siap untuk berangkat.

Namun, ada yang terlupakan. Aku lupa minta rekening Kak Murni, karena memang Kak Murni baru kali ini pinjam uang. Setiap kali aku pinjam, selalu aku kembalikan dengan uang cash. Jadi nomer rekeningnya belum aku simpan.

Aku coba kirim chat meminta nomer rekeningnya. Agar Mas Fariz segera mengirimkan uang yang Kak Murni butuhkan.

[Kak, nomer rekeningnya. Mas Fariz ingin transfer.]

[Ini Bank BCA Murni Cahyani 1111111111. Kirain nggak jadi minjemin.]

Aku berikan nomer rekeningnya pada Mas Fariz. Ia segera melakukan transaksi.

"Sudah, Mas?" tanyaku.

"Sudah, Dek. Dua juta rupiah sudah aku kirim."

"Syukurlah, Mas. Semoga rezeki kita jadi bertambah sudah nolong Kak Murni. Sekarang kita ke rumah Mama, yuk!" ajakku.

"Ayo, bilang dulu tuh sudah di transfer." Mas Fariz mengirimkan bukti transfer ke kontakku terlebih dahulu karena ia tak menyimpan nomer kontak kakakku.

[Kak, ini bukti transfernya. Sudah, ya.]

Aku kirim pesan sekaligus bukti transfer kepada Kak Murni. Sudah dibaca chat yang aku kirim, namun tak ada balasan darinya sekadar ucapan terima kasih. Kemudian setelah itu aku berangkat ke rumah mama.

"Yuk, berangkat!" ajakku. Mas Fariz pun mengeluarkan motornya. 

Di jalan, kami terus berbincang-bincang. Terutama aku yang selalu mengucapkan terima kasih pada Mas Fariz atas kemurahan hatinya.

"Mas, sekali lagi terima kasih banyak, ya."

"Sudahlah, Kak Murni juga sering nolong kita meskipun mulutnya sering berkata kasar," sahutnya sembari mengendarai motor.

"Iya, Mas. Kita harus ingat kebaikan Kak Murni dibandingkan keburukannya." 

"Lagian kalian kan kakak beradik, aku berdosa sekali jika hubungan kalian jadi renggang karena utang piutang."

Aku memeluknya erat, rasanya aku sangat beruntung memiliki suami seperti Mas Fariz.

Sesampainya di rumah mama, ternyata di sana sedang kedatangan adik-adik mama dari Bekasi. Mereka sedang berkumpul di rumah mama. Aku memanggilnya Tante Lira. Ia datang bersama suaminya.

"Assalamualaikum," ucapku saat baru sampai. Menyalami Tante Lira dan Om Dio.

"Waalaikumsalam, eh Raya, Fariz. Baru datang kalian?" tanya Tante Lira. Aku sering chat dengan Tante sekadar curhat masalah keuangan keluarga. Namun, belakangan saat keuanganku sudah stabil, sudah tak lagi curhat kepadanya.

"Tante, baru datang?" tanyaku sambil meletakkan tas dan helm di lemari milik mama. 

"Dari tadi, Tante baru pulang dari rumah Murni, mampir deh ke sini." Setelah mendengarkan Tante menjawab pertanyaanku, barulah aku ke dalam bersalaman pada mama dan papa.

Kemudian aku balik lagi berbincang-bincang dengan Tante Lira. Mas Fariz pun bercengkrama dengan Om Dio.

"Kamu apa kabarnya?" tanya Tante Lira, kami memang jarang bertemu. Sekalinya bertemu paling acara keluarga.

"Baik, Tante, alhamdulilah."

"Sombongnya, dulu kamu sering curhat, sekarang sudah tidak lagi," ledek Tante Lira.

"Tanteku ini, bisa saja ngeledeknya," sahutku. 

"Tante memang hanya tempat curhat, tidak bisa bantu apa-apa. Kalau sudah bahagia jangan lupain Tante juga, Raya." Tante mengingatkan aku, mungkin aku juga yang salah, tak pernah bertanya kabar meskipun hanya lewat pesan W******p.

"Tante, jangan begitu. Aku jarang pegang handphone, sibuk ngerjain pekerjaan rumah," ucapku. Mama pun keluar dari dapur menghidangkan masakan kesukaan anak-anaknya. Mama masak segala macam masakan kesukaanku dan Kak Murni. Namun, Kak Murni tidak datang ke sini. Mungkin ada urusan dengan rentenir yang ia maksudkan semalam.

"Tadi gue denger elu dari rumah Murni ngapain?" tanya mama kepada adiknya. Tante Lira bergeming. Hanya mengarahkan pandangannya pada bola mata mama.

"Iya, Tante. Ada apa ke rumah Kak Murni?" tanyaku ikut penasaran. Tante Lira belum menjawab. Ia hanya terdiam dan mematung. Sebentar-sebentar ia pun menelan salivanya seperti orang kaget.

Aku dan mama memandangnya dengan mata menyipit. Ada apa dengan Tante Lira dan Kak Murni? Kenapa ia tiba-tiba mematung seperti itu?

"Dio, ada apa sih tadi kalian ke rumah Murni?" tanya mama kini pada Om Dio. Itu mama lakukan karena pertanyaannya tak dijawab oleh Tante Lira.

"Ada yang kalian sembunyikan? Nggak apa-apa, nanti juga lama-lama tercium," ucap mama mengancam Tante Lira dan Om Dio.

Tidak seperti biasanya Tante Lira merahasiakan sesuatu dariku. Biasanya ia dan aku seperti kakak beradik saja, saling curhat satu dengan yang lainnya.

Namun, kali ini Tante Lira dan Om Dio sama-sama tak ingin menjawab pertanyaan mama. 

"Sudahlah, Mah. Jangan maksa," ucap Mas Fariz ikut bicara.

"Iya, sebaiknya tak usah bicara. Nanti juga ketahuan dari status wa nya Murni," sahut mama. Ia selalu menilai Kak Murni dari statusnya.m, membuatku ingin tertawa saja rasanya.

"Nggak, kami nggak nyembunyiin apa-apa kok. Tadi ke rumah Murni karena ia butuh uang saja," jawab Tante Lira.

"Murni minjam duit elu, Lira?" tanya mama terkejut. Jelas terkejut, mama tahu Kak Lira minjam uangku 2 juta rupiah.

Aku dan Mas Fariz saling bertatapan, menghela napas panjang. Harus bersiap-siap dengar jawaban Tante Lira. Apakah Tante Lira memberikan pinjaman juga kepada Kak Murni?

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 32 Extra Part

    Ekstra PartPOV MurniSyukur alhamdulilah, Tuhan berikan nikmat padaku dengan bertemunya orang-orang baik. Padahal, bisa dibilang tingkah laku yang dulu aku lakukan itu sangatlah tidak terpuji. Sering merendahkan orang lain, bahkan adik kandung sendiri.Begitu banyak cerita tentang perjalanan hidupku. Terutama mengenai semua yang telah aku perbuat di masa lalu. Itu semua kembali menimpaku. Kala itu, aku tak pernah berpikir bahwa semua perbuatan tak mungkin jadi boomerang untuk diriku sendiri. Namun, hukum alam memang begitu adanya. Siapa yang menabur, maka bersiaplah untuk menuai.Hari ini, aku dilarikan ke rumah sakit. Ini semua terjadi karena kelelahan. Beberapa hari ke belakang, aku memang sering begadang untuk menyelesaikan tulisan.Mertuaku yang kepanikan melarikan ke rumah sakit. Akibatnya seluruh warga jadi heboh karena kecemasan mertuaku. Wajar saja, karena saat aku pingsan, Mas Aldi tidak berada di rumah.Mama dan Raya pun panik, begitu juga dengan Tante Lira yang ikut datang

  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 31 End

    Pikiranku tak karuan, apalagi dengan mama, ia tak henti-hentinya menangis sambil berdoa di dalam mobil. Tante Lira yang berada di samping mama hanya bisa menenangkan dengan caranya."Kak, jangan terlalu panik kenapa. Kan Kakak sendiri yang sering memberi nasihati untuk pasrah!" ujar Tante Lira, aku hanya berharap Kak Murni baik-baik saja. "Iya, gue udah mulai tenang. Sampai ke rumah sakit, berapa lama lagi, Bang?" tanya mama pada supir."Kita sudah di depan rumah sakit, Bu. Itu rumah sakitnya," ucap supir sambil melipir. Ia tak bisa masuk, karena ingin melanjutkan tarikan lagi.Kami memberikan ongkos pada supir, lalu turun dan beranjak ke UGD rumah sakit. Setelah sampai ke depan UGD, mertuanya sudah masuk menemani Kak Murni. Aku dan yang lainnya dicegah oleh petugas."Maaf, Bu. Mau bertemu dengan siapa?" tanya satpam di depan."Saya mau menemui pasien yang bernama Murni, barusan dibawa ke sini." "Maaf Bu, sudah ada dua orang di dalam, kalau bisa bergantian." Pak satpam menghalangi k

  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 30

    "Mah, Kak Murni sombong banget, aku hubungi dia malah matikan telepon!" ucapku kesal. Kemudian mama dan Tante Lira berusaha menenangkan aku.Aku terus mengelus dada, agar tidak timbul rasa kesal pada Kak Murni. Ia sudah lama berubah. Masa iya kembali ke sifatnya yang dulu lagi?"Jangan buruk sangka dulu, nanti kita ke rumahnya, bagaimana?" tanya mama menawarkan berkunjung ke rumah Kak Murni. Aku yakin sebenarnya Mama pun khawatir, tapi ia berusaha menutupi itu.Ada baiknya juga, jangan-jangan Kak Murni tersiksa lagi hidupnya di sana. Ada mertua yang menggembleng kerjaan rumahnya. Astaga, kenapa aku jadi buruk sangka begini!"Aku izin Mas Fariz dulu, Mah. Jangan sampai Mas Fariz cemas dengan keadaanku.""Ya sudah kirim pesan pada Fariz dulu sana! Mama juga ingin melanjutkan masak dulu." Mama kembali ke dapur. Aku masih bersama dengan Tante Lira di sini.Tante Lira sudah dua bulan lebih tinggal bersama mama di sini. Sepertinya uangnya belum cukup untuk renovasi rumahnya yang dilahap si

  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 29

    "Mah, kok malah diam. Jawab dong!" tanyaku memaksanya untuk menjawab.Kemudian Tante Lira menghampiriku. Ia mengajakku untuk bicara. Kenapa tiba-tiba tubuhku jadi bergetar seperti ini. Ada apa dengan mereka? Rahasia apa yang tidak aku ketahui?"Raya, memang kamu belum tahu?" tanya Tante Lira membuatku semakin bingung. Ini ada apa sih? Kenapa mereka aneh begini. Perasaan kemarin masih lihat status di Facebook Kak Murni normal-normal saja."Ada apa, Tante? Jangan bertele-tele deh!" ucapku dengan nada menekan. Rasanya sudah dongkol sekali, sedari tadi belum diberitahu kenapa Kak Murni tidak ada di rumah."Murni sudah dijemput oleh mertuanya, ia sekarang tinggal bersama mertua di rumahnya." Ucapan Tante Lira membuatku terkejut. Astaga, ini akan menjadi tekanan untuk Kak Murni, jika mertuanya membandingkan ia dengan adik iparnya bagaimana? Bukankah mereka selalu saja bersaing."Kenapa dikasih, Tante? Aku nggak rela jika Kak Murni kenapa-kenapa lagi," ujarku kesal."Mertuanya sudah melunasi

  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 28

    Aku dan Mas Fariz terkejut, mata kami saling bertatapan. Ada rasa takut dan cemas di dalam hatiku.Kemudian kami beranjak dari tempat tidur. Melihat ke arah sumber suara tersebut. Aku berada di belakang Mas Fariz yang mengendap-endap. Begitu terkejutnya kami, saat melihat ada tiga orang anak muda sedang menyongkel pintu tetangga.Tanpa berpikir panjang, kami berdua berteriak sekeras-kerasnya. Agar warga sekitar bangun dari tidur lelapnya."Maling ... maling ...." Ketiga orang tersebut terperanjat saat mendengar teriakkan kami berdua. Kemudian kami ke luar. Namun, belum sempat warga mengeroyok, mereka kabur mengendarai motor yang mereka bawa. Satu motor tiga orang, itu artinya belum ada yang kebobolan saat itu."Pak Fariz, terima kasih banyak," ucap tetangga yang hampir kebobolan. Mereka terbangun karena mendengar teriakkan kami berdua dan suara motor yang tiba-tiba ngebut."Sama-sama, Pak." Mas Fariz pun menjadi saksi untuk melaporkan ke RT setempat."Ada apa, Pak? Bagaimana kejadian

  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 27

    "Mah, memang dompetnya isi apa aja?" tanyaku penasaran, setahu aku tadi mama bawa dompet yang biasa ia bawa ke tukang sayur, bukan untuk bepergian ke pasar. Biasanya dompet itu memang hanya berisikan uang receh seadanya.Mama mengerenyitkan dahi. Ia masih panik dengan perampasan tadi."Tadi Mama hanya membawa uang receh, tapi tiba-tiba kepingin bawa uang lebih. Jadi, tadi ambil duit di dompet 500.000 rupiah," ucap mama. Ini pasti memang feeling kuat akan kehilangan uang."Ya Allah, duit segitu lumayan, Mah," ucap Kak Murni. Mungkin ia menyayangkan karena ia tidak punya uang sebanyak itu saat ini.Semoga saja malingnya segera tertangkap. Agar tak begitu membuat mama sesak. Aku dan yang lainnya menghabiskan makanan yang masih tersisa banyak. Namun, jantungku tak hentinya berdetak lebih cepat. Makan pun jadi tidak kuhabiskan.Padahal, tadi kami sedang bersenang-senang dan bahagia. Namun, di tengah kebahagiaan ada saja masalah yang kami hadapi ini. Saat ini pesan mama jadi terngiang-ngia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status