Share

Bab 6

POV Murni

"Kalau besok nggak ada duit 5 juta gue ambil mobil elu, Murni."

Tia menagih uang setoran yang sudah jatuh tempo. Aku memiliki utang dengannya 30 juta dan harus dicicil sebulan 5 juta rupiah perbulan selama 10 bulan. Aku terpaksa ngutang dengan Tia karena usaha perkreditan barangku kini bangkrut. Ini disebabkan orang yang kredit kebanyakan kabur tanpa meninggalkan jejak. Uang 30 juta tersebut aku pakai untuk nutupin cicilan-cicilanku. 

Pendapatan dari kredit barang sekitar 7 juta perbulan lenyap tak tersisa. Dalam waktu 3 bulan ini yang bersangkutan lari. Akibatnya aku tidak bisa membayar cicilan rumah dan mobil yang masih tersisa 2 tahun ini. Gaji suami sudah habis terpotong dengan cicilan modal saat usaha masih berjalan.

"Sabar kenapa Tia, 5 juta gue bayar besok!" sahutku dengan nada kesal.

"Elu sewot sekarang, Mur, ditagih orang?" tanya Tia dengan nada sombongnya.

"Bukan sewot, kesel aja elu mah nggak inget temen nagihnya dah seperti rentenir." Aku kesal dengan Tia yang menganggapku orang lain saat menagih. Padahal dulu dia yang sering kredit barang padaku. Namun seiringnya waktu, ia sekarang sedang banyak uang makanya kreditin uang seperti rentenir. Bunganya pun gila-gilaan.

"Murni, kamu tidak ingat 2 tahun lalu?" tanya Tia mengingatkanku sesuatu. Namun aku tidak dapat mengingatnya, pikiran mengenai utang dan cicilan dalam 3 bulan ini membuatku tidak sempat memikirkan masa lalu.

"Apa sih? Masa lalu apa?" tanyaku masih bicara melalui sambungan telepon.

"Ini karma buat elu, Murni. Dulu elu yang nagih, belum jatuh tempo aja udah bawel setengah mati. Sekarang elu yang ditagih udah lewat seminggu masih nyuruh gue sabar." Aku bergeming, tak menjawab ucapan Tia. Dadaku sesak sekali mendengar ucapan Tia. Apa benar yang ia katakan? Apakah ini karma untukku?

***

2 tahun yang lalu.

Aku diberikan modal oleh Mas Aldi untuk usaha. Akhirnya usaha yang aku pilih adalah elektronik, dengan cara memberikan kredit jangka waktu 10 bulan.

Banyak sekali yang kredit, modal 100 juta pun berjalan dengan lancar. Sejak usahaku 2 tahun lalu mulai naik pendapatan. Saat itu pula aku mulai kredit mobil dan rumah. 

Usahaku ini tak banyak yang tahu. Hanya teman-teman dan tetangga saja. Untuk saudara-saudara, tidak banyak yang tahu. Aku khawatir jika saudara yang kredit tidak akan lancar bayarnya. Mereka pasti terlalu menggampangkan bayarnya. Kecuali Tante Lira, hanya ia yang tahu usahaku ini. Mama tahu, namun tidak tahu aku memiliki modal besar. Ia tahu nya aku kreditin barang yang harga standar saja.

Saat itu, Tia sedang berkunjung ke rumahku. Ia melihat beberapa tetangga bayar cicilan kepadaku. Sehingga ia ingin kredit barang juga.

"Mur, gue kredit laptop dong yang harga 5 juta aja." Tia bicara padaku.

"Besok ya, inget sebelum jatuh tempo 2 hari kudu bayar. Inget-inget, ya!" ucapku mengingatkan sebelum ia kredit.

"Iya, paling berapa doang cicilannya. Berapa si kalau harganya 5 juta?" tanya Tia.

"Jadi 750 ribu sebulan, tenor 10 bulan," ucapku menjelaskan. 

"Ya udah gue setuju," sahut Tia.

Akhirnya Tia menyetujui syarat kredit barang denganku. Tidak boleh telat dari jatuh tempo. Telat sehari harus siap aku tagih.

Dua bulan setelah kredit laptop, Tia pun ditimpa masalah. Keuangannya goyang, sehingga sudah tanggal jatuh tempo dia belum bayar cicilan padaku. 

"Tia, besok jatuh tempo, kan gue bilangin dari awal kalau bayar sebelum jatuh tempo!" ucapku berniat mengingatkan Tia.

"Mur, bulan ini gue agak telat sehari doang, gue minta tenggang waktu sehari aja, Mur." Tia memohon, namun aku tak peduli. 

"Tia, itu udah urusan elu, gue cuma nyuruh elu bayar tepat waktu, ini usaha gue bisa macet kalau elu telat bayar."

"Mur, besok gue pastiin udah gue bayar ya. Elu tenang aja, gue bukan tipe orang yang kabur kok kalau punya utang." Syukurlah jika Tia sadar.

Kemudian pagi harinya, ada chat dari Tia. Ia mengirimkan bukti transfer 750.000 rupiah cicilan kedua.

[Terima kasih banyak, Tia. Sudah bantu aku membayar tepat waktu.]

[Gue nggak lagi-lagi ngutang sama elu, Tia.] 

Aku dan Tia memang sering seperti ini. Namun, nanti baik lagi. Tia tahu sifat aku yang tegas seperti ini. 

***

Apa iya ini karma? Aku sekarang ditagih oleh Tia. Kalau memang Tia dendam dengan ucapanku 2 tahun lalu, kenapa ia memberikan pinjaman uang 30 juta pada 3 bulan yang lalu?

Uang 5 juta pun terkumpul, aku pinjam pada Raya dan Tante Lira. Untuk membayar utang pada Tia yang bunganya mencekik.

[Tia, ini bukti transfer sudah gue lampirkan, ya. Terima kasih.]

[Oke. Sama-sama. Maaf ya kalau gue bawel.]

[Nggak apa-apa, cuma gue heran aja, apa sebenarnya elu pinjemin gue duit untuk balas dendam?]

[Astaga, gue nggak ada niat seperti itu awalnya untuk bantu elu aja, Mur.]

[Kok elu bilang ini karma untuk gue?]

[Maaf kalau itu gue kesel, elu lagian dulu kalau nagih utang dah kayak garong, harus tepat waktu. Lebih-lebih rentenir tahu nggak!]

Aku tak membalas pesannya lagi. Sekarang aku hanya putar otak untuk membayar utang pada Raya dan Tante Lira. Yang sudah aku janjikan hanya pinjam satu minggu saja.

***

Satu minggu sudah, janjiku untuk menggantikan uang Raya dan Tante Lira saat ini sudah datang waktunya. Namun, aku belum mendapatkan uang sepeserpun untuk menggantinya.

"Mas Aldi, aku janji bayar utang pada Raya dan Tante Lira sekarang. Kamu bisa cariin pinjaman nggak?" tanyaku pada Mas Aldi.

"Raya nanti aja, Dek. Aku nggak ada duit, ini ada untuk bensin doang."

"Tante Lira gimana?" 

"Entar Tante Lira aku cariin coba minjem ke temen. Lagian Raya kan dulu juga sering pinjam ke kita. Masa iya sekarang nggak bisa gantian?" 

"Iya juga, dulu dia minjem selalu aku kasih meskipun aku omelin dulu."

"Ya iyalah, gantian."

Tidak lama kemudian telepon pun berdering. Dari Tante Lira, pasti ia nagih utangnya.

"Hallo, Tante."

"Murni, gimana yang 3 juta sudah ada, belum?" tanya Tante Lira. Astaga aku sudah janji namun tidak ditepati rasanya khawatir sekali.

"Iya, Tante. Sedang nunggu Mas Aldi transfer." Aku terpaksa berbohong. 

"Oh ya sudah. Tante tunggu ya," ucapnya lalu telepon terputus. Tidak lama kemudian ada pesan masuk dari Raya. Astaga rasanya aku ingin uninstall aplikasi W******p saja. Belum aku baca pesan dari Raya. Namun, sudah terbaca dari layar depan. Ia menagih uangnya, mendadak ia ada keperluan mendesak untuk mertuanya.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status